Rusia Boncos Rp1.000 T, Israel Bisa Rugi Rp470 T Imbas Perang

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Rusia akan menjual cadangan devisa (cadev) sekitar US$ 30 miliar atau sekitar Rp 470,4 triliun (US$ 1= Rp 14.680) demi mencegah ambruknya shekel. Pengalaman pahit Israel ini pernah juga dirasakan Rusia pada tahun lalu.
Merujuk data Refinitiv, mata uang Israel, shekel, pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (13/10/2023) ditutup di posisi ILS 3,974/US$1. Shekel melemah 3,4% dalam sepekan terakhir atau setelah perang melawan Hamas meletus.
Shekel juga sudah ambruk 4,17% sepanjang bulan ini dan jeblok 11,48% sepanjang tahun ini.
"Bank sentral akan beroperasi di pasar pada periode mendatang untuk mengurangi volatilitas nilai tukar Shekel dan menyediakan likuiditas yang diperlukan agar pasar dapat terus berfungsi dengan baik." Tulis bank sentral Israel dalam pernyataannya, Senin pekan ini.
Selain program senilai US$30 miliar, dikatakan bahwa bank sentral akan menyediakan likuiditas di pasar hingga US$15 miliar melalui mekanisme SWAP, sebuah kontrak derivatif di mana satu pihak menukar arus kas atau nilai satu aset dengan aset lainnya.
"Mata uang Israel sudah mengalami devaluasi karena banyak investor asing yang memilih mengurangi eksposur terhadap Israel dan dampak perang," tutur Zvi Eckstein, mantan deputi gubernur bank sentral Israel, dikutip dari CNBC International.
Cadangan devisa Rusia per September 2023 ada di kisaran US$ 198,55 miliar (Rp 3.113, 26 triliun) atau terendah dalam tujuh bulan terakhir. Jika cadev nantinya berkurang US$ 30 miliar maka nilai cadev Israel akan jatuh ke kisaran US$ 160 miliar.
Israel telah mengumpulkan cadangan devisa lebih dari US$200 miliar, sebagian besar berasal dari pembelian valas sejak tahun 2008 untuk menjaga Shekel agar tidak terlalu menguat dan merugikan eksportir.
Terakhir kali bank melakukan intervensi adalah pada Januari 2022. Cadangan devisa (cadev) Israel sudah jatuh ke US$ 198,56 miliar per akhir September 2023, dari US$ 202,86 miliar per Agustus 2023. Posisi cadev per September 2023 adalah yang terendah sejak Februari 2023 atau tujuh bulan terakhir.
Bulan lalu, Gubernur bank sentral Israel Amir Yaron mengatakan kepada kantor beritaReutersbahwa meskipun pelemahan Shekel mendorong inflasi tetapi bank sentral tidak perlu melakukan intervensi karena tidak ada kegagalan pasar.
Nasib Israel mirip dengan apa yang dialami Rusia setelah menyerang Ukraina pada akhir Februari 2022. Rubel Rusia ambruk 40% hanya tujuh hari setelah Rusia menyerang Ukraina pada 24 Februari 2022.Rubel jatuh dari RUB 81,15/US$ menjadi RUB 135,5/US$1.
Untuk menahan pelemahan rubel, bank sentral Rusia memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan dari 9,5% menjadi 20% pada 28 Februari 2023. Ini adalah yang tertinggi dalam hampir 20 tahun terakhir.
Bank sentral Rusia juga menguras cadev untuk menjaga stabilitas rubel. Cadev turun drastis dari US$ 468,63 miliar per akhir Januari 2022 menjadi US$ 389,95 miliar per akhir September 2022.
Artinya, Rusia kehilangan cadev sebesar US$ 78, 68 miliar atau sekitar Rp 1.233, 7 triliun dalam kurun waktu delapan bulan.
Namun, status Rusia sebagai pemasok energi dunia, mulai dari minyak hingga batu bara mampu membuat rubel kembali menguat dan cadev mereka naik.
Langkah Rusia menjual murah minyak dan batu bara mereka ikut membantu menaikkan cadev dan menguatkan kembali rubel. Rubel bahkan mampu menjadi salah satu mata uang dengan penguatan terbesar di dunia pada 2022 yakni sekitar 2,8%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)