
RI Bakal Lakukan Ini Demi Gencarkan BBM Baru

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah saat ini tengah getol menggenjot produksi bioetanol dari tebu sebagai bahan baku campuran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin. Bahkan program campuran bioetanol ini diharapkan menjadi program mandatori.
Direktur Bioenergi EBTKE Kementerian ESDM, Edi Wibowo mengatakan guna mendukung keberlanjutan mandatori bioetanol, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
Menurut dia melalui aturan tersebut, diharapkan terdapat tambahan luasan lahan untuk tanaman tebu, lalu peningkatan produktivitas tebu dan perbaikan kualitas tebu.
"Kemudian kita usahakan diversifikasi tanaman penghasil bioetanol. Kita tahu bahwa terkait dengan bioetanol sendiri itu tanaman-tanaman penghasil karbohidrat seperti padi seperti jagung, singkong, dan sorgum itu kita upayakan," ujarnya dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Rabu (20/12/2023).
Menurut Edi, hingga saat ini produksi bioetanol di Indonesia baru sekitar 40 ribu kiloliter (KL) per tahun. Adapun pada 2030 mendatang Indonesia mempunyai target produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu hingga 1,2 juta KL.
Oleh karena itu, dengan RI berhasil mengembangkan bioetanol sebagai campuran pada BBM jenis bensin, maka hal tersebut akan berdampak pada menurunya impor produk BBM. Pasalnya konsumsi BBM jenis bensin pada tahun 2022 saja telah mencapai 35,8 juta kilo liter (KL).
"Jadi lebih dari 60% atau sekitar hampir 22 juta kl itu masih impor. Kalau nanti kita gunakan bioetanol tadi semaksimal mungkin paling tidak bisa mengurangi yang 22 juta kl tadi," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan pemerintah telah menyiapkan 700 ribu hektare (Ha) lahan untuk budidaya tebu hingga 2028 guna mengejar swasembada gula dan pengembangan industri etanol di dalam negeri.
Hal tersebut termuat di dalam peta jalan yang menjadi amanat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula Nasional dan Penyediaan Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
"Dari Perpres saja kita harus menyiapkan lahan baru 700 ribu Ha sampai tahun 2028-2030 dimana untuk pangan saja kita harus bisa memenuhi kebutuhan gula baik untuk konsumsi dan untuk industri, kata dia dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip Rabu (29/11/2023).
Ia pun menilai untuk merealisasikan target penanaman tebu hingga 750 ribu Ha tersebut bukanlah perkara mudah. Pasalnya, proses dari penyiapan benih tebu hingga proses penanaman memerlukan beberapa tahapan yang cukup panjang.
"Tidak semudah ketika kita menyiapkan benih misalnya padi atau tanaman yang lain, kita ini perlu tahapan-tahapan bahkan kalau kita mau sempurnakan maka ada lima tahapan tanaman bibit tebu yang itu setiap tahapannya bisa makan waktu 5 sampai 8 bulan," kata dia.
Apalagi, pemerintah juga perlu membangun pabrik gula dan pengolahan bioetanol di sekitar lahan yang akan ditanami bibit tebu. Setidaknya, untuk setiap 20 ribu Ha saja, minimal pabrik gula yang harus terbangun yakni 1 unit.
"Saya setuju lah untuk pemerataan pembangunan barangkali di Merauke, tetapi kita tidak bisa langsung ngomong aja di sana ada lahan kita nggak usah jauh-jauh lah di Jawa Barat di Jawa Tengah kalau lahan yang ditanami tebu masih banyak tapi apakah betul di sana ini nanti kita bisa mendirikan pabrik gula sesuai dengan tanah dan lingkungan sekelilingnya," kata dia.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Prabowo Kaget Tebu Bisa Jadi BBM, Siap Tanam Massal!