
Cerita di Balik Food Estate Jokowi yang Diserang Cak Imin

- Presiden Joko Widodo dikritik oleh Cak Imin
- Kondisi Food Estate era Jokowi dinilai gagal
- Bank Dunia memberikan dukungan untuk menjaga ketahanan pangan global
Jakarta, CNBC Indonesia - Lumbung pangan atau food estate di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dikritik oleh Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres) dari Anies Baswedan yakni Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Ia bahkan menilai masalah pangan di Indonesia tak bisa diselesaikan dengan program food estate.
Dilansir dari CNN Indonesia, Cak Imin mengatakan produktivitas pangan harus digerakkan secara masif melalui peningkatan produktivitas lahan serta tanah milik rakyat dan petani. Ia meyakini bahan pangan akan aman jika pengorganisasian manajemen pengelolaan tani lebih masif dan dipimpin pemerintah.
Menurutnya, pemilik tanah level kecil bisa digabungkan dalam satu koordinasi. Hal ini dilakukan agar Indonesia tak selalu impor bahan pokok secara terus-menerus di masa mendatang.
Sebagai informasi, proyek Food Estate digagas Presiden Jokowi sejak awal periode kedua kepimpinannya. Proyek itu di bawah kendali Menteri Pertanian Sahrul Yasin Limpo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan masuk dalam proyek prioritas strategis mengacu pada Perpres Nomor 108 Tahun 2022.
Sebelumnya, Jokowi mengungkapkan program food estate ini dilakukan untuk mengantisipasi krisis pangan sehingga dalam pelaksanaannya melibatkan sejumlah kementerian mulai dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Pertanian, hingga Kementerian Pertahanan. Menurut Presiden, kolaborasi tersebut juga merupakan satu proses yang tidak dapat terpisahkan.
Lebih lanjut, Presiden juga menekankan pengembangan food estate di sejumlah wilayah di tanah air bukan pekerjaan mudah. Angka keberhasilan panen pada tanaman, tambah Presiden, akan meningkat dan mulai normal pada tanaman keenam atau ketujuh.
"Tanaman pertama biasanya gagal, menanam kedua masih paling-paling bisa berhasil 25%, ketiga baru biasanya, ketujuh, keenam, ketujuh itu biasanya baru pada kondisi normal. Jadi tidak semudah yang kita bayangkan," kata Presiden.
Presiden juga menyampaikan berbagai permasalahan pada program ini dapat terus terjadi. Untuk itu, pemerintah akan melakukan evaluasi dan perbaikan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.
"Jadi semuanya akan diperbaiki dan semuanya harus dievaluasi, harus dikoreksi, harus diulang. Kalau kita enggak berani, baru gagal pertama sudah mundur, sampai kapan pun, lupakan," tandasnya.
Fokus pemerintah dalam food estate ini juga tercermin dari alokasi dana untuk pelaksanaan APBN 2024. Jokowi mengalokasikan dana Rp108,8 triliun untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
"Strategi transformasi ekonomi di bidang ketahanan pangan dialokasikan sebesar Rp 108,8 triliun yang diprioritaskan untuk: peningkatan ketersediaan, akses, dan stabilisasi harga pangan; peningkatan produksi pangan domestik; penguatan kelembagaan petani; dan dukungan pembiayaan serta perlindungan usaha tani," ungkap Jokowi pada penyampaian keterangan pemerintah atas UU APBN Tahun Anggaran 2024 beserta Nota Keuangan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Bagaimana Kondisi Pangan Dunia?
Merujuk dari data Worldbank, inflasi harga pangan dalam negeri masih tetap tinggi di seluruh dunia.
Informasi dari bulan terakhir antara Mei dan Agustus 2023 yang menyediakan data inflasi harga pangan menunjukkan inflasi yang tinggi di banyak negara berpendapatan rendah dan menengah, dengan inflasi lebih tinggi dari 5% di 52,6% negara berpendapatan rendah, 86% di negara berpendapatan rendah menengah, serta 64% negara berpendapatan menengah atas dan banyak di antaranya mengalami inflasi dua digit.
![]() |
Selain itu, 73,2% negara berpendapatan tinggi mengalami inflasi harga pangan yang tinggi. Negara-negara yang paling terkena dampaknya adalah di Afrika, Amerika Utara, Amerika Latin, Asia Selatan, Eropa, dan Asia Tengah. Secara riil, inflasi harga pangan melebihi inflasi keseluruhan (diukur dari perubahan indeks harga konsumen secara keseluruhan dari tahun ke tahun) di 81% dari 162 negara yang memiliki Consumer Price Index (CPI) pangan dan indeks CPI keseluruhan.
Dalam menghadapi krisis ketahanan pangan, Bank Dunia mengumumkan pada April 2022 untuk menyediakan dana hingga US$30 miliar selama periode 15 bulan, termasuk US$12 miliar dalam proyek-proyek baru.
Pembiayaan ini bertujuan untuk meningkatkan respons jangka pendek dan jangka panjang dalam tema untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi, mengurangi risiko, dan memperkuat sistem pangan. Untuk diketahui, Bank Dunia kini telah melampaui target komitmen sebesar US$30 miliar untuk respons ketahanan pangan dan gizi.
Pimpinan FAO, IMF, Bank Dunia, WFP, dan WTO mengeluarkan Pernyataan Bersama Ketiga pada tanggal 8 Februari 2023.
Pernyataan tersebut menyerukan untuk mencegah memburuknya krisis ketahanan pangan dan gizi, diperlukan tindakan mendesak lebih lanjut untuk (i) menyelamatkan titik-titik kelaparan, (ii) memfasilitasi perdagangan, meningkatkan fungsi pasar, dan meningkatkan peran sektor swasta, dan (iii) mereformasi dan menggunakan kembali subsidi yang merugikan dengan penargetan dan efisiensi yang cermat. Negara-negara harus menyeimbangkan intervensi mendesak jangka pendek dengan upaya ketahanan jangka panjang ketika mereka merespons krisis ini
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)