
Daftar 21 Negara Rawan Terkena El Nino, Termasuk RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Istilah El Nino nyaring bunyinya belakangan ini, terlebih ketika kita berbicara soal perubahan iklim. Bahkan, sejak Juli 2023 hingga saat ini El Nino menjadi 'momok' mengerikan yang berdampak pada segala sektor, terutama produktifitas pertanian.
Selain El Nino muncul pula istilah El Nina yang membuat sebagian orang bingung. Apa sih sebetulnya El Nina dan El Nino? Perlu diketahui bahwa keduanya ini merupakan cuaca ekstrem yang bisa mempengaruhi iklim global.
El Nino dan La Nina merupakan anomali iklim global yang semakin sering diperdebatkan akhir-akhir ini mengingat pengaruhnya yang signifikan terhadap produksi pangan dan komoditas pertanian lainnya.
El Nino terjadi ketika suhu permukaan laut menjadi lebih hangat, sedangkan La Nina terjadi ketika suhu permukaan laut menjadi lebih dingin. Anomali iklim tersebut semakin sering terjadi dengan kondisi musim yang semakin ekstrim dan durasi yang semakin panjang sehingga menimbulkan dampak yang signifikan terhadap produksi pertanian di banyak negara.
Meskipun keduanya terkait dengan perubahan suhu dan pola curah hujan di berbagai wilayah, mereka memiliki karakteristik yang berbeda yang penting untuk diketahui.
Kedua anomali iklim tersebut tidak menguntungkan bagi produksi pertanian, karena penurunan drastis curah hujan akibat El Nino dapat menimbulkan kegagalan panen akibat kekeringan, sedangkan kenaikan curah hujan akibat La Nina dapat menimbulkan banjir dan merangsang peningkatan gangguan organisme pengganggu tanaman.
Padahal, peranan sub sektor tanaman pangan terhadap sektor pertanian sangat besar, dimana lebih dari 50 persen PDB pertanian dihasilkan oleh sektor tanaman pangan. Berdasarkan hal tersebut maka kejadian anomali iklim El Nino dan La Nina dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap kinerja sektor pertanian melalui pengaruhnya terhadap produksi pangan disamping produksi komoditas pertanian lainnya.
Perlu diketahui, mengacu pada organisasi pangan dunia, Food and Agricultural Organization of the United Nations (FAO) yang memprediksi dunia akan menghadapi potensi bencana kelaparan akibat perubahan iklim di tahun 2050 nanti. Akibat penurunan hasil panen dan gagal panen.
Perubahan iklim yang terjadi secara global tidak bisa dianggap remeh karena dampaknya bagi kehidupan sangat signifikan dan membahayakan. Kondisi ini mengancam seluruh negara di seluruh belahan dunia tanpa terkecuali.
El Nino dan La Nina Dapat Mempengaruhi Aktivitas Perekonomian
Callahan dan Mankin (2023) menunjukkan kepada dunia bahwa perekonomian sempat mengalami kerugian ekonomi yang cukup besar. Bahkan, kerugian ekonomi global berjumlah US$ 4,1 triliun pada tahun-tahun setelah 1982-1983. Kemudian kerugian tercatat mencapai US$5,7 triliun setelah tahun 1997-1998 akibat fenomena ini.
Hal ini berdasarkan penelitian dalam analisis terhadap 75 negara yang terkait melalui pola cuaca selama tahun 1975-2014, tunjukkan hal itu Peristiwa El Nino dan La Nina menyebabkan faktor total produktivitas turun, yang berdampak negatif pada output pertumbuhan pada tahun-tahun berikutnya.
Selama tahun 2014-2016 El Nino, negara berkembang Asia mengalami kekeringan, kekurangan air, degradasi lahan, hilangnya ternak dan produksi pertanian yang lebih rendah, dan lebih rendah produksi tenaga air, sehingga memperlambat pertumbuhan di beberapa perekonomian di kawasan ini (ADB 2016, UNESCAP 2017).
El Nino dan La Nina Berpotensi Menaikkan Harga Komoditas
Kondisi meteorologi akibat El Nino dan La Nina bisa saja terjadi mempengaruhi harga komoditas, khususnya pertanian. Misalnya karena El Nino harga patokan Asia, beras di Thailand 5% pecah meningkat hampir 60%. El Nino tahun 1986-1988, naik dari US$185,75 per metrik ton pada awal El Niño menjadi US US$ 294,00 pada akhir kuartal kedua tahun 1979 hingga kuartal pertama
Kemudian pada tahun 2013 di 21 negara, menemukan penyebab El Nino inflasi meningkat dari 0,1 menjadi 1,0 poin persentase untuk sebagian besar negara, dan semakin besar pula bobot pangan dalam indeks harga konsumen suatu negara keranjang, semakin besar pula lonjakan inflasi yang ditimbulkannya oleh El Nino. Begitu juga dengan La Nina. Gagalnya panen juga memunculkan inflasi yang meninggi.
Gangguan ekonomi akibat El Nino tahun ini diramalkan oleh ADB sangat parah pada banyak orang perekonomian di wilayah Asia Pasifik. Tabel di bawah ini menunjukkan perekonomian Asia yang diidentifikasi oleh Food and Organisasi Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berisiko mengalami kekeringan atau curah hujan berlebihan.
Di sebagian besar negara-negara tersebut, sektor pertanian berperan penting untuk sebagian besar produk domestik bruto (PDB) lebih dari 20% di Afghanistan, Kamboja, Myanmar, Pakistan, Tajikistan, dan Uzbekistan.
Selain itu, banyak dari negara tersebut yang perekonomian sangat bergantung pada pembangkit listrik tenaga air (misalnya, Kamboja, Fiji, Republik Demokratik Rakyat Laos,Myanmar, dan Vietnam). Itulah sebabnya El Nino dan La Nina tak bisa dianggap sebagai fenomena yang 'biasa'.
CNBC INDONESIA RESEARCH
