
Warga Sipil & 5 Objek Penting Ini Haram Diserang Saat Perang

- Ratusan orang dilaporkan tewas dalam ledakan besar di sebuah rumah sakit yang ramai di Kota Gaza.
- Insiden itu merupakan kematian terbesar di wilayah yang diblokade tersebut dalam lima perang antara Hamas dan Israel sejak militan mengambil alih wilayah tersebut pada 2007.
- Lantas, apakah hal ini dibenarkan dalam aturan perang?
Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar memilukan kembali datang dari medan perang Israel vs Hamas. Ratusan orang dilaporkan tewas dalam ledakan besar di sebuah rumah sakit yang ramai di Kota Gaza.Insiden tersebut merupakan kematian terbesar di wilayah yang diblokade tersebut selama perang Israel-Hamas berlangsung.
Setidaknya 500 orang dilaporkan tewas dalam serangan udara Israel di Rumah Sakit Arab al-Ahli di Gaza pada Selasa (17/10/2023). Ini menjadi insiden paling mematikan sejak negara tersebut melancarkan pembalasan atas serangan kelompok Hamas pada 7 Oktober lalu.
Pertumpahan darah di rumah sakit tersebut terjadi 11 hari setelah perang baru antara Israel dan kelompok militan Palestina yang terus meningkat menjelang kunjungan Joe Biden ke wilayah tersebut, sehingga mempersulit upaya AS untuk menghentikan konflik yang meluas di Timur Tengah.
![]() Anak-anak Palestina yang terluka akibat serangan Israel dibawa ke Rumah Sakit Shifa di Kota Gaza pada Rabu, 12 Oktober 2023. (AP/Ali Mahmoud) |
Namun, sayangnya militer Israel membantah bertanggung jawab atas pengeboman tersebut. Mereka mengatakan bahwa intelijen militer menunjukkan rumah sakit terkena serangan roket yang gagal oleh kelompok Islam Palestina di wilayah tersebut.
Kejadian ini juga mengundang reaksi dari beberapa pihak di belahan dunia berikut rinciannya.
Yang bersangkutan seperti Israel juga memberikan komentar terkait hal ini. "Seluruh dunia harus tahu: Yang menyerang rumah sakit di Gaza adalah teroris biadab di Gaza, dan bukan IDF. Mereka yang secara brutal membunuh anak-anak kita juga membunuh anak-anak mereka sendiri," kata Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Sementara Juru Bicara Pasukan Pertahanan Israel mengatakan "analisis sistem operasional IDF menunjukkan bahwa rentetan roket ditembakkan oleh teroris di Gaza, yang melintas di dekat rumah sakit Al Ahli di Gaza pada saat serangan tersebut terjadi."
"Intelijen dari berbagai sumber yang kami miliki menunjukkan bahwa Jihad Islam bertanggung jawab atas kegagalan peluncuran roket yang menghantam rumah sakit di Gaza," katanya.
![]() Orang-orang memeriksa area rumah sakit Al-Ahli di mana ratusan warga Palestina tewas dalam ledakan yang saling menyalahkan oleh pejabat Israel dan Palestina, dan di mana warga Palestina yang meninggalkan rumah mereka berlindung di tengah konflik yang sedang berlangsung dengan Israel, di Kota Gaza, 18 Oktober , 2023. (REUTERS/Ahmed Zakot) |
Lantas apakah pengeboman rumah sakit seperti ini diperbolehkan dalam perang?
Sebuah perang dilakukan untuk menyelesaikan sengketa atau perselisihan yang sudah terjadi. Mereka menggunakan berbagai macam alat tempur dan senjata untuk saling menaklukan.Namun, ada beberapa hal yang dilarang saat berperang daan pelanggaran terjadi saat perang Israel dan Palestina- yang memakan korban seorang perawat Gaza, Razan Ashraf al-Najjar.
Adanya hukum humaniter Internasional atau hukum perang (laws of war) menjadi suatu norma yang harus dipatuhi oleh masyarakat internasional dalam perang dan konflik bersenjata. Aturan ini juga menjadi tolak ukur batas objek perang terhadap musuh, atau rakyat yang tidak ikut berperang.
Hukum humaniter ini juga merupakan upaya dalam mencegah kekejaman perang terkait dengan kemanusiaan dari perbuatan pembunuhan, kekerasan, dan pelecehan. Hukum ini juga mengatur secara ketat bagaimana batasan-batasan dan objek sasaran militer, meskipun menjadi sasaran pembalasan.
Inilah jajaran hal yang tidak boleh dilakukan selama perang.
1. Penyerangan Warga Sipil
Dalam aturan tersebut serangan dilarang di arahkan terhadap orang sipil. Melansir dari rcc.org penyerangan hanya boleh diarahkan kepada seluruh anggota angkatan bersenjata yang terlibat konflik, kecuali personel medis dan personel keagamaan.
Hukum tersebut juga menegaskan bahwa serangan tidak hanya mengacu pada operasi ofensif, melainkan mencakup semua tindak kekerasan terhadap musuh, baik dalam serangan (ofensif) maupun dalam pertahanan. Selain penganut penyerangan, hukum humaniter internasional juga melarang tindakan teror di kalangan masyarakat sipil, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 52 Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan.
2. Bangunan yang Mengandung Kekuatan Berbahaya dan Sangat Vital
Dalam hukum tersebut juga mengatur bahwa serangan konfliktidak boleh diarahkan ke bangunan yang mengandung kekuatan berbahaya.
Misalnya, serangan ditujukan kepada bangunan dan instalasi tertentu seperti bendungan, tanggul, pembangkit listrik tenaga nuklir, yang memungkinkan memiliki konsekuensi kemanusiaan luar biasa bagi penduduk sekitar perang.
3. Tenaga Medis dan rumah sakit
Selain penduduk sipil, pihak yang berperang ini juga dilarang menyerang tenaga medis. Dalam Hukum Humaniter Internasional Aturan 25, personil medis harus dihormati dan dilindungi dalam segala keadaan. Pasalnya, mereka kehilangan perlindungan ketika melakukan tindakan yang mencelakakan pihak musuh di luar fungsi kemanusiaan mereka.
Ketentuan tersebut juga mengatur bagi satuan medis, termasuk alat transportasi medis. Penyerangan yang diarahkan kepada personil dan objek medis yang menampilkan lambang pembeda dari Konvensi-konvensi Jenewa sesuai dengan Hukum Internasional juga dilarang.
Mengutip dari jurnal Analisis Yuridis Kapal Kesehatan (Bantu Rumah Sakit) Dalam Misi Kemanusiaan Masa Perang dan Damai, Endro Tri Susdarwono, 2019, kapal rumah sakit yang bertugas di sekitar area perang diperbolehkan untuk mengobati, merawat, dan memberikan pertolongan.
Bantuan medis tersebut ditujukan kepada siapapun yang membutuhkan, tanpa terkecuali dari pihak atau negara manapun. Sehingga di bawah hukum internasional, yakni dalam Konvensi Den Haag 1907 dan Konvensi Jenewa 1949 rumah sakit tidak diperbolehkan untuk diserang ataupun dijadikan sandera.
Tetapi, rumah sakit boleh digeledah dan diperiksa oleh pihak musuh untuk menangkap prajurit yang sudah dinyatakan sehat, sebagai tawanan perang. Selain itu, kapal rumah sakit juga dilarang menggunakan alat komunikasi yang terenskripsi dengan alasan transparansi.
4. Korban Perang
Dalam hal ini, perlindungan korban perang diatur dalam Konvensi Jenewa 1949. Dikutip dari scholarhub.ui.ac.id, konvensi ini mengatur perlindungan korban perang ketika amukan perang berlangsung hingga berakhir. Konvensi itu juga menitikberatkan pada penyelamatan pihak korban, baik anggota angkatan perang yang terluka, sakit, korban karam maupun penduduk sipil.
5. Benda Cagar Budaya
Pihak yang berperang juga dilarang melancarkan serangan militer ke benda cagar budaya, baik monumen arsitektur atau sejarah, buku, museum, situs arkeologi, karya seni, perpustakaan, dan bangunan lain yang mengandung warisan budaya. Aturan ini diciptakan untuk mengantisipasi kerusakan benda cagar budaya yang tak tergantikan, khususnya selama pengeboman udara skala besar.
6. Kota dan Desa
Selain korban perang, militer dilarang menyerang tempat tinggal musuh. Hal ini berdasarkan Konvensi Den Haag 1899 dan 1907, yang menyebutkan bahwa pemboman terhadap kota, desa dan gedung-gedung, tempat tinggal yang tidak dipertahankan adalah dilarang. Konvensi yang mengatur penggunaan senjata dan cara berperang di darat itu juga melarang melakukan penjarahan terhadap suatu tempat atau kota.
Ada beberapa bentuk sanksi yang dapat diberikan kepada kedua belah pihak , khususnya terhadap pelanggaran-pelanggaran Hukum Humaniter Internasional (HHI). Secara umum terdapat 5 bentuk sanksi pelanggaran terhadap hukum perang, yaitu: Protes, Penyanderaan, Kompensasi, Reprisal, dan Penghukuman pelaku yang tertangkap.
Secara khusus ada sejumlah bentuk sanksi pelanggaran HHI yang dapat dikenakan kepada pihak yang berperang , yaitu Kompensasi, Sanksi Militer, Sanksi Non militer. Sedangkan bagi individu yang terlibat dalam perang yang melakukan pelanggaran hukum perang dapat dikenakan pertanggungjawaban individu dan pertanggungjawaban komandan.
Sanksi dalam bentuk kompensasi dapat dilihat dalam Pasal 2 dan 36 the International Law Commission's Draft Articles on The Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts (2001) serta Aturan 149 dan 150 Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan. Bentuk sanksi lain merupakan sanksi implisit yang dikeluarkan Dewan Keamanan PBB yang tertuang dalam Resolusi 1701 untuk menindaklanjuti konflik yang terjadi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)