
Gak Main-Main! Emisi RI Jauh dari AS-Eropa Tapi Punya Bursa Karbon

Jakarta, CNBC Indonesia - Komitmen global untuk menurunkan tingkat emisi karbon menuju Net Zero Emissions atau emisi nol membutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak. Di Indonesia, langkah-langkah untuk mengurangi emisi mulai terlihat, dari pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) hingga diluncurkannya Bursa Karbon Indonesia pada 26 September 2023 lalu.
Usaha untuk menuju emisi nol bagi Indonesia cukup berat, mengingat tingkat karbon yang telah ada saat ini sudah cukup besar. Melansir OurWorldInData, tingkat emisi karbon yang telah dihasilkan Indonesia sejak pertama tercatat pada 1889 hingga 2022 telah mencapai 15,71 miliar ton. Besarnya tingkat karbon yang dihasilkan Indonesia setara dengan setiap penduduk menghasilkan 2,6 ton karbon pada 2022.
Namun demikian, level emisi Indonesia ini tercatat masih jauh lebih rendah dibanding Qatar yang mencapai 37,6 ton per kapita. Tidak hanya itu, karbon per kapita Indonesia masih lebih rendah dibanding beberapa negara yang gencar menyuarakan penurunan emisi seperti Jerman (8t/k), Belanda (7,1t/k), Inggris (4,7t/k).
Kontribusi emisi karbon Indonesia pada 2022 mencapai 1,96% dibanding level global. Kontribusi Indonesia masih lebih rendah dibanding China (30,68%), Amerika Serikat (13,61%), India (7,62%), Eropa (7,43%).
Dalam menghadapi persoalan emisi karbon yang tak kunjung membaik, Indonesia telah menunjukkan komitmennya melalui berbagai usaha. Salah satu inisiatif tersebut dengan mengembangkan industri bursa karbon yang telah berhasil mendukung langkah pengurangan karbon.
Pengembangan bursa karbon di Indonesia terlihat cukup berhasil jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia lainnya. Bursa Karbon Indonesia telah mencatat transaksi awal yang mengesankan, bahkan menjadi yang tertinggi. Secara total volume karbon yang diperdagangkan Indonesia berhasil melampaui Bursa Malaysia (Bursa Carbon Exchange) dan JPX Jepang (Carbon Credit Market).
![]() Perbandingan Bursa Karbon Vs Negara Lain |
Melansir Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa Bursa Karbon Indonesia telah menunjukkan prestasi yang mengagumkan dibandingkan dengan negara-negara lain di tingkat ASEAN. Menurut Direktur Pengawasan Bursa Karbon OJK Aldy Erfanda, sejak diluncurkan 26 September 2023, Bursa Karbon Indonesia telah mencatat volume transaksi yang signifikan, menunjukkan antusiasme yang tinggi dalam perdagangan karbon.
Aldy menyoroti kompleksitas sistem perdagangan karbon yang diterapkan di Indonesia. Dengan konsep Cap-Trade-Tax, Indonesia mengadopsi sistem perdagangan karbon yang paling kompleks di dunia. Sistem ini mencakup penetapan batas atas (cap), perdagangan karbon (trade), dan penerapan pajak karbon (tax). Meskipun kompleks, Aldy percaya bahwa sistem ini memperkuat kredibilitas perdagangan karbon Indonesia secara nasional dan internasional.
Pada level global, Indonesia dipandang sebagai negara yang serius dalam perdagangan karbon melalui bursa karbon. Namun, Aldy mengakui bahwa mencapai progres seperti ini tidaklah mudah. Diperlukan kerja keras dari berbagai sektor, seperti sektor FOLU, energi, dan limbah, untuk mencapai target NDC (Nationally Determined Contributions).
Aldy menekankan bahwa meskipun banyak tantangan yang dihadapi, Indonesia berkomitmen untuk menjaga kredibilitas perdagangan karbonnya. Aturan yang kompleks dan kajian yang komprehensif diperlukan untuk memastikan integritas dan transparansi perdagangan karbon, serta mencegah double counting-carbon. Meskipun regulasi ini mungkin tidak disukai oleh semua pihak, Aldy menegaskan bahwa Indonesia memiliki satu suara dan satu misi dalam mengembangkan perdagangan karbon yang berkelanjutan dan kredibel.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan, Indonesia berharap dapat terus menjadi pemimpin dalam perdagangan karbon global, memberikan kontribusi nyata dalam mengatasi perubahan iklim secara global.
Berdasarkan ulasan Tim CNBC Indonesia Research, bursa karbon ini dapat menekan emisi di Indonesia, sebab pihak yang menghasilkan karbon harus membeli pada pihak yang mampu mengurangi tingkat karbon.
Transaksi perdagangan karbon perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 26 September 2023 mencapai nilai sebesar Rp 29,2 miliar, dengan total volume perdagangan karbon mencapai 459 ribu ton CO2. Meskipun ada perlambatan setelah peluncuran, namun perkembangan bursa karbon dinilai cukup baik hingga saat ini.
![]() Hari Pertama Perdagangan Bursa Karbon |
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menekankan bahwa pendirian Bursa Karbon Indonesia adalah momentum bersejarah bagi negara dalam mendukung upaya menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai dengan komitmen yang diikrarkan dalam Paris Agreement.
Sayangnya, perdagangan bursa karbon masih relatif tertutup untuk beberapa perusahaan, sehingga publik cenderung sulit untuk memantau keterbukaan transaksinya.
Melansir laporan periode Februari 2024 IDX Carbon, peserta bursa karbon meningkat 220% dari 16 menjadi 50 peserta. Peningkatan ini menunjukkan besarnya minat untuk berkontribusi pada proyek ini.
Pemerintah melaporkan Indonesia telah mendeklarasikan target penurunan emisi dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) terbaru.
Indonesia menaikkan target pengurangan emisi dari 29% menjadi 31,89% dengan kemampuan sendiri, dan menjadi 43,2% dengan dukungan internasional dari sebelumnya hanya ditargetkan 40% pada 2030.
Selain itu, Net Zero Emissions (NZE) ditetapkan pada 2060 atau lebih cepat dari target awal.
Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 31,89% pada tahun 2030, sesuai dengan UU No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
![]() Penurunan Karbon Indonesia Pada 20230 |
OJK mengungkapkan bahwa hingga saat ini, sudah ada lima sektor yang turut serta dalam bursa karbon domestik. Sektor-sektor tersebut meliputi energi, forest and other land use (FOLU), limbah, pertanian, dan industri umum. Direktur Pengawasan Bursa Karbon OJK Lufaldy Ernanda menjelaskan bahwa selain lima sektor tersebut, banyak industri lain yang juga aktif dalam bursa karbon ini. Bahkan, industri di luar sektor yang mungkin tidak terduga, seperti sektor perbankan, telah terlibat secara proaktif dalam upaya menurunkan emisi.
PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina New & Renewable Energy telah memainkan peran penting dalam mengurangi emisi karbon. Dalam 14 tahun terakhir, perusahaan ini telah berhasil mengurangi emisi karbon hingga 31%, dengan rencana terus meningkatkan pencapaian tersebut di masa depan. Program dekarbonisasi menjadi fokus utama, dengan harapan bahwa perusahaan ini dapat menjadi katalis untuk bisnis karbon secara keseluruhan.
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan hutan hujan terbesar ketiga di dunia, memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola sumber daya alamnya secara berkelanjutan. Peluncuran perdagangan bursa karbon pada tahun 2023 adalah langkah awal yang signifikan menuju tujuan netralitas karbon pada 2060. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri mengesahkan peluncuran ini, dengan OJK menetapkan Bursa Efek Indonesia sebagai pelaksana perdagangan.
OJK juga berkomitmen untuk terus memperbaiki dan meramaikan bursa karbon di Indonesia. Melalui rapat Komite Pengarah (Komrah), kebijakan strategis akan dihasilkan untuk mendukung pengembangan bursa karbon domestik. Kolaborasi dengan kementerian dan lembaga terkait juga akan ditingkatkan untuk mengevaluasi dan meningkatkan kinerja bursa karbon.
Dengan upaya bersama dari pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga terkait, Indonesia berada pada jalur yang tepat untuk mencapai netralitas karbon. Langkah-langkah ini bukan hanya untuk keberlanjutan lingkungan hidup, tetapi juga untuk menjaga masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Dengan komitmen yang kuat dan tindakan konkret, Indonesia siap berperan sebagai pemimpin dalam perubahan menuju dunia yang lebih hijau dan berkelanjutan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)