
Cadev RI Boncos, Punya Singapura Malah Naik Terus

Jakarta, CNBC Indonesia - Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) membuat banyak bank sentral harus bekerja keras dalam meredam gejolak mata uang. Bank sentral pun kemudian melakukan intervensi di pasar mata uang spot ataupun pasar future untuk menjaga nilai tukar, salah satunya dengan menggunakan cadangan devisa (cadev).
Seperti diketahui, dolar AS terus memanas setelah data-data ekonomi AS menunjukkan ekonomi Negara Paman Sam masih panas. Bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) juga mengisyaratkan akan mempertahankan kebijakan hawkishnya.
Sebagai catatan, dilansir dari Dana Moneter Internasional (IMF), total foreign exchange reserves dunia yakni sebesar US$ 12.027,11 miliar pada kuartal-I 2023 dan mengalami kenaikan pada kuartal-II 2023 menjadi US$12.055,26 miliar. Artinya, ada kenaikan permintaan dolar dalam periode tersebut.
Jepang menggelontorkan US$ 65 miliar pada September-Oktober 2023 untuk menjaga nilai tukar yen. Pelaku pasar meyakini bank sentral Jepang (BoJ) juga terus menggunakan cadevnya untuk melakukan intervensi sebulan terakhir untuk menstabilkan yen.
Berdasarkan data di atas, cadev Jepang anjlok dari US$ 1.265,4 miliar pada April 2023 menjadi hanya US$ 1.251,2 miliar pada Agustus 2023.
Sedangkan cadev Singapura mengalami kenaikan 15,6% dari Januari 2023 sebesar US$291,96 miliar menjadi US$337,25 miliar pada Agustus 2023. Peningkatan cadev Singapura ini sejalan dengan meningkatnya jumlah wisatawan asing yang berkunjung Singapura dari 931.530 pada Januari 2023 menjadi 1,31 juta pada Agustus 2023.
Cadev Malaysia sepanjang tahun 2023 cenderung mengalami penurunan sekitar 3,2% dan cadev Jepang relatif stagnan selama sembilan bulan terakhir.
Bank Indonesia (BI) hari ini mengumumkan jika cadev Indonesia ada di posisi US$ 134,9 miliar. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan pada posisi per Agustus 2023 yang tercatat US$ 137,1 miliar.
Merujuk data BI, cadev Indonesia sudah anjlok US$ 10,3 miliar dari posisi akhir per Maret 2023.
"Penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai langkah antisipasi dampak rambatan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global," tutur Bank Indonesia dalam siaran resminya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)