
Sudah Menguap Rp 163 T, Sampai Kapan Cadev RI Terkuras?

Jakarta, CNBC Indonesia - Cadangan devisa (cadev) Indonesia anjlok US$ 4,2 miliar menjadi US$ 136, 2 miliar pada April 2024. Cadev terkuras demi menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan cadev per akhir April yang ada di angka US$ 136,2 miliar adalah yang terendah sejak Oktober 2023 atau enam bulan terakhir.
Cadev juga selalu turun dalam empat bulan terakhir dengan jumlah mencapai US$ 10,2 miliar atau sekitar Rp 163,61 triliun (kurs US$ 1=Rp 16.040).
BI menjelaskan penurunan cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah seiring dengan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Merujuk data Refinitiv, mata uang rupiah melemah 2,49% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang April 2024. Rupiah jeblok karena menurunnya optimisme pelaku pasar atas pemangkasan suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
Kondisi ini melambungkan dolar AS. Indeks dolar sempat menembus 106,26 pada 16 April 2024 atau tertinggi sejak 1 November 2023 atau hampir enam bulan.
Barra Kukuh Mamia, ekonom senior PT Bank Central Asia (BCA), menjelaskan penurunan cadev bisa dipahami karena besarnya capital outflow sepanjang April 2024.
"Angkanya kelihatan shocking, tapi sebenarnya ini cukup wajar ya mengingat capital outflow US$2,5 miliar. Belum lagi masalah repatriasi dividen ya di kuartal I-2024," tutur Barra kepada CNBC Indonesia.
Barra memperkirakan ada indikasi penguatan rupiah dan cadev untuk Mei sejalan dengan kembalinya dana asing ke pasar keuangan Indonesia.
Di pasar obligasi, investor asing sudah mencatatkan net inflow sebesar US$ 236 juta dari awal Mei.
"Tapi BI tetap perlu waspada, karena likuiditas US$ sepertinya masih dalam tekanan sepanjang kuartal Ii-2024,"imbuh Barra.
Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menjelaskan penurunan cadev secara signifikan mecerminkan besarnya intervensi BI ke rupiah.
Dia menambahkan sudah mengeluarkan ongkos besar dalam menjaga rupiah melalui intervensi. Karena itulah, BI kemudian memilih menaikkan suku bunga untuk menjaga rupiah.
Seperti diketahui, BI mengerek suku bunga sebesar 25 bps menjadi 6,25% pada April lalu.
Berdasarkan hitungan Samuel Sekuritas Indonesia, cadev yang dikeluarkan BI untuk menjaga rasa percaya diri investor kepada rupiah masih di bawah US$ 2 miliar per bulan.
Jumlah tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pada 2022 di mana cadev berjurang US$ 12,7 miliar dalam enam bulan dari US$ 144,9 miliar pada Desember 2021 menjadi US$ 132,2 miliar pada Juli 2022. Namun, BI melakukan intervensi tanpa menaikkan suku bunga.
Sebagai catatan, BI baru menaikkan suku bunga pada Agustus 2022 sebagai antisipasi lonjakan inflasi kenaikan harga BBM.
"Meski cadev berkurang US$4, 2 miliar, BI masih bisa memiliki cadev yang cukup untuk melakukan intervensi," ujar Fithra, kepada CNBC Indonesia.
Dia menambahkan stabilitas ekonomi, outlook pertumbuhan yang positif serta kerja sama dengan pemerintah seharunya bisa meningkatkan cadev ke depan.
Namun, dia mengingatkan jika tekanan rupiah masih besar selama Mei karena ada repatriasi dividen. Kondisi ini bisa membuat BI melakukan intervensi lagi.
Gubernur BI Perry Warjiyo optimis jika nilai tukar rupiah akan menguat ke depan sejalan dengan masuknya dana asing.
Merujuk Refinitiv, nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp 16.040 atau stagnan pada Jumat (8/5/2024). Dalam sepekan nilai tukar rupiah melemah 0,25%.
Perry juga optimis cadev akan meningkat ke depan setelah BI menaikkan suku bunga.
"Kami perkirakan cadev akan kembali naik dengan langkah kebijakan dan inflow meski kami tahu di triwulan ini ada beberapa kenaikan demand baik dari korporasi dan yang lain. Kami pastikan cadev lebih darii cukup," ujar Perry dalam taklimat media, Jumat (8/5/2024).
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]