
Marak Perang & Geopolitik Panas, Apa Strategi Anies-Ganjar-Prabowo?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan geopolitik menekan ekonomi global dalam dua tahun terakhir. Memanasnya situasi geopolitik dikhawatirkan bertahan pada tahun ini sehingga presiden baru Indonesia mesti bersiap.
Persoalan ketegangan geopolitik akan dibahas masing-masing tim sukses (timses) calon presiden (capres) Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo.
Mereka akan berdiskusi dalam programYour Money Your Vote di CNBCIndonesiadengan tema "Marak Perang & Ketidakstabilan Geopolitik Global. Apa Strategi Ekonomi Capres-Cawapres? hari ini, Rabu (3/1/2023), pada pukul 19:30 WIB.
CNBC Indonesia TV dapat juga disaksikan melalui siaran TV digital channel 40 untuk wilayah Jabodetabek Banten, dan Transvision channel 805.
Perang Rusia vs Ukraina, Israel vs Hamas Buat Komoditas Melambung
Perang Rusia-Ukraina meletus pada 24 Februari 2022 dan melambungkan harga komoditas energi dan pangan ke level yang belum pernah tercatat sebelumnya.
Sejumlah komoditas bahkan mencatat rekor tertingginya pada awal Maret 2022. Harga nikel menembus US$ 27.000/ton pada 4 Maret 2022 dan melewati level tertinggi di Februari 2011.
Pada 3 Maret 2022, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di level US$ 446/ton. Ini menjadi rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.
Pada 3 Maret 2022, harga minyak sawit (CPO) ditutup di MYR 6.808/ton, yang menjadi level penutupan tertinggi sejak 1980.
Pada 7 Maret 2022, minyak mentah jenis Brent meroket hingga nyaris menembus US$ 140/barel, tepatnya US$ 139,13/barel. Level tersebut merupakan yang tertinggi dalam 13 tahun terakhir, tepatnya sejak 15 Juli 2008.
Perang Rusia-Ukraina memicu lonjakan harga komoditas energi dan pangan karena posisi strategis kedua negara. Rusia adalah eksportir terbesar kedua minyak mentah, ketiga untuk batu bara, serta produsen utama gas dunia.
Rusia dan Ukraina memasok 28% dari total pasar ekspor gandum dunia. Konflik di negara tersebut jelas membuat banyak negara pengimpor seperti Indonesia harus mencari pemasok lain selama kedua negara berkonflik.
Dengan posisi yang strategis itu pula, perang Rusia-Ukraina dampaknya sangat terasa kepada penduduk dunia. Inflasi di sejumlah negara menembus rekor tertinggi dalam sejarah atau puluhan tahun.
Inflasi AS menembus 9,1% (year on year/yoy) pada Juni 2022 yang menjadi rekor tertinggi salaam 40 tahun. Rekor inflasi dalam lebih dari 40 tahun juga dicatat Jerman dan Inggris.
Indonesia juga harus menanggung derita pahit. Harga minyak goreng dan gandum melejit. Pemerintah juga harus mengerek harga BBM subsidi pada September 2022 hingga membuat inflasi terbang 5,95% (yoy) pada September 2023. Inflasi tersebut adalah yang tertinggi sejak Oktober 2015 (6,25%).
Sementara itu, perang Israel vs Hamas meletus pada 7 Oktober 2023. Perang sempat melambungkan harga minyak dan emas tetapi dampaknya tidak bertahan lama. Baik Israel dan Palestina tidak memiliki produk komoditas hulu yang berkontribusi penting terhadap dunia.
Merujuk pada Refinitiv, harga komoditas dengan peningkatan terbesar adalah gas alam Eropa yakni melonjak 41,2% sepekan disusul dengan minyak brent yakni 7,46%.
Harga batu bara naik 6,46% sepekan, emas melesat 5,42% sementara harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) melesat 3,85%.
Lonjakan harga komoditas pada 2022 dan 2023 membuat bank sentral di hampir seluruh dunia mengerek suku bunga. Bank sentral Amerika Serikat (AS) mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 menjadi 5,25-5,50%.
BI melakukan hal yang sama dengan menaikkan suku bunga sebesar 250 bps sejak Agustus 2022 menjadi 6,0%.
Proteksionisme Pangan
Lonjakan harga energi dan pangan membuat sejumlah negara melarang ekspor produk pangan. Proteksionisme tersebut sangat terasa sejak Perang Rusia-Ukraina meletus dan El Nino menyerang.
Menelisik lebih dalam menurut (Laborde dan Mamun, 2022) melacak ada 22 negara yang menerapkan pembatasan pada berbagai produk pangan hingga akhir 2023, kecuali untuk produk kacang kedelai Rusia pembatasan dilakukan hingga akhir 2024 mendatang.
Organisasi pangan dunia Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO), juga meramalkan tahun 2050 mendatang, dunia akan menghadapi potensi bencana kelaparan akibat perubahan iklim sebagai konsekuensi dari menurunnya hasil panen dan gagal panen.
"Perang" pangan menjadi ancaman tersendiri bagi hubungan perdagangan internasional ke depan.
Dunia Hadapi Tahun Politik di 2024
Suhu politik dunia diproyeksi memanas pada tahun ini karena banyaknya negara yang menggelar hajatan pemilu baik parlemen atau presiden/perdana menteri.
Dilansir dari Times, setidaknya ada 64 negara, termasuk anggota Uni Eropa, akan menggelar pemilu tahun ini. Hajatan besar tersebut akan melibatkan sekitar 49% populasi di dunia serta 60% Produk Domestik Bruto (PDB) dunia.
Beberapa pemilu yang akan menjadi perhatian dunia adalah pemilu AS pada November, pemilu India pada April/Mei, pemilu Indonesia pada Februari, pemilu Rusia pada Maret.
Allianz Research dalam laporannya Looking Back, Looking Forward: Global Economic Outlook 2023-25 menyebut ketidakpastian kebijakan ekonomi akan meningkat 13% lebih tinggi pada bulan sebelum dan sesudah pemilu.
Ketidakpastian meningkat karena ada polarisasi pandangan hingga sikap wait and see investor. Banyaknya pemilu dan polarisasi inilah yang bisa menekan kembali perekonomian global.
Perang Pengaruh China-AS di Indo Pasifik
Landskap geopolitik dunia mengalami beragam dinamika menarik dalam beberapa tahun belakangan. Ini terjadi saat dua rival bebuyutan, China dan Amerika Serikat (AS.
China belakangan ini mulai muncul sebagai 'matahari baru' dalam perpolitikan global. Beijing juga telah meluncurkan berbagai proposal untuk keamanan dan pembangunan global. Ini dibuktikan dengan proyekBelt and Road(BRI) yang dialamatkan untuk membantu pembangunan infrastruktur di negara-negara berkembang dunia, termasuk di kawasan Asia Pasifik.
Perang dagang AS - Tiongkok yang berlangsung sejak 2017 juga telah mendorong terjadinya fenomena "the US - China Decoupling" yang akan berdampak signifikan pada negara-negara berkembang.
Fenomena decoupling merujuk pada situasi di mana AS dan Tiongkok semakin tidak saling bergantung satu dengan lainnya.
Faktor pemicu peningkatan decoupling adalah terkait isu keamanan (security concern) dan defisit perdagangan di AS yang menyebabkan meningkatnya tensi geopolitik serta trade barrier antara kedua negara.
Decoupling akan berdampak negatif ke negara-negara berkembang. Decoupling juga memicu ketegangan geopolitik diantara negara-negara berkembang, termasuk di kawasan Asia Pasifik.
Kawasan Asia Pasifik menjadi panggung utama dunia di tengah tingginya ekonomi kawasan serta kebangkitan China sebagai raksasa ekonomi dan militer.
AS juga tak mau kehilangan pamor di kawasan tersebut hingga akhirnya membentuk pakta pertahanan AUKUS bersama Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.
Visi Misi Capres dalam Isu Internasional
Ketiga capres menempatkan isu internasional sama pentingnya dengan isu nasional. Dalam visi dan misi Anies, Prabowo, ataupun Ganjar, mereka secara khusus membahas isu internasional.
Yang menarik, ketiganya sama-sama bersuara keras mengenai kemerdekaan Palestina. Ada beberapa perbedaan fokus yang diangkat dalam visi misi capres di isu internasional.
Anies lebih banyak membahas kerja sama ekonomi dan bagaimana kerja sama ekonomi itu harus menguntungkan Indonesia. Secara khusus, Anies juga menyuarakan keseimbangan peran China.
Prabowo sangat mengedepankan pentingnya mengembalikan kewibawaan Indonesia di mata internasional serta pentingnya penguatan pertahanan.
Sementara itu, Ganjar berfokus pada upaya Indonesia untuk menjadi rantai pasokan global serta pentingnya politik bebas aktif.
