Tambah Korban Baru Perang Israel-Hamas: FedEx-PepsiCo

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
17 November 2023 13:45
People visit a FedEx Express booth during the China International Import Expo (CIIE) at the National Exhibition and Convention Center in Shanghai, China November 7, 2018. Picture taken November 7, 2018. REUTERS/Stringer  ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. CHINA OUT.
Foto: FedEx (REUTERS/Stringer)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang antara Israel dengan militan Palestina, Hamas, membuat beberapa sektor usaha terdampak, mulai dari industri maskapai, perjalanan wisata mancanegara, perusahaan teknologi, hingga konsumer.

Sebelumnya, perang Israel dan Hamas pecah pada 7 Oktober 2023 dan membuat dunia panik. Korban perang lebih dari 10.000  dari pihak Palestina.

Perang memang membuat banyak kerugian, utamanya korban jiwa di negara yang sedang berkonflik. Namun, dampak negatif perang tidak hanya sampai di situ saja, tetapi berimbas ke Perusahaan-perusahaan yang menjalankan bisnis atau beroperasi di kawasan ini dan sekitarnya.

Perusahaan-perusahaan yang berdomisili di Israel maupun Palestina, bahkan berafiliasi dengan salah satu keduanya juga mulai terdampak perang, mulai dari dana periklanan, pariwisata, hingga rantai pasokan. Pengakuan awal ini muncul ketika para pemimpin dunia semakin khawatir bahwa konflik akan semakin intensif dan seruan internasional untuk gencatan senjata ditolak.

Dengan adanya konflik Israel-Hamas ditambah belum selesainya konflik Rusia-Ukraina, maka beberapa perusahaan pun sudah mulai menyerukan akan dampak dari konflik tersebut.

Lalu perusahaan global apa saja yang terdampak dari perang Israel? Berikut ini daftarnya.

1. Perjalanan Wisata Internasional dan Perhotelan

Perusahaan perjalanan wisata internasional juga sudah mulai terdampak dari adanya perang Israel-Hamas. Tak sedikit perusahaan-perusahaan jasa perjalanan wisata internasional mengatakan adanya penurunan yang ingin berwisata internasional, utamanya Timur Tengah.

Wisatawan membatalkan atau menunda rencana liburan ke Timur Tengah dan Afrika Utara karena kekhawatiran akan memburuknya konflik Israel-Hamas, dan perusahaan tur juga telah mengubah rencana perjalanan dan membatalkan penerbangan.

Contohnya saja di Turki dan Syprus, tingkat pembatalan perjalanan meningkat dua kali lipat pada November dan Desember. Sedangkan sekitar 40% tur di Yordania telah dibatalkan, 20% di Mesir, 15% di Oman, dan 10% di Uni Emirat Arab (UEA).

Agen perjalanan Spanyol, Essentialist mengatakan telah membatalkan 75% perjalanan ke wilayah Timur Tengah dan Afrika Timur Laut.

Adapun menurut operator hotel JW Marriott, yakni Marriott International mengatakan permintaan telah melemah dan mulai terlihat beberapa pembatalan untuk 27 hotelnya di Lebanon, Yordania, dan Mesir.

Sementara menurut Intrepid Travel yang berbasis di Australia mengatakan semakin banyak pelanggan yang ingin membatalkan perjalanan ke Mesir dan Yordania, terutama karena melakukan perjalanan pada akhir tahun.

2. Maskapai

Perusahaan maskapai atau penerbangan menjadi salah satu perusahaan yang terdampak dari perang. Beberapa perusahaan maskapai utamanya yang melayani rute dari dan ke Israel bahkan Timur Tengah mulai terdampak dari perang Israel-Hamas. Salah satunya yakni United Airlines.

Banyak wisatawan internasional yang awal mulanya hendak berwisata ke Timur Tengah, kemudian mereka terpaksa membatalkan perjalanannya karena khawatir konflik Israel-Hamas dapat meluas ke negara tetangga seperti halnya Mesir dan negara-negara di Timur Tengah.

Akibatnya, traffic perjalanan pesawat dari dan ke Timur Tengah pun berkurang drastis.

Berdasarkan data dari perusahaan analisis perjalanan ForwardKeys, pemesanan penerbangan internasional berada 20% di bawah level tahun 2019 dalam tiga minggu setelah dimulainya perang Israel-Hamas pada 7 Oktober dan lebih rendah 5 poin persentase di bawah periode tiga minggu sebelum serangan.

Dalam periode tiga pekan sebelum 7 Oktober, penerbitan tiket dari Timur Tengah hanya 3% di bawah level tahun 2019, menurut data ForwardKeys, yang menggambarkan pemulihan yang stabil di sektor ini dari pandemi Covid-19.

Sebaliknya, dalam periode tiga pekan setelah 7 Oktober, penerbitan tiket dari Timur Tengah 12% lebih rendah dibandingkan tahun 2019 atau selisih 9 poin persentase.

Salah satu contoh perusahaan maskapai yang terdampak yakni United Airlines. Perusahaan maskapai asal Amerika Serikat (AS) tersebut mengatakan kinerja kuartal keempat dapat bervariasi tergantung pada lamanya penangguhan penerbangan di Tel Aviv, ibu kota Israel. Kisaran terbaru untuk laba per saham yang disesuaikan berada di bawah perkiraan analis.

Namun pada kuartal ketiga 2023, United Airlines masih mencatatkan laba dan kenaikan pendapatan. Total pendapatan teratas kuartal ketiga naik 12,5% (year-on-year/yoy) yang menjadi rekor tersendiri.

Perusahaan melaporkan laba sebelum pajak kuartalan sebesar US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 23,8 triliun. Margin sebelum pajak sebesar 10,3% dan laba per saham dilusian sebesar US$ 3,42 dan; berdasarkan penyesuaian, laba sebelum pajak sebesar US$ 1,6 miliar, margin sebelum pajak sebesar 10,8% dan laba per saham dilusian sebesar US$ 3,65.

Selain United Airlines, ada perusahaan maskapai lainnya seperti Delta Air Lines dan American Airlines yang terburu-buru mengubah jadwal seiring dengan berkembangnya konflik.

Khususnya, El Al, maskapai penerbangan Israel, mengatakan pihaknya akan terbang pada hari Sabat Yahudi untuk pertama kalinya dalam lebih dari empat dekade untuk membantu membawa pasukan cadangan di luar negeri kembali ke negara tersebut.

Sementara itu, produsen pesawat Boeing mengatakan dalam peraturannya bahwa konflik tersebut dapat berdampak pada pemasok tertentu, selain maskapai penerbangan.

Bahkan, grup maskapai penerbangan Jerman Lufthansa mengatakan bahwa pemesanan mereka di Timur Tengah tidak terpengaruh oleh perang, dan hanya mengalami penurunan awal ketika konflik dimulai.

Terbaru, maskapai nasional Uni Emirat Arab (UEA), Etihad Airways yang berbasis di Abu Dhabi juga terkena dampak dari perang Israel-Hamas Palestina.

Menurut CEO Etihad, Antonoaldo Neves, dampak dari perang Israel-Hamas cukup terasa bagi perusahaan. Meski masih ada permintaan penerbangan, tetapi tidak seperti sebelum terjadinya perang, alias penerbangannya berkurang.

"Ini berdampak, permintaan kami kepada Israel masih ada. Tapi jumlahnya tidak sebesar dulu," ujar Neves, dikutip dari CNBC International.

Maskapai ini mulai menerbangi rute Abu Dhabi-Tel Aviv pada April 2021, kira-kira delapan bulan setelah penandatanganan Perjanjian Abraham, yang menormalisasi hubungan antara Israel dan UEA.

3. Pelayaran Penumpang Mewah

Industri pelayaran penumpang mewah juga mulai terdampak dari konflik Israel-Hamas, terutama bagi mereka yang menyediakan perjalanan dari dan ke Timur Tengah.

Royal Caribbean Group mengubah rencana perjalanan tahun 2024 mereka untuk menghindari pelabuhan di Israel.

Operator kapal pesiar Norwegia Cruise Line Holdings mengatakan bahwa mereka melihat adanya peningkatan dalam pembatalan dan perlambatan pemesanan di wilayah tersebut, terutama dalam pemesanan jangka pendek.

4. Perusahaan Teknologi

Perusahaan teknologi juga mulai terdampak dari konflik Israel-Hamas. Salah satunya yakni Snap Inc. Snap mengatakan dalam rilis pendapatan terbarunya bahwa mereka melihat adanya jeda dalam pembelanjaan dari "sejumlah besar kampanye periklanan yang terutama berorientasi pada merek" segera setelah perang dimulai. Hal ini telah membebani pendapatan pada kuartal saat ini.

Pada kuartal III-2023, Snap Inc mencatatkan kerugian bersih sebesar US$ 368 juta, dibandingkan dengan US$ 360 juta pada tahun sebelumnya. Pendapatan sebesar US$ 1.189 juta, dibandingkan dengan US$ 1.128 juta pada tahun sebelumnya, meningkat sebesar 5% dari tahun ke tahun.

Ketika perang Israel-Hamas terus berlanjut dengan serangan udara Israel hingga darat yang mencapai lebih banyak sasaran di Gaza, perusahaan-perusahaan mendapati diri mereka semakin terjerat dalam politik konflik yang kompleks.

Dunia usaha di dunia korporat berupaya menemukan keseimbangan dalam respons mereka terhadap perang yang tidak menyinggung perasaan pengguna, mitra, dan karyawan mereka sendiri.

Raksasa media sosial sedang menghadapi perdebatan mengenai ekspresi online. LinkedIn mengeluarkan peringatan kepada situs pro-Israel yang menuduh ribuan orang menerbitkan konten pro-terorisme yang tampaknya dihapus dari jejaring sosial.

Kritik terhadap situs tersebut mengatakan bahwa situs tersebut menampilkan orang-orang yang tidak secara eksplisit mendukung Hamas atau yang berusaha menarik perhatian terhadap krisis kemanusiaan di Gaza.

Sementara itu, Meta Platforms kesulitan menerapkan kebijakan kontennya secara adil di seluruh platformnya, termasuk Facebook dan Instagram, menurut The Wall Street Journal.

Perusahaan telah meminta maaf atas kesalahan yang menerjemahkan beberapa bahasa di profil pengguna dari bahasa Arab sebagai "teroris Palestina."

Tak hanya itu saja, perusahaan layanan streaming Netflix juga sedikit terdampak dari perang Israel-Hamas, di mana banyak orang yang lebih rela memilih menonton iklan daripada membayar biaya langganan.

Netflix melaporkan mereka yang menonton iklan mencapai 15 juta pengguna aktif per bulan. Selain juga karena adanya aksi boikot, hal ini juga terjadi setelah Netflix meluncurkan opsi pembayaran yang lebih murah untuk kembali menggenjor pertumbuhan pelanggan dan pendapatan.

Netflix mengatakan pada kinerja keuangan kuartal III-2023 bahwa penerapan rencana iklannya, yang berbiaya US$ 6,99 (Rp 110 ribu) per bulan di Amerika Serikat, terus tumbuh dengan keanggotaan meningkat hampir 70% secara berurutan.

5. Perusahaan Ekspedisi

Konflik Israel-Hamas pun mulai berdampak ke perusahaan jasa ekspedisi. Salah Satunya yakni FedEx, di mana perusahaan ekspedisi asal AS tersebut sempat menangguhkan layanan pengiriman ke Israel setelah memanasnya tensi Israel-Palestina pada 7 Oktober.

Namun beberapa hari setelahnya, FedEx mengumumkan akan melanjutkan layanan pengiriman ke Israel meski konflik masih berlangsung.

FedEx mengatakan pihaknya memantau situasi ini dengan cermat.

Bahkan, otoritas pelabuhan di Libya menolak sebuah kapal tanker minyak mentah asal Singapura melewati kawasan Libya. Hal ini karena kapal tersebut telah melakukan panggilan sebelumnya untuk menurunkan muatan di Israel menurut laporan dari Bloomberg.

Ini adalah laporan terbaru dari serangkaian laporan tentang kapal yang mengalami dampak perang yang sedang berlangsung di Gaza.

Proteus Philippa, sebuah kapal tanker minyak mentah berbobot 110.000 dwt yang dikelola dari Singapura, menunjukkan melalui AIS-nya bahwa kapal tersebut tiba di Pelabuhan Mellitah di sebelah barat Tripoli dan dekat perbatasan dengan Tunisia pada tanggal 7 November.

Data menunjukkan bahwa kapal tersebut datang dari Italia dan sebuah bunkering serta berhenti di Malta. Kapal tersebut dijadwalkan memuat 600.000 barel minyak mentah, namun menurut Bloomberg diminta oleh Perusahaan Minyak & Gas Mellitah untuk meninggalkan pelabuhan tanpa memuat muatannya.

Sementara itu pada akhir pekan lalu, pengunjuk rasa yang bersimpati kepada Palestina di Australia berusaha memblokir sebuah kapal kontainer yang hendak tiba di terminal Port Botany dekat Sydney, Australia.

Pengunjuk rasa Australia berhasil menunda kapal tersebut berlabuh di Sydney. Namun kapal tersebut menunjukkan bahwa ia berangkat dari Botany pada Minggu lalu dan akan tiba di Melbourne pada akhir pekan ini.

6. Perusahaan yang diboikot

Konflik antara Israel dengan Hamas yang menimbulkan banyak korban di Palestina membuat banyak orang melakukan aksi boikot terhadap produk-produk AS dan Israel. Hal ini semakin masif dilakukan karena banyaknya perusahaan yang dianggap mendukung aksi genosida oleh Israel.

Aksi boikot terhadap produk-produk dari perusahaan AS atau Israel membuat beberapa perusahaan tersebut terdampak mulai dari turunnya penjualan, tingkat pengunjung dan konsumen.

Adapun salah satunya yakni Starbucks. Akibatnya, saham Starbucks sempat turun menjadi US$ 91,4 per saham pada 12 Oktober, yang merupakan harga terendah sejak boikot dimulai.

Pada perdagangan Selasa kemarin, saham Starbucks ditutup melemah 0,34% ke US$ 103,68, masih lebih tinggi dari perdagangan 12 Oktober lalu.

Awal mula boikot ditargetkan kepada Starbucks adalah setelah pihak manajemen menggugat serikat pekerja, Starbucks Workers United, pada awal Oktober 2023 lalu.

Gugatan tersebut muncul setelah organisasi tersebut menyatakan solidaritas terhadap warga Palestina. Namun, pernyataan solidaritas yang diunggah melalui X itu telah dihapus.

Menurut keterangan resmi Starbucks, gugatan tersebut dilayangkan karena Starbucks Workers United dianggap menyalahgunakan nama, logo, dan kekayaan intelektual perusahaan.

Namun sebelum konflik Israel-Hamas kali ini, Starbucks pernah merilis kolom tanya dan jawab terkait sikap dukungan terhadap Israel pada 2014 silam. Salah satu pertanyaan terbanyak yang diajukan kepada Starbucks adalah terkait dukungan finansial terhadap Israel.

"Tidak. Hal ini tidak benar. Rumor bahwa Starbucks atau Howard Schultz memberikan dukungan keuangan kepada pemerintah dan/atau tentara Israel adalah sepenuhnya salah," terang Starbucks kala itu.

Selain Starbucks, sasaran boikot lainnya yakni MCDonald's, PepsiCo, Netflix, dan Disney.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation