
Israel Bombardir Gaza, Mata Uangnya Langsung Masuk Jurang!

Jakarta, CNBC Indonesia - Shekel Israel (ILS) terombang-ambing sejak perang antara kelompok Hamas dengan Israel meletus pada 7 Oktober 2023.
Sebelumnya, kawasan Timur Tengah kembali memanas seiring dengan serangan mendadak kelompok Hamas Palestina ke Israel dekat perbatasan Gaza pada Sabtu (7/10/2023). Serangan tersebut diklaim merupakan upaya merebut kembali Tanah Air warga Palestina dari pendudukan Israel.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu resmi menyatakan keadaan perang setelah Hamas meluncurkan 5.000 roket dan serangan darat, Sabtu (7/10/2023).
Sementara itu, Israel Defense Forces (IDF) atau Pasukan Pertahanan Israel turut mengatakan bahwa Israel "dalam keadaan perang" menyusul serangan mendadak Hamas.
Pasca perang tersebut, shekel yang merupakan mata uang Israel mengalami pelemahan yang signifikan. Tercatat pada 9 Oktober 2023, shekel terdepresiasi sebesar 2,73% terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Sebagai catatan, Palestina tidak memiliki mata uang tersendiri, namun negara ini menggunakan tiga mata uang utama yakni shekel Israel (ILS), dolar AS (USD), dan dinar Yordania (JOD).
Dilansir dari detik.com, dari ketiga mata uang tersebut, shekel Israel merupakan mata uang yang paling banyak digunakan di Palestina khususnya di Tepi Barat Palestina.
Untuk diketahui, shekel ditetapkan sebagai mata uang resmi di wilayah Palestina sebagai hasil dari protokol ekonomi yang dikenal sebagai perjanjian Paris yang mengikuti Kesepakatan Oslo antara Israel dan Wilayah Palestina. Banyak yang telah berubah sejak perjanjian 1994 itu.
Karena mereka lebih bersandar pada transaksi digital, bank-bank Israel tidak lagi ingin menyerap kembali uang kertas yang terakumulasi di Tepi Barat tetapi tidak beredar dengan cepat melalui ekonomi Israel.
Pasca perang Hamas-Israel terjadi, shekel terus mengalami depresiasi hingga menyentuh titik terlemahnya yakni pada 26 Oktober 2023 di posisi 4,078.
Pelemahan mata uang ini terjadi bahkan ketika bank sentral Israel sempat mengumumkan rencana untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk mencoba mengurangi volatilitas shekel setelah negara tersebut secara resmi menyatakan keadaan perang. Sebagai bagian dari program ini, bank sentral dapat menjual valuta asing hingga US$30 miliar untuk melindungi shekel dari keruntuhan.
Setelah menyentuh titik tertingginya pada 26 Oktober, shekel mengalami penguatan yang signifikan terhadap dolar AS bahkan hingga 16 November 2023 yang ditutup di angka 3,73.
Dilansir dari The Times of Israel, Bank of Israel menjual mata uang asing senilai US$8,2 miliar pada bulan Oktober, membantu membendung penurunan shekel selama bulan perang melawan kelompok Hamas.
Dengan pecahnya perang dengan Hamas, Gubernur bank sentral Amir Yaron mengumumkan rencana untuk menjual valuta asing hingga US$30 miliar untuk melindungi shekel dari keruntuhan. Program ini memungkinkan Bank of Israel untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing selama masa perang untuk mengurangi volatilitas nilai tukar shekel dan menyediakan likuiditas yang diperlukan agar pasar tetap berfungsi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)