
Raksasa Properti Global Ambruk, Saham TOTO Ikutan Lemas!

- Kinerja PT Surya Toto Indonesia Tbk (TOTO) turun seiring dengan penjualan ekspor yang terkoreksi.
- TOTO bertumbuh dalam periode 2000-2015, namun kinerja mulai stagnan pada tahun-tahun selanjutnya.
- Ketidakpastian prospek ekspor TOTO disebabkan krisis properti di China.
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Surya Toto Indonesia Tbk (TOTO) mengalami penurunan laba bersih sepanjang semester pertama 2023. Penurunan laba bersih terjadi seiring dengan rendahnya pendapatan dari pasar luar negeri.
Penurunan pendapatan TOTO secara keseluruhan tercatat sebesar 5% menjadi Rp 986,4 miliar. Padahal, pendapatan domestik yang menyumbang 80% dari keseluruhan naik tipis 3,6% menjadi Rp 821,9 miliar. Penyebab terkoreksinya pendapatan berasal dari ekspor TOTO yang anjlok 33,8% menjadi Rp 164,5 miliar.
Kenaikan pendapatan domestik tidak mampu menahan nilai penjualan secara keseluruhan sebab nilai ini hanya meningkat Rp 28,6 miliar, sedangkan penjualan ekspor turun Rp 126 miliar.
Segmen produk yang tercatat mengalami penurunan berasal dari produk saniter yang turun 19,5%, menjadi Rp 425 miliar. Beruntungnya, TOTO masih dapat mengimbangi penurunan tersebut dengan kenaikan penjualan produk keran air atau wastafel (fittings) yang naik tipis 5,7% menjadi Rp 512 miliar.
Kedua segmen tersebut berkontribusi terhadap keseluruhan pendapatan sebesar 95%. Dampak dari penurunan pendapatan produk saniter yang signifikan tidak mampu ditahan oleh kenaikan pendapatan dari segmen keran air.
Pertumbuhan melambat sejak 2015
TOTO mampu meningkatkan kinerja topline dalam periode 2000-2015. Pendapatan perseroan konsisten meningkat hanya terkoreksi sekali pada tahun 2009. Pendapatan TOTO tahun 2000 tercatat sebesar Rp 339 miliar dan menyentuh puncaknya tahun 2015 yang menyentuh Rp 2,2 triliun.
Namun, TOTO mulai menunjukkan pendapatan yang cenderung stagnan disertai tren penurunan. Hal ini mengindikasikan kinerja perseroan sudah memuncak. Hal ini dapat menjadi kekhawatiran investor penurunan akan terus terjadi, sehingga saham TOTO kurang menarik.
Tidak hanya itu, perseroan tidak memanfaatkan kas nya untuk belanja modal yang signifikan untuk meningkatkan kinerja. Biasanya, perusahaan dapat memanfaatkan kasnya untuk beberapa hal, seperti belanja modal, pembagian dividen, pembayaran utang, dan buyback sahamnya.
Sayangnya, TOTO tidak terlihat melakukan aksi korporasi signifikan, sehingga harapan pertumbuhan kinerja perseroan akan semakin menipis.
Tekanan Sektor Properti Makro: Evergrande
Faktor makro sektor properti turut menjadi sentimen penurunan kinerja TOTO. Properti China yang sedang mengalami tekanan berpotensi mengganggu kinerja perseroan yang juga mengekspor penjualan produk pendukung properti.
Penurunan kinerja ekspor juga telah tercermin dari kinerja segmen penjualan ekspor yang mulai melambat.
Terbaru, raksasa properti China yang terlilit utang, Evergrande Group, mengajukan perlindungan kebangkrutan Chapter 15 di pengadilan AS pada Kamis (17/8/2023). Dalam pengajuan ke pengadilan kebangkrutan, perusahaan merujuk proses restrukturisasi di Hong Kong, Kepulauan Cayman, dan Kepulauan Virgin Britania Raya.
Pengembang properti dengan utang terbesar di dunia ini gagal bayar pada 2021 dan mengumumkan program restrukturisasi utang luar negeri pada Maret.
Sebagai informasi, Evergrande pernah memiliki valuasi mendekati HKD420 miliar atau setara Rp 798 triliun (kurs: Rp 1.900/HKD) pada 2017. Nilai tersebut masih sedikit lebih tinggi dibanding gabungan nilai pasar dari saham TLKM, ASII, ICBP.
Kegagalan dari Evergrande akan berdampak domino terhadap sektor properti dan tentunya akan turut menekan kinerja TOTO. Selain itu, krisis properti China juga melanda perusahaan properti lainnya seperti Country Garden.
Valuasi
Valuasi relatif dari TOTO memang terlihat di harga wajar, terutama bila dibandingkan dengan produsen barang industri yang tercatat di bursa, seperti AMFG dan ARNA. Harga saham dibandingkan dengan laba bersih (PER) berada di 9,7 dan dibandingkan dengan modal (PBV) 1,05.
Namun, faktor yang membuat TOTO kurang menarik berasal dari rasio efisiensi (NPM), efektivitas manjemen (ROE) tidak sebaik yang dimiliki ARNA. Selain itu, kinerja pendapatan menunjukkan tren penurunan setelah memuncak pada 2015 menjadikan TOTO kurang menarik.
Di sisi lain, perseroan memiliki kesehatan yang keuangan dengan tingkat utang dibanding modal (DER) yang sangat rendah hanya 0,4 kali. Rasio kas terhadap utang jangka pendeknya juga masih baik sebesar 1,9 kali.
Namun, TOTO yang terlihat memiliki utang cukup rendah menandakan bahwa perusahaan memperlambat tingkat ekspansinya, di tengah pendapatan perseroan yang sudah mulai melambat. Hal ini menjadikan saham TOTO kurang menarik untuk diinvestasikan pada posisi saat ini.
Layakkah Investasi?
Kinerja PT Surya Toto Indonesia Tbk (TOTO) mengalami penurunan pada semester pertama 2023, terutama karena penurunan penjualan ekspor yang turut terimbas oleh krisis properti di China.
Meskipun TOTO tumbuh sejak tahun 2000 hingga 2015, kinerjanya mulai stagnan setelah itu, mengindikasikan bahwa perusahaan telah mencapai puncaknya.
Selain itu, TOTO tidak memanfaatkan kasnya untuk pertumbuhan yang signifikan, yang membuat investor khawatir akan prospeknya. Faktor makro seperti krisis properti di China dan kegagalan Evergrande Group juga berpotensi mempengaruhi kinerja TOTO.
Kendati valuasi saham TOTO terlihat wajar, tetapi rasio efisiensi dan efektivitas manajemen yang rendah membuatnya kurang menarik bagi investor saat ini. Atas dasar hal tersebut, saham TOTO kurang layak dikoleksi saat ini di tengah penurunan kinerja dan ketidakpastian industri.
(mza/mza)