CNBC Indonesia Research

Bursa Asia Pasifik Babak Belur, RI Lebih Baik vs China-Jepang

Putra, CNBC Indonesia
25 October 2023 08:30
A man walks past an electronic stock board showing Japan's Nikkei 225 index at a securities firm in Tokyo Wednesday, Dec. 11, 2019. (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Asia-Pasifik tertekan selama sepekan hingga sebulan belakangan. Bursa negara mana yang mengalami penurunan tertajam?

Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ternyata tidak begitu buruk dibandingkan sejumlah negara Asia lainnya. IHSG terkoreksi 1,91% dalam sepekan dan ambles 2,74% dalam sebulan. Kinerja IHSG masih lebih baik dari, sebut saja, indeks ASX 200 Australia hingga Hang Seng Hong Kong dan KOSPI Korea Selatan (Korsel).

Sementara, VN-Index Vietnam mencatatkan kinerja terburuk, dengan anjlok 4,20% dalam sepekan dan ambruk 8,34% dalam sebulan.

Kepala Strategi Makro dan Pasar, Divisi Analisis VNDIRECT Securities JSC (VNDIRECT), Đinh Quang Hinh, mengatakan, dikutip Vietnam News, sentimen negatif membebani pasar saham Vietnam karena nilai tukar mencapai level tertinggi sejak awal tahun seiring imbal hasil (yield) obligasi pemerintahan AS (US Treasury) yang meninggi hingga 5%.

Menurut Bank Dunia, perekonomian Vietnam diproyeksikan akan tumbuh hampir 5% tahun ini bahkan ketika pasar ekspor berkontraksi, kemudian kembali meningkat menjadi 6% pada 2025.

Namun, kondisi pasar saham Vietnam masih belum tergolong solid. John Paul Lech, manajer portofolio di Matthews Asia, dikutip Barron's, menyebut, masih belum banyak pilihan sektor yang menarik, 35 tahun setelah para pemimpin Komunis meluncurkan reformasi pasar.  Ada sekitar 50 perusahaan memiliki kapitalisasi pasar lebih dari US$1 miliar.

Menurut catatan Barron's, perusahaan multinasional mendominasi sektor ekspor yang sedang berkembang, menyumbang tiga perempat dari penjualan luar negeri Vietnam. Hal ini menyebabkan bursa dalam negeri terlalu terekspos terhadap bank dan pengembang real estat (setengah dari kapitalisasi pasar), yang pada gilirannya terkena dampak finansial dan administrasi yang semakin sulit.

Indeks SETi Thailand juga berada di teritorial negatif. SETi minus 3,54% dalam seminggu belakangan dan minus 7,20% dalam sebulan terakhir.

Wakil presiden senior di KGI Securities (Thailand), Rakpong Chaisuparakul, dikutip Bangkok Post, mengatakan sebagian besar investor di pasar saham Thailand turut dipengaruhi ketidakpastian pasar yang ada, termasuk kenaikan imbal hasil obligasi global dan situasi yang tidak menentu antara Israel dan Hamas.

Kenaikan yield US Treasury masih menjadi momok yang menghantui pasar negara berkembang. Imbal hasil US Treasury 10 tahun melesat ke 4,84%. Imbal hasil sedikit lebih tinggi dari sebelumnya yang ada di posisi 4,934% dan masih berada di level tertingginya dalam 16 tahun terakhir.

Imbal hasil Treasury AS naik karena investor terus menilai prospek suku bunga bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) yang lebih tinggi untuk jangka panjang. Pada Senin (23/10/2023), pukul 06.26 waktu AS atau 17.26 WIB, imbal hasil obligasi Treasury 10-tahun yang menjadi acuan pasar sempat menyentuh 5,012%. Sedangkan imbal hasil obligasi Treasury 30-tahun naik sekitar 8 basis poin menjadi 5,173%. Yield bergerak berbanding terbalik dengan harga obligasi.

Sebelumnya, Chairman bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell dalam pidatonya di acara Economic Outlook di Economic Club of New York (ECNY) Luncheon, New York, Kamis (19/10/2023), misalnya, mengatakan inflasi dan ekonomi masih terlalu tinggi.

Pernyataan ini mengisyaratkan jika The Fed akan menahan suku bunga acuan pada pertemuan mendatang meskipun tetap menekankan adanya potensi kenaikan di masa depan jika ekonomi dan inflasi AS masih panas.

Pasar menunggu hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) pada 31 Oktober-1 November waktu AS atau 1-2 November waktu Indonesia. Ekspektasi pasar kini mengarah pada keputusan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang akan menahan suku bunga.

Perangkat FedWatch Tool menunjukkan 6,8% pelaku pasar memperkirakan suku bunga akan ditahan di level 5,25-5,50% pada November mendatang. Artinya, hampir 100% pasar memperkirakan suku bunga akan tetap.

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(trp/trp)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation