Your Money Your Vote

Mencari Sosok Pemimpin Negeri Idaman Pengusaha

mae, CNBC Indonesia
25 October 2023 11:30
Foto kolase Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan. (CNBC Indonesia)
Foto: Foto kolase Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan. (CNBC Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden baru Indonesia akan dihadapkan pada tugas berat untuk menyelesaikan sejumlah persoalan yang selama ini menjadi kendala di dunia usaha.

Bakal calon presiden (bacapres) dan bakal wakil calon presiden (bacawpres) yang akan maju ke pemilihan presiden (pilpres) 2024 sudah lengkap. Bacapres dari Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto akan menggandeng Gibran Rakabuming Raka.

Bacapres dari PDI-Perjuangan Ganjar Pranowo akan maju bersama Mahfud MD. Sementara itu, Anies Baswedan yang didukung Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Kebangkitan Bangsa akan maju bersama Muhaimin Iskandar.
Dengan sudah lengkapnya bacapres dan bacawapres 2024 maka masyarakat kini menunggu program dan janji kampanye apa yang akan mereka tawarkan. Termasuk di dalamnya adalah janji kampanye kepada pengusaha.

Terkait dengan harapan pengusaha kepada presiden baru, CNBC Indonesia TV akan mengulasnya secara khusus dalam program Your Money Your Vote pukul 19:30 WIB. CNBC Indonesia TV dapat juga disaksikan melalui siaran TV digital channel 40 untuk wilayah Jabodetabek Banten, dan Transvision channel 805 atau klik link berikuthttps://www.cnbcindonesia.com/tv.

YMYVFoto: CNBC
YMYV

 

Dalam berbagai kesempatan, pengusaha dan pelaku usaha sudah membeberkan harapannya kepada presiden baru. Presiden baru diharapkan bisa menjamin stabilitas ekonomi dan politik demi keberlanjutan ekonomi. Salah satunya adalah dengan tidak melakukan perubahan yang sangat drastis pada kebijakan ekonomi.

Mereka juga berharap presiden baru bisa menyelesaikan sejumlah persoalan yang selama ini menjadi ganjalan besar, terutama kemudahan berusaha.
Pelaku usaha juga menunggu bagaimana presiden baru mengatasi tingginya biaya logistik serta insentif untuk mendongkrak investasi serta mengurangi biaya produksi.

Stabilitas Demi Pertumbuhan Ekonomi Tinggi
Rata-rata ekonomi Indonesia tumbuh sekitar 4,12% di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). 
Dengan rata-rata tumbuh 4,12% maka realisasi pertumbuhan ekonomi akan melenceng jauh dari yang ditetapkan dalamRencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN) 2020-2024.

Pada dokumen RPJMN disebutkan jika ekonomi Indonesia diperkirakan akan mencapai 6,6-7% pada 2024. PDB per kapita Indonesia pada 2022 mencapai mencapai Rp71,0 juta atau US$4.783,9.
Dalam hitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Indonesia butuh tumbuh 6-7% untuk bisa menjadi negara maju dan keluar dari jebakan kelas menengah.
Dengan target pertumbuhan sebesar tersebut, Indonesia jelas membutuhkan stabilitas ekonomi dan politik untuk memastikan kondisi pasar keuangan ataupun aktivitas bisnis tidak terganggu.

Perubahan yang drastis di bidang ekonomi atau regulasi akan mengganggu iklim dunia usaha serta menurunkan minat investor asing untuk membangun bisnis di Tanah Air.

Salah satu pertanyaan besar pelaku usaha kepada bacapres saat ini adalah keberlanjutan program Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pelaku usaha kini menunggu seberapa besar bacapres berniat melanjutkan hilirisasi, reformasi structural, peningkatan daya saing, pembangunan infrastruktur, perbaikan perizinan, pemberian bantuan sosial, hingga pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Kemudahan Berusaha dan Reformasi Birokrasi, Syarat Wajib Mendongkrak Investasi

Kemudahan berusaha dan birokrasi yang efisien adalah syarat wajib bagi Indonesia untuk bisa mendongkrak investasi sekaligus bersaing dengan negara lain. Sayangnya, kinerja keduanya masih jauh dari memuaskan.

Indonesia menempati peringkat 73 dalam rangking Ease Doing Business 2023 dari 190 negara. Peringkat Indonesia tersebut stagnan dari 2018. Peringkat Indonesia hanya ada di urutan enam di kawasan ASEAN, kalah dari Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei, hingga Vietnam.

Dari 10 indikator penilaian, pencapaian terbaik Indonesia ada pada kemudahan memperoleh sambungan listrik. Data ini ditunjang dengan pencapaian rasio elektrifikasi nasional yang sudah mencapai 99,72% per Juni 2023.

Penilaian terburuk Indonesia ada pada kemudahan memulai usaha.

Kemudahan usaha atau ease doing business menjadi persoalan besar di Indonesia karena beragam kendala mulai dari tumpang tindih peraturan, ego sektoral, ego regional, kepastian hukum, prosedur perizinan yang panjang, birokrasi yang berbelit-belit, hingga pungutan liar.

Kondisi tersebut membuat ongkos berusaha sangat mahal dan tidak efisien. Pemberian izin penggunaan lahan bahkan kerap menjadi sarang korupsi, terutama di daerah-daerah yang kaya sumber daya alam dan erat berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut modus korupsi paling banyak di dunia usaha adalah penyuapan. Sejak 2004 sampai 2021, ada 802 kasus penyuapan oleh pelaku dunia usaha.
Pemerintah menargetkan kemudahan berusaha bisa melonjak ke peringkat 40 dunia. Dengan target besar ini, presiden baru Indonesia mesti bekerja keras.

Reformasi birokrasi juga menjadi tantangan presiden baru Indonesia mengingat sangat beragamnya kualitas birokrasi di Indonesia. World Governance Indicator, yang salah satunya mengukur Indeks Efektivitas Pemerintah hanya memberi rangking 66,04 dari 200 negara. Peringkat tersebut memang lebih baik dibandingkan 2021 (53,33).

Meskipun meningkat, nilai Indonesia juah di bawah tetangganya seperti Singapura (100), Malaysia (90), ataupun Thailand (68,87).
Indeks Efektivitas Pemerintah menghitung penilaian dengan membandingkan seluruh negara. Nilai 0 adalah yang terendah sementara 100 menjadi yang tertinggi,


Pemangkasan Biaya Logistik
Biaya logistik di Indonesia masih jauh dari efisien. Berdasarkan perhitungan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), biaya logistik di Indonesia pada 2023 mencapai 14,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Namun dalam hitungan Bank Dunia, biaya logistik di Indonesia masih 23,8% dari PDB.

Tingginya biaya logistik berimbas pada semakin mahalnya ongkos yang harus di bayar pengusaha dalam menjalankan aktivitas bisnis. Kualitas infrastruktur yang kurang memadai, banyaknya jalan yang rusak, lamanya dwelling time di pelabuhan, serta masih suburnya praktek pungli adalah sedikit dari persoalan dalam dunia logistic Indonesia.

Masih tidak efisiennya logistik Indonesia tercermin dari Logistics Performance Index (LPI) yang mengevaluasi efisiensi dan keberlanjutan sistem logistik suatu negara atau wilayah.

LPI tidak hanya dapat menggambarkan kinerja logistik suatu negara, tetapi juga dapat menjadi salah satu pertimbangan investor untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia.

Performa logistik Indonesia sepanjang 2023 kalah telak dari negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand dan Singapura. Logistics Performance Index (LPI) Indonesia pada 2023 turun ke peringkat 63, dari peringkat ke-46 pada 2018. Kinerja logistik Indonesia kalah dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Peringkat LPI Indonesia anjlok 17 peringkat dari peringkat 46 (2018) menjadi 63 (2023) dengan penurunan skor dari 3,15 menjadi 3,0. Dari enam dimensi LPI Indonesia 2018 dan 2023, yang mengalami kenaikan adalah Customs (dari 2,7 menjadi 2,8) dan Infrastructure (dari 2,895 menjadi 2,9).

Dari empat dimensi yang turun, penurunan terbesar pada dimensi Timelines (dari 3,7 menjadi 3,3) dan Tracking & Tracing (dari 3,3 menjadi 3,0), diikuti International Shipments (dari 3,2 menjadi 3,0), dan Logistics Competence & Quality (dari 3,1 menjadi 2,9).

Insentif dan Perpajakan, Pemanis yang Tetap Dibutuhkan
Insentif kerap diberikan sebagai pemanis untuk mendongkrak investasi serta mengurangi beban pengusaha, terutama di tengah perlambatan ekonomi.
Insentif untuk industri dan dunia usaha sudah banyak digelontorkan selama kepemimpinan Presiden Jokowi, mulai dari revisi tax holiday, super tax deduction, hingga pemangkasan pajak penghasilan (PPh) badan.

Di sektor properti, insentif sudah berkali-kali diberikan dalam bentuk Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti sebesar 100% bagi hunian dengan nilai jual sampai dengan Rp2 miliar dan PPN DTP sebesar 50% diberikan pada hunian dengan nilai jual Rp2-5 miliar.

Insentif tersebut diberikan beberapa periode seperti Maret 2021-September 2022. PPN DTP untuk rumah di bawah Rp2 miliar akan diberlakukan hingga tahun depan.
Dalam upaya mendongkrak penggunaan energi hijau, pemerintah juga sudah memberikan beragam insentif seperti pembebasan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan berbasis listrik dan baterai.

Pemerintah juga masih mempersiapkan banyak insentif pada tahun depan. Di antaranya adalah insentif khusus bagi industri yang rentan Putus Hubungan Kerja (PHK), khususnya di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang berada di Kawasan Berfasilitas, seperti di Kawasan Berikat/KB.

Kementerian Keuangan, pada pertengahan lalu, mengungkapkan pemerintah tengah menyiapkan insentif untuk beberapa sektor.
Fokus utama adalah sektor yang menghasilkan nilai tambah yang cukup kuat, misalnya hilirisasi dari sumber daya alam, sektor industri otomotif, sektor yang mempekerjakan banyak orang serta memberikan efek pengganda terhadap perekonomian secara luas, serta sektor yang tentunya mempekerjakan banyak orang.

Pemerintah juga sudah mengesahkan UU Cipta Kerja dan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) untuk mendongkrak aktivitas bisnis di Tanah Air. 

Dengan kondisi dunia yang masih diliputi ketidakpastian ke depan maka insentif tetap diperlukan. Karena itulah, gambaran insentif dari presiden baru tetap ditunggu.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mae/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation