
Saham Minyak Berguguran, Ini Bocoran Kapan Akan Bangkit Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten migas kembali tertekan usai sempat menguat dalam jangka pendek di awal Oktober 2023. Penurunan saham sejalan dengan melandainya harga minyak mentah setelah sebelumnya tersengat kekhawatiran akan dampak perang Israel-Hamas.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT Medco Internasional Tbk (MEDC) mengalami penurunan tertajam pada Rabu (25/10/2023), yakni minus 5,10%. Dalam sepekan, saham MEDC ambles 10,86%. Sebelum loyo, saham MEDC sempat melonjak 19% pada 9-20 Oktober lalu usai harga minyak mendidih di tengah konflik Timur Tengah.
Demikian pula, saham RUIS dan APEX juga melemah 2,08% dan 2,63% pada Rabu. Saham ENRG juga turun 0,83% secara harian pada Rabu dan anjlok 6,98% dalam sepekan belakangan.
Sementara, harga minyak mentah dunia kompak usai penurunan tiga hari beruntun. Harga minyak mentah WTI terkoreksi 0,20% di posisi US$83,57 per barel, begitu juga dengan minyak mentah brent dibuka turun 0,07% ke posisi US$88,01 per barel.
Pada perdagangan Selasa (24/10/2023), harga minyak mentah WTI ditutup anjlok 2,05% di posisi US$83,74 per barel, begitu juga dengan minyak mentah brent ditutup lemas 1,96% ke posisi US$88,07 per barel. Namun, harga minyak kembali naik pada perdagangan Rabu (25/10/2023) di mana minyak WTI ditutup menguat 1,9% US$ 85,31 per barel sementara minyak brent naik 2,4% ke US$ 90,13 per barel.
Meski naik tetapi perlambatan ekonomi di sejumlah negara bisa menekan kembali harga minyak. Data ekonomi Jerman melambat, zona euro dan Inggris membebani prospek permintaan energi. Data aktivitas bisnis zona Euro secara mengejutkan mengalami penurunan pada bulan ini. Hal tersebut memungkinkan zona Euro akan tergelincir ke dalam resesi.
Data di Jerman menunjukkan bahwa resesi di negara tersebut sedang berlangsung. Dunia usaha di Inggris kembali melaporkan penurunan aktivitas bulanan, menyoroti risiko resesi menjelang keputusan suku bunga Bank of England (BoE) pada minggu depan.
Para pelaku pasar memprediksi akan ada dialog mengenai kondisi ekonomi global yang menjadi lebih buruk minggu ini dibandingkan minggu lalu.
Berbeda dengan Eropa, data AS menunjukkan output bisnis meningkat pada bulan Oktober karena sektor manufaktur keluar dari kontraksi lima bulan. Kekuatan relatif ekonomi AS membantu mengangkat dolar, membuat minyak mentah dunia dalam mata uang dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Meskipun pasar masih di hantui kekhawatiran terhadap perang di Timur Tengah dan upaya Arab Saudi untuk memperketat pasokan, permintaan juga masih menjadi hambatan besar untuk sementara waktu.
Namun, laporan penyimpanan mingguan American Petroleum Institute menunjukkan penurunan besar dalam persediaan minyak mentah dan bahan bakar pada minggu lalu, yang mengindikasikan kuatnya permintaan di negara tersebut.
Sementara itu, pembebasan sandera dari Gaza dan mengintensifkan upaya diplomatik untuk membendung konflik antara Israel dan Hamas juga telah menghilangkan risiko yang membantu mendorong harga Brent ke level tertinggi dalam sebulan pada Jumat pekan lalu.
Badan Energi Internasional memperkirakan permintaan bahan bakar fosil akan mencapai puncaknya pada 2030 berdasarkan kebijakan pemerintah saat ini.
Saham migas RI masih belum akan memiliki potensi upside yang baik dalam jangka pendek lantaran pergerakan harga minyak yang terkoreksi, kecuali apabila Konflik Timur Tengah semakin meluas.
Kabar baiknya, valuasi sejumlah saham emiten migas terbilang murah (seperti MEDC dan ENRG) sehingga memberikan keamanan untuk berinvestasi dalam horizon yang lebih panjang.
Proyeksi Harga Minyak
Dalam Outlook Energi Jangka Pendek (STEO) bulan Oktober, Administrasi Informasi Energi AS (EIA) memperkirakan harga spot Brent rata-rata tahunan pada tahun 2024 memperkirakan rata-rata harga spot Brent tahunan pada tahun 2024 adalah US$ 95/barel, US$ 7/barel lebih tinggi dari perkiraan bulan sebelumnya.
Harga minyak mentah Brent rata-rata US$ 94/barel di bulan September, US$ 8/bbl lebih tinggi dibandingkan bulan Agustus dan US$ 19/bbl lebih tinggi dibandingkan bulan Juni.
Harga minyak naik pada September setelah Arab Saudi memperpanjang pengurangan produksi minyak mentah secara sukarela hingga akhir tahun dan persediaan minyak mentah komersial AS turun ke level terendah sejak awal tahun 2022 pada akhir September.
EIA memperkirakan harga minyak mentah akan naik dalam beberapa bulan mendatang, mencerminkan ekspektasi pengetatan keseimbangan di pasar minyak global.
Berdasarkan penilaian saat ini, EIA mengantisipasi penurunan persediaan minyak global secara bertahap sebesar 200.000 barel per day (bpd) selama paruh kedua tahun 2023.
EIA menunjukkan bahwa pengurangan persediaan akan terus berlanjut pada tingkat ini sepanjang kuartal pertama tahun 2024 karena pengurangan produksi OPEC+, yang mempertahankan penurunan persediaan minyak global. tingkat produksi minyak di bawah permintaan global.
Selama tiga kuartal sisa tahun 2024, persediaan diperkirakan akan tetap relatif seimbang, karena pertumbuhan konsumsi minyak global melambat sementara produksi meningkat.
Akibatnya, EIA memproyeksikan harga spot Brent akan rata-rata US$ 91/bbl pada kuartal keempat tahun 2023 dan naik menjadi rata-rata US$ 96/barel pada kuartal kedua 2024, dengan sedikit tekanan penurunan harga yang muncul pada paruh kedua tahun 2024.
Pasokan Minyak
Pertumbuhan pasokan minyak mentah global terbatas pada 2023 karena pengurangan produksi sukarela dari Arab Saudi dan penurunan target produksi dari negara-negara OPEC+ lainnya.
EIA memperkirakan negara-negara yang tergabung dalam perjanjian OPEC+ akan secara kolektif mengurangi produksi minyak mentah mereka sebesar 1,4 juta bpd pada tahun 2023, sebagian mengimbangi pertumbuhan produksi sebesar 2,7 juta bpd oleh produsen non-OPEC+.
Selain itu, proyeksi EIA menunjukkan bahwa produksi minyak mentah OPEC+ akan mengalami penurunan rata-rata tambahan 300.000 bpd pada 2024. Perkiraan ini mengasumsikan perpanjangan pengurangan produksi sukarela dari Arab Saudi hingga 2024 dan produksi keseluruhan dari negara-negara OPEC+ tetap di bawah target.
EIA memperkirakan produksi bahan bakar cair global (minyak mentah dan cairan lainnya) akan meningkat sebesar 1,3 juta bpd pada 2023 dan sebesar 900.000 bpd pada tahun 2024. Produksi non-OPEC akan meningkat sebesar 2,2 juta b/d pada tahun 2023, lebih dari sekadar mengimbangi penurunan produksi OPEC.
Pertumbuhan produksi di luar OPEC didorong oleh dimulainya proyek baru di Amerika Utara dan Amerika Selatan. Produksi non-OPEC diproyeksikan tumbuh sebesar 1 juta b/d pada tahun 2024, dengan proyek-proyek baru di Guyana dan Brasil berkontribusi terhadap pasokan, di samping peningkatan produksi di Amerika Serikat dan Kanada.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(RCI/RCI)