Tak Cuma AS, Batu Bara & Kartel OPEC Bisa Buat RI Menangis
- Pasar keuangan Indonesia kompak melemah di tengah besarnya tekanan global
- Wall Street ambruk pada perdagangan kemarin yang bisa kembali menekan pasar keuangan domestik
- Melemahnya harga komoditas serta masih besarnya tekanan dari eksternal bisa membuat pasar keuangan RI lesu hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak ditutup melemah pada perdagangan kemarin, Selasa (3/10/2023), di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah, begitu juga rupiah dan obligasi negara.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih bergerak beragam pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin ditutup melemah 0,30% atau ke 6.940,89 pada perdagangan Selasa (3/10/2023).
Penurunan IHSG pada perdagangan Selasa kemarin didorong oleh penurunan sektor basic-industry 0,51%, sektor energy 1,91%, sektor finance 0,99%, sektor industrial 1,34%, sektor non-cyclical 0,21%, sektor teknologi 0,73% dan sektor transportasi 0,32%.
Sebanyak 193 saham bergerak naik, 331 bergerak turun dan 262 tidak berubah dengan transaksi turnover 10,12 triliun dengan 19,94 miliar lembar saham. Faktor penurunan IHSG terbesar didorong dari sektor energi yang berasal dari penurunan komoditas.
Pada perdagangan Senin (2/10/2023), minyak WTI ditutup ambles 2,17% ke posisi US$88,82 per barel, begitu juga dengan harga minyak brent ditutup anjlok 4,83% ke posisi US$90,71 per barel.
Sedangkan, harga batu bara ICE Newcastle kontrak November pada perdagangan Senin (2/10/2023) ditutup di posisi US$ 156,1 per ton atau melemah 0,16%. Pelemahan ini memperpanjang derita pasir hitam yang sudah melemah sejak Rabu pekan lalu. Dalam empat hari perdagangan terakhir, harga batu bara ambruk 4,23%.
Jatuhnya IHSG dipicu oleh ekspektasi pasar mengenai kebijakan ketat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang semakin kencang.
Perangkat FedWatch Tool menunjukkan sekitar 28,8% pelaku pasar memperkirakan adanya kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 bps pada November mendatang. Angka ini lebih besar dibandingkan pekan lalu yang hanya 14%.
Sikap hawkish dari bank sentral AS (The Fed) memberikan tekanan terhadap rupiah karena suku bunga AS berpotensi mengalami kenaikan sebesar 25 bps di sisa tahun 2023.
Melansir dari Refinitiv pada perdagangan Selasa (3/10/2023), rupiah sempat menembus level psikologis Rp15.600/US$1 dan ditutup di angka Rp15.575/US$ atau melemah 0,32% terhadap dolar AS. Posisi ini merupakan yang terlemah sejak 6 Januari 2023 atau sekitar sembilan bulan terakhir.
Dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) masih dilepas investor seperti tercermin dari kenaikan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun melesat ke 7,02% pada perdagangan kemarin. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak November 2022 atau 10 bulan terakhir.
(saw/saw)