
Ini Sederet Janji Manis Biden ke Jokowi Soal Energi

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah melangsungkan pertemuan dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di Gedung Putih AS, pada Senin (13/11/2023) waktu setempat.
Setidaknya terdapat dua hal penting dari hasil pertemuan ini yakni membicarakan perihal transisi energi serta dukungan terhadap rencana pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan sebagai Ibu Kota Negara (IKN).
Mengutip siaran pers dari Gedung Putih, Selasa (14/11/2023), Biden menegaskan kembali komitmennya untuk bermitra dengan Indonesia dalam mengatasi krisis iklim. Kedua pemimpin negara bersepakat berada di garis depan dalam memanfaatkan transisi energi ramah lingkungan.
Kedua pemimpin negara akan terus menjalin kerja sama yang erat dalam kemitraan pendanaan dengan Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$20 miliar yang diumumkan pada KTT G20 tahun 2022 di Bali.
Sebagai informasi, JETP adalah perjanjian untuk memobilisasi pendanaan awal sebesar US$20 miliar atau sekitar Rp 309,7 triliun (US$1=Rp 15.485) dari pemerintah dan swasta untuk melakukan dekarbonisasi sektor energi Indonesia, dengan menggunakan gabungan hibah, pinjaman lunak, pinjaman dengan suku bunga pasar, jaminan, dan investasi swasta. Hal ini mendukung lintasan global yang konsisten dengan menjaga batas pemanasan global sebesar 1,5 °C tetap dalam jangkauan.
Adapun implementasi JETP dengan nilai pendanaan sebesar US$20 miliar atau sekitar Rp309 triliun berasal dari investasi publik dan swasta dalam bentuk hibah dan pinjaman bunga rendah, diharapkan dapat mempercepat dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan dengan target yaitu:
· Peaking emisi sektor ketenagalistrikan diproyeksikan terjadi pada tahun 2030, lebih cepat dari proyeksi awal;
· Emisi sektor ketenagalistrikan tidak melebihi 290 juta ton CO2 di tahun 2030, lebih rendah 67 juta ton CO2 dibandingkan nilai baseline sebesar 357 juta ton CO2;
· Net zero emissions (NZE) sektor ketenagalistrikan pada tahun 2050, lebih cepat 10 tahun dari proyeksi awal;
· Mempercepat pemanfaatan energi terbarukan setidaknya 34% bersumber dari energi terbarukan pada 2030.
Dalam laporan lengkap JETP, tindakan untuk meningkatkan energi terbarukan secara cepat dan mendorong pemanfaatan pembangkit listrik tenaga uap batu bara yang lebih fleksibel membantu mempercepat penurunan emisi on-grid dari tahun 2030 hingga 2040.
Pada September 2022, Erick Thohir, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), mengatakan bahwa penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara berkapasitas 15 gigawatt selama tiga dekade ke depan memerlukan dukungan modal sebesar US$600 miliar. JETP merupakan langkah menuju pemenuhan kebutuhan ini.
Dengan semakin didorongnya Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dan berkurangnya sumber energi fosil (batu bara, gas alam, dan minyak bumi), maka target NZE dapat segera tercapai di kemudian hari.
Penggunaan EBT hingga saat ini memang masih belum cukup optimal. Bauran EBT terhadap listrik nasional bahkan masih kurang dari 15% pada tahun 2022. Kendati demikian, Indonesia terus mendorong penggunaan EBT dan meningkatkan sarana pendanaan untuk proyek-proyek berkelanjutan.
Tidak sampai di situ, dalam pertemuan tersebut pun, Biden mengumumkan program-program baru dalam upayanya mengatasi krisis iklim. Salah satunya yakni, kedua negara berencana untuk menjalin kerja sama di bidang energi dan mineral berkelanjutan.
Biden sendiri bakal mengumumkan nota kesepahaman (MoU) mengenai pengembangan energi berkelanjutan dan pengembangan mineral. MoU ini ditujukan untuk memajukan kerja sama teknis mengenai sumber daya energi terbarukan, ketahanan jaringan listrik, dan praktik pertambangan yang bertanggung jawab.
"Dan mendukung pembangunan sektor mineral penting yang rendah emisi di Indonesia, mendukung tujuan JETP," tulis Gedung Putih, dikutip Selasa (14/11/2023).
Selain itu, kedua negara juga sepakat untuk menjalin kerja sama untuk mendukung pembangunan jaringan listrik mini terbarukan. Adapun, United States Trade and Development Agency (USTDA) berencana bermitra dengan PT PLN (Persero) dalam studi kelayakan jaringan listrik mini energi terbarukan di lima lokasi terpencil di Indonesia bagian timur.
Selanjutnya, guna memajukan perencanaan transisi energi di Indonesia, United States Agency for International Development (USAID) akan mendukung Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mengembangkan rencana transisi energinya.
Departemen Energi AS berencana bekerja sama dengan Indonesia melalui Net Zero World Initiative untuk mengevaluasi skenario penghentian penggunaan batu bara, penetapan harga energi terbarukan, dan pemodelan elektrifikasi. Kedua upaya tersebut bertujuan untuk mempercepat integrasi sumber EBT dan mendukung reformasi kebijakan berdasarkan Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif JETP.
Berikutnya, kedua negara juga sepakat untuk menggenjot pengembangan proyek penangkapan karbon dan penyimpanan karbon alias Carbon Capture and Storage (CCS). Untuk proyek ini, kedua negara telah bermitra dalam rencana kerja bilateral untuk mengidentifikasi rancangan undang-undang dan peraturan untuk memajukan sektor penangkapan dan penyimpanan karbon.
Saat ini, Kementerian ESDM sedang menyusun Peraturan Presiden tentang Penerapan CCS. Hal ini dilakukan mengingat potensi CCS di Indonesia cukup besar. Sebagai gambarannya, Indonesia memiliki potensi CCS hingga mencapai 400 giga ton.
Oleh karena itu, CCS dapat dimanfaatkan untuk mendukung penurunan emisi yang tidak hanya untuk migas, industri dalam negeri, tetapi juga dapat mendukung dekarbonisasi di kawasan melalui CO2 lintas batas.
Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM Mirza Mahendra mengungkapkan tidak hanya pengembangan teknologi, dukungan kebijakan ekonomi dan infrastruktur juga diperlukan untuk mengurangi dan mencapai emisi.
Kementerian ESDM bekerja sama dengan Badan Usaha Hulu Migas memiliki 15 proyek CCS/CCUS yang sedang diteliti dan dipersiapkan. Tangguh CCUS di Papua Barat ditargetkan akan on-stream pada tahun 2026 atau 2027, namun sebagian besar proyek ditargetkan akan on-stream sekitar tahun 2030.
Selain perihal EBT, dalam mengatasi krisis iklim, Biden menyatakan program iklim baru salah satunya yakni berinvestasi dalam pembangunan cerdas dan berkelanjutan di Nusantara.
Berdasarkan bantuan teknis USAID untuk mengembangkan pedoman bangunan pintar dan pengelolaan ruang hijau, USTDA dan Departemen Perdagangan AS berencana mendanai misi perdagangan Indonesia ke Amerika dan misi pengembangan bisnis AS ke Indonesia untuk membahas praktik terbaik seiring rencana Indonesia untuk IKN.
Peran USTDA terhadap Indonesia
Secara historis, USTDA punya peranan penting terhadap Indonesia. Pada Maret 2023, Indonesia dan AS mengumumkan kerja sama strategis untuk pengembangan Indonesia dalam program energi bersih nuklir, Sabtu (18/3/2023).
Melalui Forum Bisnis Kamar Dagang dan Industri Indo-Pasifik di Bali, kerja sama itu diteken guna mendukung upaya Indonesia dalam menggunakan teknologi reaktor modular kecil alias small modular reactor (SMR) untuk memenuhi keamanan energi dan iklim.
Melalui perjanjian tersebut, USTDA memberikan hibah kepada PLN Indonesia Power untuk membantu menilai kelayakan teknis dan ekonomi pembangkit listrik tenaga nuklir yang diusulkan di Kalimantan Barat.
Hal tersebut akan mencakup rencana pemilihan lokasi, rancangan pembangkit listrik dan sistem interkoneksi, penilaian dampak lingkungan dan sosial awal, penilaian risiko, perkiraan biaya, dan tinjauan peraturan.
Selain itu, kerja sama ini akan mencakup pendanaan baru, yakni US$1 juta atau sekitar Rp15,5 miliar (asumsi kurs Rp15.485/US$) untuk pembangunan kapasitas bagi Indonesia berdasarkan kerja sama yang sudah berjalan di bawah Program Infrastruktur Dasar Departemen Luar Negeri AS untuk Penggunaan Teknologi SMR yang Bertanggung Jawab (FIRST).
Hal ini mencakup dukungan di berbagai bidang, seperti pengembangan tenaga kerja, keterlibatan pemangku kepentingan, regulasi, dan perizinan.
Bulan Mei 2023, USTDA memberikan hibah kepada PT Medco Power Indonesia (Medco), pengembang energi swasta Indonesia, untuk studi kelayakan guna membantu pengembangan pembangkit listrik tenaga angin berkapasitas 111 megawatt di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Proyek ini akan memfasilitasi penggantian sumber energi yang berpolusi tinggi dengan EBT.
Kajian USTDA akan memberikan Medco pengkajian sumber daya angin yang terperinci, analisis geoteknik awal, desain pembangkit listrik dan sistem interkoneksi, kajian integrasi jaringan listrik, kajian awal dampak lingkungan dan sosial, kajian risiko, analisis biaya dan ekonomi, dan analisis dampak lingkungan dan sosial.
Pada Juli 2023, USTDA juga memberikan hibah kepada PT Super Sistem Data (Super Sistem) untuk studi kelayakan guna mendukung pembangunan sistem kabel serat optik bawah laut domestik yang akan menambah kapasitas internet pita lebar (broadband) kritis di daerah terpencil dan tertinggal di Indonesia. Super Sistem memilih APTelecom yang berbasis di Florida untuk melakukan penelitian.
Track record yang baik dari USTDA pada Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal pula di IKN dari berbagai sektor.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)