
Dipukul Kanan Kiri, IHSG Ambles Lebih dari 1% Sepekan

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) babak belur pekan lalu seiring sentimen negatif baik dari luar maupun dalam negeri.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG merosot ke bawah level psikologis 6.900, tepatnya di posisi 6.849, per 20 Jumat (20/10/2023). IHSG turun 1,12% selama sepekan.
Investor asing juga melakukan jual bersih (net sell) Rp2,49 triliun di pasar reguler dan melego saham-saham bank kakap macam BBCA (senilai Rp1,1 triliun), BBRI (Rp692,7 miliar), dan BMRI (Rp560,6 miliar). Ketiga saham ini masing-masing ambles 1,10%, 4,27%, dan 5,35% di periode tersebut.
Penurunan paling tajam IHSG di minggu lalu, yakni pada Kamis (19/10), sebesar minus 1,18%. Ini seiring Bank Indonesia (BI) mengumumkan kenaikan suku bunga acuan 25 basis points (bps) menjadi 6% yang di luar ekspektasi pasar.
Kenaikan yang mengejutkan ini menandai perubahan yang sangat cepat di ekonomi global, termasuk dalam menentukan suku bunga.Beberapa bank sentral juga secara mengejutkan menaikkan suku bunga tetapi banyak pula yang memilih bertahan atau bahkan memangkasnya.
Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG BI), BI 7 days reverse repo rate (BI7DRR) menetapkan untuk mengerek suku bunga ke level 6%. Suku bunga Deposit Facility juga naik menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75%. Keputusan ini berbeda dengan mayoritas proyeksi pelaku pasar yang memperkirakan bank sentral RI tersebut masih akan menahan suku bunga acuan di level 5,75%.
Kenaikan pada Kamis menjadi yang pertama sejak Januari 2023. BI sebelumnya mengerek suku bunga sebesar 225 bps dari 3,50% pada Juli 2022 menjadi 5,75% pada Januari 2023. BI kemudian menahan suku bunga acuan di 5,75% pada Februari-September 2023.
Kenaikan suku bunga ini berbanding terbalik dengan konsensus CNBCIndonesia.Dari 14 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, 13 instansi/lembaga memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%. Suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.
Satu lembaga memperkirakan kenaikan suku bunga sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6,0%.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan kenaikan suku bunga dilakukan untuk memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak mengingat tingginya ketidakpastian global serta sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk mitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor atau imported inflation sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3 plus minus 1% pada 2023 dan 2,5 plus minus 1% pada 2024.
Selain itu, tensi geopolitik yang kian memanas yang datang dari perang Israel dan Palestina membuat harga minyak sulit turun bahkan harga pangan masih tetap tinggi. Apalagi hingga saat ini, perang Rusia dan Ukraina belum juga usai. Hal tersebut membuat inflasi meningkat dan semakin sulit diturunkan sehingga kenaikan suku bunga menjadi solusinya.
Selain itu, kenaikan suku bunga BI ini juga merespons dari potensi hawkishdari bank sentral Amerika Serikat (The Fed) di akhir 2023. Perry mengatakan bahwa ada probabilitas sekitar 40% bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 bps di Desember 2023. The Fed akan menggelar pertemuan pada awal November mendatang.
Terlebih lagi di negara maju, termasuk AS, juga mengisyaratkan suku bunga yang akan tetap tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama (higher for longer).
Powell dalam pidatonya di acara Economic Outlook di Economic Club of New York (ECNY) Luncheon, New York, Kamis (19/10/2023), misalnya, mengatakan inflasi dan ekonomi masih terlalu tinggi.
Pernyataan ini mengisyaratkan jika The Fed akan menahan suku bunga acuan pada pertemuan mendatang meskipun tetap menekankan adanya potensi kenaikan di masa depan jika ekonomi dan inflasi AS masih panas.
Merespons hal tersebut, imbal hasil (yield) US Treasury tenor 10-tahun sempat menyentuh level 5% untuk pertama kali sejak Juli 2007.
Oleh karena itu, kenaikan suku bunga BI memberikan angin segar bagi pasar keuangan domestik untuk mencegah derasnya capital outflow, termasuk mencegah pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi belakangan ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)