
Mirip AS, Pembahasan Anggaran RI Juga Pernah Chaos

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Amerika Serikat (AS) terancam shutdown jika pemerintah dan Kongres tidak menemui kesepakatan dalam soal pembiayaan. Meski tidak separah AS, pembahasan anggaran pemerintah Indonesia juga pernah melalui proses penuh drama dan alot pada 2012.
Shutdown atau penutupan operasi pemerintah federal sudah pernah dialami AS sebanyak 21 kali dalam lima dekade terakhir. Terakhir adalah pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump.
Periode terlama dari penutupan pemerintahan di AS terjadi pada masa Trump yakni pada Desember 2018 hingga Januari 2019, yang berlangsung selama 35 hari.
Seperti diketahui, pendanaan pemerintah federal AS harus disahkan sebelum anggaran berjalan berakhir pada 30 September. karena AS akan memulai tahun fiskal baru pada 1 Oktober atau Minggu besok.
Mirip dengan pemerintah AS, pemerintah Indonesia biasanya sudah mengesahkan APBN tahun depan pada September/Oktober tahun berjalan. Seperti pada tahun ini, misalnya, RAPBN 2024 sudah disahkan menjadi APBN pada 21 September 2023.
Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibahas selama 30 hari kerja usai diajukan presiden pada saat pembacaan Nota Keuangan pada 16 Agustus.
Pemerintah akan mengajukan RAPBN-Perubahan (RAPBN-P) bila anggaran dan asumsi makro dinilai sudah banyak yang tidak relevan karena perkembangan ekonomi global atau domestik.
Dalam kurun waktu 13 tahun terakhir, pembahasan APBN-P biasanya lebih alot dibandingkan APBN. Pemerintah bahkan harus melalui drama panjang yang melelahkan pada pembahasan APBN-P 2012.
Pembahasan APBN-P 2012 Chaos Karena Harga BBM, Aksi Walk Out, Demo Mahasiswa
Pada Februari 2012, pemerintah mengajukan RAPBN-P untuk mengusulkan kenaikan BBM sebesar Rp1.500 karena harga minyak mentah dunia yang terus melambung.
Namun, usulan pemerintah ini belum juga mendapatkan persetujuan DPR. Untuk mengantisipasi harga minyak mentah dunia yang terus melambung, DPR hanya memberikan dua opsi.
Opsi I adalah menyepakati subsidi BBM sebesar Rp137 triliun dan subsidi listrik Rp65 triliunserta dengan menyertakan keterangan bahwa pasal 7 ayat 6 dicabut dan digantikan oleh pasal baru yang diusulkan pemerintah.
Opsi II adalah subsidi BBM sebesar Rp178 triliun dan subsidi listrik Rp65 triliun tanpa mencabut pasal 7 ayat 6.
Sebagai informasi, Pasal 7 ayat 6 berbunyi harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan.
Untuk mengakomodir perkembangan fluktuasi harga minyak mentah Indonesia (ICP), pemerintah mengusulkan adanya satu butir ayat tambahan yang tercermin dalam pasal 7 ayat 6 A.
Dala, ayat tersebut, pemerintah meminta kewenangan agar bisa menaikkan harga BBM jika harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) dalam 30 hari mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 5% dari harga ICP yang diasumsikan dalam APBN-P 2012.
Rapat Paripurna pengesahan RAPBN-P digelar pada Jumat, 30 Maret 2012. Rapat dijadwalkan jam 10:00 WIB tetapi kemudian ditunda berkali-kali.
Sidang paripurna sampai melalui sejumlah break dan skors selama berjam-jam di mana skors terlama enam jam karena sengitnya lobi antar partai. Sidang dilanjutkan pada malam. Hujan interupsi serta keributan mewarnai sidang tersebut.
Sidang Paripurna berakhir pada pukul 01:00 WIB pada Sabtu, 31 Maret 2012 atau persis deadline.
Sebagai catatan, pemerintah mengajukan RAPBN-P pada 29 Februari 2012 dan harus menyelesaikan pembahasan pada 30 Maret mengingat waktu pembatasan hanyalah 30 hari.
Pimpinan sidang sampai meminta persetujuan anggota untuk memperpanjang waktu sidang hingga Sabtu, 31 Maret 2012, atau melewati batas yang ditetapkan. Gedung DPR pada saat itu juga dikepung oleh mahasiswa dan masyarakat yang melakukan aksi penolakan terhadap rencana kenaikan harga BBM Subsidi.
Saat pandangan fraksi, tiga fraksi yakni PDI-P, Gerindra, dan Hanura menolak secara tegas kenaikan BBM ataupun modifikasi pasal 7 ayat 6 A.
Lima fraksi lainnya yang tergabung dalam Setgab yakni Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Golkar memberi keleluasan kepada pemerintah untuk menaikkan harga BBM dengan modifikasi pasal 7 ayat 6 A.
Sementara itu, PKS yang semula mendukung kenaikan BBM dan sepakat dengan modifikasi pasal 7 ayat 6 A memilih untuk berbalik arah dengan menolak kenaikan BBM.
Keputusan sidang akhirnya ditentukan lewat voting pada Sabtu, 31 Maret 2012, pukul 00:30 WIB dengan menawarkan dua opsi:
Opsi 1: Tidak ada perubahan apa pun dalam pasal 7 ayat 6 UU APBN 2012 yang isinya tidak memperbolehkan pemerintah menaikkan harga BBM pada 2012.
Opsi 2: Menerima penambahan pasal 7 ayat 6a yang isinya adalah memperbolehkan pemerintah mengubah harga BBM jika harga minyak mentah (Indonesia Crude Price/ICP) mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata 15% dalam waktu 6 bulan.
Sebanyak 356 anggota DPR menyetujui opsi kedua dan 82 anggota DPR menyetujui opsi pertama. Anggota Fraksi PDI-P memilih walk out di tengah sidang. PDi-P juga mempertanyakan soal perpanjangan waktu sidang hingga lewat pukul 24.00 dan menilai APBN-P 2012 tidak sah.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)