Bursa Asia Dibuka Gak Kompak, Nikkei Ambles

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
24 October 2023 08:48
A man looks at an electronic stock board showing Japan's Nikkei 225 index at a securities firm in Tokyo Wednesday, Dec. 11, 2019. (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik dibuka beragampada perdagangan Selasa (24/10/2023), di mana investor masih cenderung wait and see memantau rilis data ekonomi di kawasan tersebut seperti data aktivitas manufaktur dan inflasi.

Per pukul 08:30 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang ambles 1,01%, Hang Seng Hong Kong melemah 0,65%, dan KOSPI Korea Selatan merosot 0,99%.

Sedangkan untuk indeks Shanghai Composite China menguat 0,31%, Straits Times Singapura terapresiasi 0,5%, dan ASX 200 Australia naik 0,18%.

Beberapa data ekonomi akan dirilis di Asia-Pasifik pada hari ini, seperti data aktivitas manufaktur (PMI manufaktur) Australia dan Jepang periode Oktober 2023 dan data inflasi produsen (producer price index/PPI) Korea Selatan periode September 2023.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung bervariasi terjadi di tengah terkoreksinya mayoritas bursa saham AS, Wall Street kemarin.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutupmelemah 0,58% dan S&P 500 turun 0,17%. Namun untuk indeks Nasdaq Composite berakhir menguat 0,27%.

Indeks Nasdaq Composite yang sarat teknologi mampu ditutup naik karena investor membeli sektor ini dengan laporan pendapatan besar yang akan segera hadir.

Investor juga akan mengawasi perilisan kinerja keuangan teknologi lainnya pada akhir pekan ini, dengan Meta melaporkan Rabu dan Amazon pada amis. Sedangkan IBM dan Intel yang merupakan salah satu nama teknologi terkenal lainnya yang menawarkan hasil kuartalan di akhir pekan ini.

Sekitar 30% dari perusahaan-perusahaan S&P 500 dijadwalkan untuk melaporkan kinerjanya pada minggu ini, yang merupakan bagian terbaru dari musim pendapatan yang sejauh ini lebih baik dari perkiraan Wall Street.

Sekitar 17% dari perusahaan S&P 500 telah melaporkan pendapatannya, dan tiga perempatnya telah membukukan pendapatan melebihi ekspektasi analis, menurut FactSet.

Pergerakan ini mengikuti sesi beragam di Wall Street karena investor terus mengamati imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun.

Yield Treasury tenor 10 tahun melewati level 5% untuk pertama kalinya sejak 2007 pada pekan lalu. Naiknya yield telah meningkatkan kekhawatiran terhadap keadaan perekonomian secara luas dan menekan pasar saham dalam beberapa pekan terakhir.

"Ekuitas cenderung sideways dan berada dalam mode kemunduran mengingat inflasi yang terus-menerus dan suku bunga yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama," kata Terry Sandven, kepala strategi ekuitas di US Bank Asset Management.

Sementara, pelaku pasar akan menantikan data pertumbuhan ekonomi AS akan dirilis pekan ini sebagai acuan laju pertumbuhan ekonomi global.

Semakin meningkatnya ekonomi AS akan dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi global, namun dapat menjadi indikator bahwa laju inflasi cukup sulit untuk dikendalikan.

Tingginya laju inflasi dapat menjadi sentimen negatif untuk pasar dengan suku bunga yang akan dapat kembali hawkish.

Sebagai catatan, ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) AS diperkirakan konsensus yang tercatat di Trading Economics sebesar 4,2% pada kuartal III-2023 secara tahunan (year-on-year/yoy), jauh lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya sebesar 2,1% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi AS akan menentukan pergerakan pasar global, pasalnya AS merupakan negara dengan PDB tertinggi di dunia.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Investor Masih Lakukan Aksi Profit Taking, Bursa Asia Lesu Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular