sectoral insight

Dua Kubu 'Penentu' Minyak Dunia Berseteru, RI Dapat Apa?

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
06 October 2023 15:25
Infografis/Biden Buat 'Avengers', Serbu Harga Minyak/Aristya rahadian
Foto: Infografis/Biden Buat 'Avengers', Serbu Harga Minyak/Aristya rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Perseteruan dua stakeholder terbesar minyak mentah di dunia yakni OPEC dan Badan Energi Internasional (IEA) masih berlanjut. Perseteruan ada pada perbedaan kapan puncak permintaan dan dampaknya ke investasi di sektor perminyakan serta harga minyak ke depan.

Puncak permintaan minyak mentah mengacu pada titik ketika permintaan global mencapai level tertinggi sebelum diikuti dengan penurunan secara permanen. Penurunan ini secara teoritis akan mengurangi kebutuhan investasi pada proyek minyak mentah dan menjadikan minyak menjadi kurang ekonomis seiring dengan munculnya sumber energi lain, terutama dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT).

OPEC+ mewakili negara dan perusahaan penghasil minyak terbesar di dunia sementara EIA berkedudukan sebagai lenbaga think tank.

Merujuk pada Kementerian ESDM, IEA merupakan sebuah badan yang berdiri dalam kerangkaOrganisation for Economic Co-operation and Development(OECD), yang didirikan pada November 1974 untuk melaksanakan program energi internasional.

IEA melakukan kerja sama energi secara menyeluruh antara 28 negara dari 30 negara anggota OECD. Tujuan dasar pendirian IEA diantaranya untuk mengelola dan memperbaiki sistem penanggulangan terjadinya gangguan pasokan minyak dan mempromosikan kebijakan-kebijakan energi yang rasional.

EIA juga bertanggung jawab terhadap perbaikan struktur pasokan dan pemakaian energi dunia dengan mengembangkan sumber-sumber energi alternatif dan meningkatkan penghematan energi.

Proyeksi periode puncak dan kapan permintaan akan menurun sangat penting bagi negara-negara dan perusahaan-perusahaan penghasil minyak, seperti OPEC +. 

EIA yang mewakili pemangku kepentingan dan mengadvokasi negara-negara konsumen minyak, memperkirakan permintaan minyak akan mencapai puncaknya pada 2030 dan menyebut penurunan harga minyak mentah sebagai "hal yang menyenangkan". Gagasan ini tentu saja membuat OPEC berang. 

"Narasi seperti itu hanya akan membuat sistem energi global mengalami kegagalan yang spektakuler," ucap Sekretaris Jenderal OPEC Haitham al-Ghais dalam pernyataannya pada 14 September.

"Hal ini akan menyebabkan kekacauan energi dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan konsekuensi yang mengerikan bagi perekonomian dan miliaran orang di seluruh dunia." tambah Haitham.

Dia menuduh lembaga tersebut menyebarkan rasa takut dan mempertaruhkan destabilisasi ekonomi global.

Secara lebih luas, perselisihan EIA dan OPEC juga mencerminkan pertikaian yang sedang berlangsung antara permasalahan perubahan iklim dan kebutuhan akan keamanan energi.

Sebagai gambaran yang setara, perselisihan keduanya terlihat jelas di ADIPEC, pertemuan tahunan yang hingga tahun ini bernama Abu Dhabi International Petroleum Exhibition Conference, kemudian diam-diam diubah menjadi Konferensi Energi Progresif Internasional Abu Dhabi.

Uni Emirat Arab akan menjadi tuan rumah KTT iklim COP28 pada bulan November dan telah memasarkan kampanye keberlanjutannya, sambil meningkatkan kapasitas produksi minyak mentahnya sebagai persiapan menghadapi pertumbuhan permintaan di masa depan. UEA adalah produsen minyak terbesar ketiga OPEC.

CEO perusahaan-perusahaan minyak dan produsen minyak negara menekankan perlunya pendekatan ganda, menegaskan bahwa perusahaan mereka adalah bagian dari solusi, bukan masalah, dan bahwa transisi energi tidak mungkin terjadi tanpa dukungan keamanan dan ekonomi dari sektor hidrokarbon.

"Saya tidak tahu apakah kita akan mencapai puncak produksi minyak pada tahun 2030. Namun sangat berbahaya untuk mengatakan bahwa kita harus mengurangi investasi karena hal tersebut bertentangan dengan transisi," ucap Claudio Descalzi, CEO perusahaan energi multinasional Italia, Eni kepada CNBC Internasional.

Ia memperingatkan bahwa jika investasi minyak dan juga pasokannya turun dan gagal memenuhi kebutuhan, harga minyak akan melonjak dan melumpuhkan perekonomian.

Descalzi mengakui bahwa pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan banyak CO2, namun menambahkan "kita tidak bisa menghentikan semuanya dan hanya mengandalkan energi terbarukan dan itulah masa depan, tidak. Tidak seperti itu. Kita punya infrastruktur, kita punya investasi yang harus kita pulihkan, dan kita punya permintaan yang masih ada."

IEA menulis dalam laporannya pada Agustus 2023 bahwa "permintaan minyak dunia mencapai rekor tertinggi" dan diperkirakan akan meningkat pada tahun ini.

Namun IEA menambahkan bahwa adopsi kendaraan listrik dan energi terbarukan yang lebih cepat, serta pemisahan negara-negara Barat dari gas Rusia, akan mempercepat permintaan puncak sebelum tahun 2030.

"Berdasarkan kebijakan pemerintah saat ini dan tren pasar, permintaan minyak global akan meningkat sebesar 6% antara tahun 2022 dan 2028 hingga mencapai 105,7 juta barel per hari (mb/d), meskipun terjadi peningkatan kumulatif ini, pertumbuhan permintaan tahunan diperkirakan akan menyusut dari 2,4 juta barel per hari (mb/d) tahun ini menjadi hanya 0,4 mb/d pada tahun 2028, sehingga mencapai puncak permintaan," tulis IEA dalam laporan bulan Juni 2023.

IEA juga menguraikan peta jalannya menuju net zero pada tahun 2050, dengan menghitung bahwa permintaan minyak dunia harus turun menjadi 77 juta barel per hari pada tahun 2030 dan 24 juta barel per hari pada tahun 2050.

Namun angka-angka tersebut sangat mengejutkan ketika dihadapkan pada kenyataan. Selama periode lockdown global yang paling intens akibat pandemi Covid-19, pada bulan Maret dan April 2020, permintaan minyak harian di seluruh dunia berkurang sebesar 20%, sesuatu yang hanya mungkin terjadi karena perekonomian terhenti total. Peta jalan IEA menyerukan penurunan permintaan minyak harian sebesar 25% dalam waktu tujuh tahun.

Dampak Kenaikan Harga Minyak Bumi Terhadap Indonesia

Indonesia merupakan negara net importir minyak. Perbedaan pandangan antara OPEC dan EIA sama-sama harus disikapi dengan kewaspadaan. Pasalnya, kenaikan harga minyak dalam skala terbatas pun akan sangat berdampak ke Indonesia.

Produksi minyak bumi Indonesia yang terus mengalami penurunan setiap tahunnya mendorong Indonesia untuk melakukan impor minyak bumi guna memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal tersebut diperparah oleh ketidakseimbangan antara permintaan minyak dengan pasokan produksi minyak dalam negeri.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor migas RI pada Juni 2023 tercatat mencapai US$ 2,22 miliar.

Bagi negara importir minyak bumi, harga minyak yang tinggi dapat menyebabkan tingginya biaya impor yang berdampak buruk terhadap PDB, nilai tukar, inflasi dan neraca pembayaran.

Selain itu, volatilitas harga minyak yang tinggi meningkatkan ketidakpastian mengenai arus kas yang dapat menjadi tantangan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan.

Harga minyak yang lebih tinggi mempengaruhi perekonomian melalui berbagai cara, yakni:

1. Membengkaknya impor
Kenaikan harga minyak akan membebani impor sehingga bisa menekan neraca perdagangan. Bila impor terus membengkak maka transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) bisa berada di zona negatif atau defisit.

2.  Akan ada kenaikan biaya produksi barang dan jasa dalam perekonomian, mengingat kenaikan harga relatif input energi, sehingga memberikan tekanan pada margin keuntungan.

3. Kenaikan inflasi 

4.  Akan ada dampak langsung dan tidak langsung terhadap pasar keuangan. Perubahan aktual dan antisipasi dalam aktivitas ekonomi, pendapatan perusahaan, inflasi, dan kebijakan moneter setelah kenaikan harga minyak akan mempengaruhi penilaian ekuitas dan obligasi, serta nilai tukar mata uang.

5. Insentif ke produsen

Kondisi itu tergantung pada durasi kenaikan harga yang diharapkan, perubahan harga relatif menciptakan insentif bagi pemasok energi untuk meningkatkan produksi (sejauh masih ada ruang untuk melakukan hal tersebut) dan investasi, serta bagi konsumen minyak untuk melakukan penghematan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation