Gawat! Pailit RI Meningkat, Ada 17 Saham Bisa Gulung Tikar

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
19 October 2023 13:40
Bursa Efek Indonesia
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kondisi perekonomian Indonesia masih cukup solid dan terkendali meskipun dihadapkan pada guncangan dan pelemahan global. Di tengah fluktuasi perekonomian dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal tiga diperkirakan tetap tumbuh positif didukung oleh inflasi yang terkendali, surplusnya neraca perdagangan, serta membaiknya daya beli masyarakat.

Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, diperkirakan kuartal III 2023 pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap di atas 5%. Kinerja APBN RI masih cukup solid dan kuat.

Sementara Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2023 mencapai 5,15%, dan untuk keseluruhan tahun, ekonomi Indonesia bisa sedikit di atas 5%.

Tercatat dalam lima tahun terakhir ekonomi Indonesia mampu bertahan di kisaran 5% pada tahun 2022. Sempat mengalami penurunan 2,10% pada masa Covid-19, namun pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu melakukan perbaikan dengan cepat sehingga bertumbuh kembali pada tahun 2021 sebesar 3,70% dan berhasil mencapai level 5,31% pada tahun 2022.

Adapun, hasil neraca perdagangan Indonesia periode September 2023 kembali surplus US$ 3,42 miliar. Surplus ini lebih tinggi dibandingkan Agustus 2023 yang sebesar US$ 3,12 miliar.

Meskipun tren surplus neraca perdagangan masih berlanjut hingga September 2023, Indonesia perlu mewaspadai menipisnya surplus perdagangan seiring dengan melemahnya harga komoditas di pasar global dan perlambatan kinerja perdagangan serta perekonomian global dibanding tahun lalu.

Namun, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia di level 52,3 pada September. Angka tersebut menurun dibandingkan posisi pada Agustus di 53,9.

tradingviewFoto: tradingview

Meski begitu, PMI Manufaktur Indonesia konsisten di atas level 50. Hal ini menunjukkan kondisi di sektor manufaktur membaik selama 25 bulan berturut-turut, meski pada September ini lajunya paling lambat sejak Mei.

Menurunnya PMI Manufaktur Indonesia tercermin dari tingginya permohonan kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Hal ini berarti masih banyak perusahaan yang mengalami kesulitan untuk bertumbuh maupun ekspansi karena terbatasnya dana, tingginya hutang hingga terancam bangkrut.

Menurut data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), dari lima pengadilan niaga yang ada di Indonesia, pada 2019 jumlah permohonan kepailitan dan PKPU tercatat hanya 435 pengajuan. Kemudian pada tahun 2020 angka permohonan kepailitan dan PKPU meningkat drastis menjadi 635 permohonan.

Diketahui pada tahun 2022 terdapat beberapa perusahaan besar yang tersandung gugatan mengenai permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan kepailitan, dimana kasusnya diproses di Pengadilan Niaga di Negeri (PN) Jakarta Pusat. Perusahan tersebut berasal dari perusahaan yang telah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni PT Sentul City Tbk (BKSL), PT Hanson International Tbk (MYRX), PT Global Mediacom Tbk (BMTR), dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES).

Kemudian, permohonan kepailitan dan PKPU mencapai puncaknya pada 2021 dengan 726 permohonan. Dan mulai turun pada tahun 2022 menjadi 625, hingga 14 Oktober 2023 menjadi 563 permohonan.

Namun data hingga 14 Oktober 2023 tersebut masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2019, hal ini menandakan masih banyak perusahaan dan para pelaku bisnis yang mengalami kesulitan bisnis hingga terancam mengalami kebangkrutan.

Berdasarkan data terupdate dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negara Jakarta Pusat, pada perdata kusus hingga 18 Oktober 2023 pukul 03.35 WIB, terdapat 3.431 perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Dalam 3.431 perkara terdapat beberapa perusahaan yang telah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) selaku pemohon, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) selaku pemohon, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) selaku pemohon, PT Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA) selaku pemohon, PT. Indofarma Tbk (INAF) selaku termohon, PT. Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) selaku termohon dan perusahaan lainnya yang dapat dilihat di website SIPP Pengadilan Negara Jakarta Pusat.

Kemudian, dalam catatan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada saham yang masuk dalam efek pada papan pemantauan khusus, terdapat 17 saham yang terdapat notifikasi khusus no.8 dimana perusahaan tercatat dalam kondisi dimohonkan PKPU, pailit, atau pembatalan perdamaian. Dan no.9 yang berisi anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material terhadap perusahaan tercatat, dalam kondisi dimohonkan PKPU, pailit, atau pembatalan perdamaian.

Sebagai informasi, terdapat beberapa perusahaan besar non-tbk di Indonesia pernah menghadapi kebangkrutan.

Pertama datang dari PT Sariwangi Agricultural Estates Agency (Sariwangi A.E.A) mengalami kebangkrutan setelah terjerat utang yang sangat besar pada tahun 2018. Sariwangi dinyatakan melanggar perjanjian perdamaian atau homologasi dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sebelumnya.

Kedua, PT Nyonya Meneer, salah satu perusahaan jamu terbesar di Indonesia, menutup pabriknya di Semarang pada tahun 2017. Nyonya Meneer bangkrut karena tidak mampu membayar utang sebesar Rp7,04 miliar kepada sejumlah kreditur.

Ketiga, Kodak yakni perusahaan fotografi yang berdiri sejak tahun 1892, mengalami kebangkrutan pada tahun 2012. Kodak tidak dapat bersaing dengan pesatnya kemajuan produk digital yang ditawarkan oleh para pesaingnya. Perusahaan ini tidak melakukan inovasi yang cukup dalam bisnis yang sangat kompetitif.

Dan terakhir, 7-Eleven (Sevel), anak perusahaan PT Modern Internasional Tbk (MDRN), resmi mengalami kebangkrutan pada tahun 2017. Penutupan seluruh gerai Sevel disebabkan oleh tingginya biaya operasional yang harus ditanggung perusahaan.

CNBC Indonesia Research

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation