
Ganjar Bingung RI Masih Impor Bawang Putih, Karena Makelar?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bakal calon Presiden (Capres) RI, Ganjar Pranowo menyoroti produksi bawang putih dalam negeri yang terus menyusut padahal konsumsi terus naik, alhasil pemerintah masih harus impor. Padahal, kata Ganjar pemerintah bisa menugaskan perguruan tinggi atau para peneliti untuk membantu pengembangan varian bawang putih yang cocok di Indonesia.
"(Produksi) Termasuk bawang putih, merosot terus. Ayo siapa yang bermain? Makelar. Maka petani diminta menanam itu nggak mau. Apa komentarnya? Karena bukan tanaman kita, sulit, ini tanaman subtropis. Ada perguruan tinggi, kasih penugasan," kata Ganjar dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia yang diselenggarakan oleh INDEF dan CNBC Indonesia, Rabu (8/11/2023).
Ganjar menyampaikan pendapatnya tersebut saat ditanya mengenai kebijakan pangan seperti apa yang akan dia berlakukan jika terpilih menjadi Presiden RI.
Melansir data Statistik Hortikultura dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, produksi bawang putih pada 2022 mencapai 30,58 ribu ton. Nilai tersebut susut 32,18% dibandingkan tahun sebelumnya. Jika melihat secara historis dari 2019 hingga 2022 produksi bawang putih Tanah Air terus menyusut.
Produksi bawang yang terus menyusut kontras dengan tingkat konsumsi yang tinggi, bahkan tingkat partisipasi tiap rumah tangga terhadap bawang putih ini mencapai 91,79%. Hal tersebut semakin tercermin dengan konsumsi bawang putih tiap tahun yang bergerak dalam tren naik.
Berdasarkan data di atas, nampak bahwa konsumsi bawang putih pada 2022 mencapai 554,02 ribu ton. Jumlah tersebut mencapai lebih dari 18 kali lipat apabila dibandingkan dengan produksi bawang putih di tahun yang sama sebesar 30,58 ribu ton.
Ketimpangan antara konsumsi dengan produksi tersebut menyebabkan pemerintah masih perlu impor bawang putih untuk memenuhi konsumsi domestik.
Melansir data Statistik Hortikultura, impor bawang putih masih didominasi dari China pada 2022 mencapai 574 ribu ton, setara US$ 613,8 juta, kemudian diikuti Amerika Serikat sebanyak 330 ton (US$ 2,37 juta) dan India sebanyak 92,29 ton (US$ 77,91 ribu).
Terkait produksi, Ganjar menyatakan pemerintah seharusnya bisa menugaskan perguruan tinggi atau para peneliti untuk membantu pengembangan varian bawang putih yang cocok di Indonesia.
Ganjar Pranowo juga meminta Perum Bulog dikembalikan pada fungsinya. Dengan begitu, kata dia, bisa mencegah terjadinya praktik oligopoli pangan di dalam negeri.
"Kita bikin sama IPB, bawang putih di Brebes, di Tegal. Maka, gimana supaya tak terjadi oligopoli? Kembalikan Bulog ke fungsi awal. Pangan jangan dilempar ke pasar. Pangan harus dikuasai negara, karena ini hidup mati bangsa," cetusnya. '
![]() Bawang Putih (CNBC Indonesia/Tri Susilo) |
Selain itu, dia menambahkan, pemerintah juga bisa mempertimbangkan mengajak Malaysia dan Brunei Darussalam membangun industri pupuk di Kalimantan.
"Kita lakukan perbaikan, kita kembalikan orientasi, membangun ketimbangan wilayah. Saya senang Kalimantan dibangun. Ada infrastrukturnya, kawasan khususnya," katanya.
"Bicara pertanian yang saat ini pupuknya sampai saat ini masih jadi masalah berat, kenapa nggak bangun industri pupuk di Kalimantan, dengan Malaysia dan Brunei Darussalam? Supaya suplainya dekat, supaya nggak oligopoli," pungkas Ganjar.
Bawang putih merupakan salah satu komoditas yang kerap disorot karena impornya yang tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor bawang putih memang menurun tetapi masih besar. Volume impor bawang putih pada 2022 turun 5,8% menjadi 574.638 ton sementara nilai impor menyusut 9,6% menjadi US$ 616,31 juta.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)