
IHSG Selalu Pesta Pora di Desember, Masa Sih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Periode perdagangan pasar saham sudah memasuki Desember. Dilihat secara historis, Desember menjadi bulan yang cenderung ditunggu-tunggu oleh investor, karena biasanya kinerja pasar saham cenderung positif di bulan tersebut.
Di Desember, setidaknya ada dua fenomena yang perlu dicermati oleh pelaku pasar baik di dalam negeri maupun luar negeri. Di dalam negeri, ada fenomena yang disebut window dressing, sedangkan di luar negeri disebut 'Santa Claus Rally'.
Window dressing pada dasarnya merupakan istilah yang digunakan dalam dunia ritel. Istilah ini merujuk pada strategi di mana para pelaku di bidang ritel menghias window display atau etalase kacanya yang berisi produk jualannya dengan semenarik mungkin, untuk bisa menarik minat para calon konsumen, sehingga akhirnya melakukan pembelian.
Istilah ini kemudian diadopsi oleh berbagai bidang, salah satunya oleh bidang investasi. Khusus di bidang investasi saham, istilahWDmerujuk pada bagaimana manajer investasi membeli atau menjual saham pada waktu tertentu, untuk menunjukkan bahwa performa saham itu sedang bagus.
Window dressingsaham merujuk pada strategi yang dilakukan oleh manajer investasi ataupun perusahaan untuk meningkatkan performa saham atau portofolio saham yang dimilikinya. Dengan dilakukannyawindow dressingsaham ini, manajer investasi berharap kinerjanya bisa terlihat menjanjikan, sedangkan bagi perusahaan akan berguna untuk memperbaaiki laporan keuangannya.
Bagi manajer investasi, strategi window dressing saham akan meningkatkan performa portofolio saham yang dimilikinya, sebelum diperlihatkan pada para kliennya. Dengan begini, maka para klien akan merasa puas dengan kinerjanya, sehingga jasanya akan digunakan kembali. Hal ini juga akan bisa mendatangkan klien baru, yang tertarik dengan kinerja manajer investasi tersebut.
Sedangkan untuk perusahaan ataupun emiten, window dressing saham akan bisa membuat isi laporan keuangan semakin cemerlang. Emiten biasanya akan melakukan penjualan saham dengan harga miring atau menghadirkan promo di akhir tahun, guna meningkatkan pendapatan. Dengan begini, maka kondisi kas akan terlihat lebih sehat terhadap peningkatan laba di laporan keuangan.
Window dressing pada hakikatnya bisa dilakukan baik pada akhir tahun atau akhir kuartal. Namun, fenomena ini memang lebih kental terjadi di akhir tahun, tepatnya Desember atau awal tahun yakni Januari.
Sedangkan 'Santa Claus Rally' adalah fenomena yang menggambarkan kenaikan di pasar saham pada minggu terakhir Desember dan dua hari perdagangan pertama di Januari tahun berikutnya.
Bagi para investor, hadirnya fenomena tersebut menjadi momen yang tepat untuk membeli saham, utamanya bagi investor ritel.
Fenomena 'Santa Claus Rally' memang lebih dikenal erat di Amerika Serikat (AS). Apalagi berhubungan dengan perayaan natal.
Meski definisi keduanya sedikit berbeda, tetapi keduanya memang sangat ditunggu-tunggu oleh investor, karena biasanya akan berdampak pada positifnya portofolio mereka.
Di tengah investor yang menanti dua fenomena tersebut di Desember, lalu bagaimana dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Desember?
Bagaimana IHSG di Desember?
Di Desember, secara historis pergerakannya selalu menghijau. Sejarah mencatat, kinerja bulanan IHSG di setiap Desember selalu positif. Sejak tahun 2004-2021 atau dalam kurunwaktu 23 tahun terakhir, IHSG tak pernah jatuh ke zona merah.
Namun di Desember 2022, barulah IHSG untuk pertama kalinya berkinerja buruk, yakni ambles 3,26%.
Adapun rekor kinerja terbaik IHSG di Desember terjadi pada 2003, di mana IHSG berhasil melejit 12,12%.
![]() IHSG |
Ada alasan mengapa IHSG di Desember selalu menghijau, mulai dari adanya fenomena window dressing yang berdampak dari membaiknya kinerja keuangan emiten hingga terdongkrak karena pembagian dividen interim beberapa emiten.
Istilah window dressing memang kerap digunakan menjelang akhir tahun sebagai strategi para manajer investasi untuk meningkatkan kinerja portofolio.
Bagai memoles wajah dengan make up agar cantik, manajer investasi menggunakan strategi window dressing agar portofolio lebih "cantik" atau lebih tepatnya supaya performa portofolio dari aset yang dikelola semakin menarik bagi investor.
Dalam praktiknya, manajer investasi menerapkan berbagai cara untuk mempercantik portofolio, mulai dari menaikkan harga saham yang masih laggard dengan bantalan modal besar atau bisa mengganti saham yang memiliki kinerja kurang oke dengan yang sedang naik daun dengan tujuan mengikuti tren naik dalam jangka pendek
Efek dari strategi tersebut biasanya tidak hanya berlangsung pada akhir kuartal tiap tahun-nya, akan tetapi bisa berlanjut ke bulan bulan setelah-nya yang juga dikenal sebagai 'January Effect', dengan catatan kondisi makro ekonomi juga semakin mendukung.
Meski demikian, fenomena window dressing memang paling signifikan ketika Desember, karena secara historis kinerja bulan ini terbukti mengungguli bulan lainnya. Sehingga bisa dikatakan kinerja dalam satu bulan terakhir tersebut diharapkan bisa mempercantik performa portofolio selama setahun penuh.
Selain karena fenomena window dressing yang memang sudah terjadi tiap akhir tahun secara historis kecuali pada tahun lalu, IHSG yang cenderung positif juga ditopang oleh membaiknya sentimen pasar global dalam beberapa hari terakhir dan mungkin terjadi beberapa hari ke depan.
Kenaikan IHSG dalam beberapa hari terakhir hingga kemarin juga didorong dari aktivitas manufaktur Indonesia yang mulai membaik pada periode November 2023 setelah ambruk dalam dua bulan sebelumnya.
PMI manufaktur Indonesia naik tipis ke angka 51,7 pada periode November 2023. Angka ini merupakan perbaikan setelah indeks PMI terjun ke 51,5 pada Oktober 2023, level terendah dalam lima bulan terakhir. PMI sempat jatuh selama dua bulan beruntun pada September dan Oktober 2023.
PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 27 bulan terakhir. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
S&P Global menjelaskan kenaikan PMI ditopang oleh meningkatnya pesanan baru. Pesanan naik didukung oleh perbaikan kondisi permintaan dan ekspansi basis pelanggan.
Sementara itu dari global, prospek berakhirnya era suku bunga tinggi di negara-negara maju utamanya di Amerika Serikat (AS) juga menjadi penopang IHSG dalam beberapa hari terakhir.
Pasar semakin optimis jika bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan melunak. Perangkat CME FedWatch menunjukkan 97,1% pelaku pasar melihat The Fed masih akan menahan suku bunga pada Desember mendatang. Artinya, hingga akhir tahun suku bunga masih berada di level 5,25-5,50%.
Pelaku pasar bahkan memproyeksi The Fed akan segera memangkas suku bunga pada Maret 2024.Keyakinan ini muncul setelah inflasi AS dan data Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) AS melandai. Kedua faktor ini menjadi pertimbangan penting The Fed dalam menentukan kebijakan.
Inflasi AS melandai ke 3,2% (year-on-year/yoy) pada Oktober 2023, dari 3,7% (yoy) pada September 2023. Sementara, PCE Oktober 2023 tercatat stagnan 0% secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 3% secara tahunan (yoy). Angka ini lebih rendah dari posisi September lalu yang sebesar 0,4% (mtm) dan 3,4% (yoy).
Angka PCE Oktober juga lebih rendah dari konsensus pasar dalamTrading Economics yang memperkirakan naik 0,2% (mtm) dan 3,1% (yoy).
Adapun inflasi PCE inti, yang tidak termasuk harga makanan dan energi, naik 0,2% (mtm) dan 3,5% (yoy) pada bulan ini. Kedua angka tersebut selaras dengan konsensus Dow Jones.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(chd/chd)