Bursa Karbon Resmi Dibuka, Emiten Ini Bisa Cuan Banyak

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
27 September 2023 11:26
Presiden Jokowi Resmikan Peluncuran Bursa Karbon Indonesia. (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)
Foto: Presiden Jokowi Resmikan Peluncuran Bursa Karbon Indonesia. (Tangkapan Layar Youtube Sekretariat Presiden)
  •  Bursa karbon secara resmi telah dibuka di Indonesia yang akan menguntungkan berbagai pihak yang menjual kredit karbon
  • Kredit karbon tercipta dari suatu proyek ramah lingkungan yang bisa menyerap emisi seperti pengelolaan hutan berkelanjutan hingga pembangkit listrik dengan energi baru terbarukan 
  • Bursa karbon menciptakan supply dan demand dari penjualan kredit karbon dan pembeli yang membutuhkan untuk penyeimbang batas emisi

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) telah resmi diluncurkan pemerintah pada Selasa (26/9/2023). Sejalan dengan itu, aktivitas perdagangan kredit karbon juga resmi dibuka.

Kredit karbon merupakan satuan untuk menggambarkan sebesar besar usaha yang sudah dilakukan untuk menyerap potensi emisi karbon yang sekaligus mengurangi dampak perubahan iklim.

Kredit karbon tercipta dari pihak-pihak yang membuat proyek pengurangan emisi seperti pengembangan pembangkit listrik menggunakan energi baru terbarukan (EBT), pengelolaan hutan yang berkelanjutan, manajemen limbah, dan lain sebagainya.

Pihak yang menciptakan kredit karbon ini nantinya bisa menjualnya di bursa karbon untuk mendapatkan keuntungan, kemudian sebagai pembeli akan ada pihak yang menghasilkan emisi besar untuk menyeimbangkan batas emisi sesuai dengan ketentuan pemerintah.

Dari sini tercipta supply and demand kredit karbon yang membuat harganya bisa naik-turun seperti saham.

Kondisi tersebut menciptakan peluang bagi beberapa emiten yang memiliki bisnis terkait penyerapan emisi karbon yang bisa dihitung sebagai kredit karbon. Lantas ada emiten siapa saja yang dapat untung dari penjualan kredit karbon?

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO)

Anak usaha PT Pertamina (Persero) yang khusus mengembangkan energi panas bumi yakni PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) menjadi emiten yang potensi semakin diuntungkan dari adanya bursa karbon.

Perusahaan yang baru IPO awal tahun ini bahkan mengklaim telah mencetak pendapatan dari kredit karbon sejak tahun lalu sebesar US$ 747.000 atau setara Rp11,13 miliar, nilai ini menyumbang sekitar 0,19% dari total pendapatan pada 2022.

Secara porsi memang masih cukup kecil, akan tetapi dengan ekspansi bisnis perusahaan yang terus meningkatkan kapasitas terpasang dari pembangkit listrik panas bumi tentunya emisi yang bisa diserap dan kredit karbon yang diciptakan akan meningkat.

Direktur Keuangan Nelwi Aldriansyah memberikan hitung-hitungan kasar untuk area panas bumi di Kamojang. Dengan asumsi pajak karbon yang diusulkan Rp30 per kg. Berarti, jika area itu bisa dapat sertifikasi dan diserap pasar, potensi pendapatan tambahan PGEO dari kredit karbon bisa mencapai Rp36,6 miliar.

Terbaru, pada pembukaan bursa karbon Indonesia kemarin, Selasa (26/9/2023) PGEO diketahui telah menjual karbon dari proyek Lahendong unit 5 dan unit 6. Sektor perbankan terpantau paling getol membeli unit karbon PGEO ini dengan tujuan mencapai title "green bank".

Tak hanya itu, perusahaan di sektor lain yang membeli unit karbon anak usaha Pertamina tersebut antara lain PT BNI Sekuritas, PT BRI Danareksa Sekuritas, PT CarbonX Bumi Harmoni, PT MMS Group Indonesia, PT Multi Optimal Riset dan Edukasi, PT Pamapersada Nusantara, PT Pelita Air Service, PT Pertamina Hulu Energi, dan PT Pertamina Patra Niaga

PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN)

Berikutnya ada anak usaha PT Barito Pacific Tbk (BRPT) yang akan diuntungkan dari bursa karbon yaitu PT Barito Renewables Energy yang baru mau listing bulan depan, tepatnya pada 6 Oktober 2023 melalui aksi korporasi Initial Public Offering (IPO) dengan kode saham BREN.

Melansir data prospektus, BREN telah mencatatkan pendapatan dari hasil penjualan kredit karbon sebesar US$ 3,6 juta atau setara 0,6% dari total pendapatan sepanjang 2022.

Saat ini perusahaan mengoperasikan tiga aset panas bumi yang berlokasi di Jawa Barat, dengan total kapasitas terpasang sebesar 886 MW atau setara 38% pangsa pasar di Indonesia per Juli 2023.

PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN)

Selanjutnya ada PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN), merupakan perusahaan dengan bisnis pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) tenaga surya, air, mikrohidro, dan biomassa.

Pengalaman KEEN dalam menjual kredit karbon sudah tak diragukan lagi. Pada tahun lalu pendapatan dari hasil penjualan kredit karbon mencapai Rp5 miliar di pasar internasional.

Saat ini KEEN mampu menghasilkan sekitar 350 ribu MWH energi baru terbarukan per tahun. Dari hasil produksi tersebut potensi bisa dimanfaatkan seluruhnya untuk diperdagangkan dalam Bursa Karbon.

Beberapa pembangkit listrik yang sudah beroperasi seperti, pembangkit listrik tenaga air Pakkat dengan kapasitas 18 MW, pembangkit listrik tenaga air Air Putih berkapasitas 21 MW, pembangkit listrik tenaga mikrohidro Madong 10 MW, dan Pembangkit listrik tenaga biomassa Tempilang dengan kapasitas 5 MW.

Adapun, beberapa proyek yang sedang dikembangkan antara lain, pembangkit listrik tenaga surya dengan kapasitas 1,3 MW dan pembangkit listrik mikro hidro Ordi Hulu dengan kapasitas 10 MW.

PT Arkora Hydro Tbk. (ARKO)

PT Arkora Hydro Tbk. (ARKO) merupakan emiten yang yang bergerak di bisnis pembangkit listrik dengan tenaga air dan mikrohidro. Tenaga tersebut dapat dijadikan proyek kredit karbon karena zero emission.

Bisnis KEEN yang memang ramah lingkungan akan menghasilkan margin lebih optimal. Ini karena proyek untuk kredit karbon bisa berjalan seiringan dengan operasional bisnisnya.

Untuk pengembangan bisnisnya, ARKO sedang ekspansi bisnis membangun pembangkit listrik tenaga air (PLTA) melalui anak usaha baru bernama PT Arkora Padalembara Terbarukan.

Terkait PLTA, ARKO juga telah mengakuisisi saham PT Arkora Kalimantan Energi Hijau. Akuisisi dilakukan melalui dua anak usahanya, yakni Arkora Hidro Tenggara dan Arkora Bakti Indonesia. Aksi akuisisi dilakukan sejalan dengan perusahaan yang telah memiliki izin lokasi di Kalimantan Barat, dengan potensi pengembangan PLTA skala besar hingga 50 MW.

PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC)

PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) juga akan diuntungkan dari adanya bursa karbon melalui anak usahanya PT Medco Power yang berfokus pada bisnis energi baru terbarukan.

MEDC menargetkan kapasitas terpasang dari EBT bisa mencapai 26% pada 2025, kemudian semakin meningkat jadi 30% pada 2030 mendatang.

Untuk itu berbagai ekspansi dilakukan perusahaan, salah satunya melalui proyek Carbon Capture and Storage (CCS) yang rencananya akan dilaksanakan pada 2025. Proyek ini nantinya bukan hanya mampu mengurangi emisi gas buang dari lapangan migas yang ada, tapi juga mengolah natural karbon yang tertangkap untuk diolah menjadi sumber EBT.

Di sisi lain, dari pihak pembeli kredit karbon biasanya adalah perusahaan atau sektor yang menghasilkan emisi besar. Perusahaan membutuhkan kredit butuh untuk penyeimbang batas emisi sesuai dengan ketentuan pemerintah, serta jika nantinya dikenakan pajak karbon yang akan diterapkan secara bertahap di Indonesia.

Beberapa sektor yang menghasilkan emisi besar antara lain sektor energi dari fosil seperti batubara, kemudian transportasi yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM), serta industri pengolahan yang intensif menggunakan energy seperti produsen baja, semen, kimia, dan manufaktur berat lainnya.

Adanya supply and demand dari penjual dan pembeli kredit karbon membuat potensi bursa karbon di Indonesia sangatlah besar. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan, potensi bursa karbon ini bisa mencapai Rp 3000 triliun.

Perkiraan potensi bursa karbon tersebut bahkan hampir setara dengan total APBN 2023 yang dipatok Rp3061 triliun. Tak hanya itu, nilainya juga nyaris setara dengan anggaran perlindungan sosial untuk masyarakat Indonesia sepanjang 2015 - 2023 senilai Rp3212 triliun.

"Di catatan saya ada kurang lebih 1 giga ton CO2 potensi kredit karbon yang bisa ditangkap, dan jika dikalkulasi potensi bursa karbon kita bisa mencapai potensinya Rp 3.000 triliun rupiah bahkan bisa lebih. Rp 3.000 triliun, Rp3.000 triliun rupiah, bahkan bisa lebih. Sebuah angka yang sangat besar," Ungkap Jokowi.

Indonesia, kata Jokowi, memiliki potensi yang sangat besar terkait solusi berbasis alam (nature base solution). Selain itu, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang sekitar 60% pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari sektor alam.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected] 

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation