Newsletter

Waspada! Aksi Profit Taking Setelah IHSG Mencapai 7.100

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
Selasa, 05/12/2023 06:00 WIB
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/9/223). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
  • IHSG pada perdagangan hari ini rawan terjadi aksi profit taking karena telah mencapai harga tertinggi sepanjang 2023
  • Para pelaku pasar optimis The Fed akan menahan suku bunga di akhir 2023 dan mulai menurunkannya pada Maret 2024
  • Akhir tahun tercatat ada belasan emiten yang akan bagi-bagi dividen

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia sumringah pada penutupan perdagangan kemarin, Senin (4/12/2023). Baik pasar saham maupun rupiah ditutup di zona penguatan.

Pada perdagangan hari ini, investor menanti beberapa data penting yang dapat mempengaruhi kebijakan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, penggerak pasar keuangan, sehingga diperkirakan akan bergerak fluktuatif. Simak ulasan selengkapnya pada halaman tiga newsletter pagi ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali ditutup cerah pada perdagangan Senin (4/12/2023), di tengah makin membaiknya sentimen pasar global dan adanya fenomena window dressing yang turut memperkuat IHSG.

IHSG ditutup menguat 0,48% ke posisi 7.093,6. IHSG bahkan sempat menyentuh level psikologis 7.100 pada sesi I hari ini. Namun sayangnya, IHSG tak bertahan lama di level psikologis tersebut.

Nilai transaksi IHSG pada akhir perdagangan hari ini mencapai sekitar Rp 13 triliun dengan melibatkan 34 miliaran saham yang ditransaksikan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak 257 saham menguat, 297 saham melemah, dan 214 saham stagnan.

Secara sektoral, sektor teknologi menjadi penopang terbesar IHSG pada akhir perdagangan hari ini, yakni mencapai 1,29%

IHSG kembali bergairah karena membaiknya data ekonomi global, mulai dari inflasi negara maju yang mereda, dan ekspektasi penurunan suku bunga acuan global.

Selain itu, IHSG yang kembali menguat dan berhasil menyentuh level psikologis 7.100 terjadi karena masih derasnya aliran dana investor asing yang masuk ke dalam pasar keuangan RI.

Hingga Jumat pekan lalu, berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), asing mencatat pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 214,05 miliar di seluruh pasar, dengan rincian sebesar Rp 90,55 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp 123.,51 miliar di pasar tunai dan negosiasi.

Sementara itu menurut Bank Indonesia (BI) pada transaksi periode 27-30 November, menunjukkan investor asing net buy sebesar Rp 15,92 triliun. Pembelian di pasar saham mencapai Rp 4,94 triliun sementara di pasar Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 10,6 triliun.

Inflow tersebut menjadi yang tertinggi sepanjang 2023. Catatan terbaik sebelumnya adalah pada pekan ketiga Januari sebesar Rp 14,8 triliun. Inflow pada pekan lalu juga melanjutkan tren positif di mana net buy asing sudah berlangsung selama tiga pekan berturut-turut.

Dana asing mengalir deras setelah pasar semakin optimis jika bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) akan melunak. Perangkat CME FedWatch menunjukkan 97,1% pelaku pasar melihat The Fed masih akan menahan suku bunga pada Desember mendatang. Artinya, hingga akhir tahun suku bunga masih berada di level 5,25-5,50%.

Pelaku pasar bahkan memproyeksi The Fed akan segera memangkas suku bunga pada Maret 2024. Keyakinan ini muncul setelah inflasi AS dan data Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) AS melandai. Kedua faktor ini menjadi pertimbangan penting The Fed dalam menentukan kebijakan.

Dana asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia ini juga mampu mengungkit rupiah.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat di angka Rp15.450/US$ atau terapresiasi 0,19%. Penguatan ini juga sejalan dengan penguatan Jumat (1/12/2023) sebesar 0,16%.


(ras/ras)
Pages