
Komoditas Tak Seksi Lagi, Begini Prospek SRTG Milik Sandiaga

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang sembilan bulan pertama 2023, perusahaan investasi milik Sandiaga Uno, PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) mencatatkan mencatatkan kerugian setelah pajak imbas dari commodity boom yang telah usai.
Hingga September 2023, SRTG mencatatkan kerugian sebesar Rp10,60 triliun. Hal ini terutama disebabkan kerugian dari investasi sebesar Rp12,87 triliun. Akan tetapi, kerugian investasi ini perlu dicatat masih bersifat floating, sehingga selama perusahaan belum menjual asetnya, maka kerugian belum bersifat final.
![]() Laba/rugi SRTG |
Beruntungnya, SRTG masih mencetak pendapatan dari dividen dan bunga sebesar Rp1,69 triliun yang mayoritas didapatkan dari dividen ADRO yang memberikan yield atraktif.
Sebagai informasi, kerugian akibat aset investasi tersebut terjadi karena penurunan harga saham emiten-emiten yang terkait komoditas dalam portofolionya. Saham MDKA dan ADRO jadi yang paling banyak punya kontribusi dalam portofolio SRTG, masing-masing 26% dan 28%. Jadi tak heran, penurunan harga kedua saham tersebut juga mengerek harga saham SRTG.
Sejak awal tahun SRTG, masih mencatatkan penyusutan harga saham sebesar -35,77%. Kendati begitu, secara bulanan harga saham SRTG mulai menanjak hingga 11,30% akibat perbaikan kinerja saham MDKA ditopang harga emas yang melonjak, peningkatan porsi kepemilikan oleh shareholder, serta tekanan eksternal yang mereda. Lantas bagaimana prospek MDKA ke depan?
Harga Emas All Time High, MDKA Jadi Penopang SRTG
Harga emas baru-baru ini kembali mencetak level all time high dan masih konsisten berada di atas level psikologis US$ 2000 per troy ons. Kenaikan harga emas tentu akan menguntungkan bagi pemilik usaha di bidang emas, salah satunya PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) yang memiliki porsi bisnis emas terhadap pendapatan mencapai 51,28% hingga September 2023.
Dengan prospek profitabilitas MDKA meningkat dari bisnis emas, maka ini juga akan menguntungkan SRTG sebagai pemiliknya.
Tak berhenti sampai disitu, peningkatan harga saham SRTG selama sebulan terakhir terjadi berkat peningkatkan kepemilikan dari salah satu shareholder-nya, yaitu Edwin Soeryadjaya yang menambah kepemilikan SRTG selama bulan November sebesar 1.61% atau setara Rp355 miliar.
Prospek Tekanan Eksternal Mereda dan Pivot Suku Bunga
Sebagai perusahaan investasi, SRTG sangat terpengaruh pada kondisi ekonomi. Tekanan harga saham yang terjadi sejak awal tahun terjadi karena kondisi ekonomi global yang penuh tantangan akibat perang di Timur Tengah, perang dagang AS- China, hingga kenaikan suku bunga yang terjadi di berbagai negara.
Tapi sekarang ini, sudah beda cerita. Tekanan dari global sudah semakin mereda berkat prospek the Fed akan melakukan pivot suku bunga tahun depan.
Hal ini berkat inflasi AS yang sudah melandai lebih baik dari perkiraan disertai kondisi pasar tenaga kerja yang mendingin. Hal ini semakin didukung dengan dapat proyeksi dari perangkat CME FedWatch, dimana sebanyak 98,5% pasar memprediksi The Fed akan kembali menahan suku bunga acuannya di pertemuan Desember mendatang.
Sementara 49,5% berekspektasi The Fed akan melakukan pemangkasan suku bunga pertamanya sebesar 25 basis poin (bps) pada Mei 2024 menjadi 5-5,25%.
Lebih lanjut, perang di Timur Tengah nampaknya tak akan ada eskalasi mengingat negara tetangga seperti Iran dan sekitarnya menyuarakan tidak akan terlibat lebih jauh.
Kondisi ekonomi yang potensi membaik inilah yang akan mendorong aset dalam portolio SRTG tumbuh positif. Apalagi jika melihat dalam portofolionya kini SRTG mulai shifting ke aset yang fokus pada growth.
![]() Portofolio SRTG |
Untuk tujuan jangka panjang, SRTG akan mengurangi porsi investasi di batubara, CPO, dan sektor properti. SRTG akan lebih fokus menambah investasi di sektor consumer, health care, logistik, dan teknologi.
Hal ini karena tingkat konsumsi dan kebutuhan akan healthcare yang semakin meningkat di tengah masa pandemi sementara Indonesia merupakan negara dengan tingkat populasi yang tinggi. Selain itu, melihat peluang dari perkembangan teknologi saat ini yang sudah tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat telah mendisrupsi berbagai sektor dan akan membawa perubahan dari old economy ke new economy.
Selama beberapa tahun terakhir, SRTG juga aktif berinvestasi di sektor teknologi baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nilai mencapai USD 50 - 60 juta. Salah satunya, SRTG berinvestasi secara langsung di JULO, sebuah perusahaan fintech yang fokus di bisnis digital lending, dan SIRCLO, sebuah e-commerce bagi bisnis lokal di Indonesia.
SRTG Siapkan Dana US$ 150 Juta Untuk Investasi 2024
Untuk tahun 2024 ke depan, SRTG menargetkan dana untuk investasi sebesar US$100 juta - US$ 150 juta di tahun 2024. Investor Relations SRTG Ryan Sual mengatakan, target dana investasi SRTG setiap tahunnya sebenarnya sama. Namun, hal itu juga bergantung pada kondisi pasar domestik.
Namun, SRTG tidak harus menghabiskan dana sebesar target tersebut jika SRTG menilai tidak ada paluang investasi yang bagus. Jika ada keharusan, ditakutkan dana harus tetap keluar dan tidak memandang apakah peluang itu baik atau buruk.
Menilai dari kondisi permodalan untuk investasi yang masih tersedia, ini menunjukkan Net Asset Value (NAV) SRTG yang akan bertumbuh positif. Per 4 Desember 2023, NAV tercatat sebanyak Rp47,53 triliun.
Membandingkan NAV/share atau modal investasi yang sudah dikeluarkan SRTG dibandingkan dengan total saham beredar saat ini berada di Rp3.540/saham. Nilai tersebut masih jauh di atas harga saham SRTG saat ini yang dihargai sekitar Rp1645, ini artinya secara teoritis valuasi SRTG masih dinilai murah atau undervalued.
![]() NAV/Share |
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)