
6 Faktor yang Buat Harga Minyak Terbang! RI Ikutan Pusing

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia terus melambung sejak awal 2023. Pada perdagangan Rabu (13/9/2023) harga minyak mentah brent mencapai US$92,84 per barel dan minyak mentah crude WTI mencapai kenaikan tertinggi di level US$89,64 per barel.
Level tersebut adalah yang tertinggi sepanjang tahun ini.
Banyak faktor yang terus mendorong kenaikan harga minyak, baik dari sisi persediaan maupun permintaan. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) juga menjadi pendorong kenaikan harga minyak dari sisi persediaan.
Lalu apa saja yang mendorong kenaikan harga minyak sepanjang tahun 2023 hingga 2024, berikut penjelasannya:
1. Pengurangan pasokan oleh OPEC
Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pengurangan pasokan sukarela sebesar 1,3 juta barel per hari hingga akhir tahun 2023 dan akan berlangsung hingga akhir 2024.
Badan Informasi Energi AS (EIA) memproyeksikan produksi minyak global akan meningkat dari 99,9 juta barel per hari pada 2022 menjadi 101,2 juta barel per hari pada 2023 dan 102,9 juta barel per hari pada 2024, sementara permintaan dunia akan meningkat dari 99,2 juta barel per hari pada 2022 menjadi 101,0 juta barel per hari pada tahun 2023, serta 102,3 juta barel per hari pada tahun 2024.
Bandingkan dengan rekor produksi minyak global sebesar 100,5 juta barel per hari pada tahun 2018 dan rekor konsumsi cairan dunia sebesar 100,8 juta barel per hari pada tahun 2019, menurut Short Term Energy Outlook EIA.
![]() Oil pump silhouette at night. Foto: kotkoa / Freepik |
EIA memperkirakan persediaan minyak global akan turun hampir setengah juta barel per hari pada paruh kedua 2023, menyebabkan harga minyak naik dengan harga brent rata-rata US$93 per barel pada kuartal keempat.
EIA memproyeksikan produksi minyak mentah AS akan meningkat dari 11,9 juta barel per hari (bph)pada tahun 2022 menjadi 12,8 juta barel per hari pada 2023 dan 13,2 juta bph pada 2024, sementara konsumsi cairan akan meningkat dari 20,0 juta bph pada tahun 2022 menjadi 20,1 juta bph pada 2023 dan 20,3 juta bph pada 2024.
Bandingkan dengan rekor produksi minyak mentah AS sebesar 12,3 juta bph pada 2019 dan rekor konsumsi cairan sebesar 20,8 juta bph pada 2005.
2. Pasokan minyak menurut IEA
International Energy Agency (IEA) pada awal minggu ini menyatakan kurangnya pasokan minyak global untuk semester kedua 2023. Harga minyak global secara tahunan hingga 13 September 2023 sebesar US$81,2/barel, lebih rendah 17,9% dari harga rata-rata tahun lalu yang mencapai US$98,9/barel.
IEA menyatakan secara rata-rata, permintaan minyak akan berada 1,2 juta bph lebih tinggi dari persediaannya. Sedangkan, OPEC memperkirakan pasokan minyak akan berada 3 juta bph lebih rendah dari permintaannya pada kuartal IV-2023. Berdasarkan data Energy Information Administration (EIA) Amerika Serikat, permintaan minyak pada Agustus 2023 mencapai 101,4 juta bph, sedangkan pasokannya hanya sebesar 100,8 juta bph.
3. Persediaan minyak Amerika Serikat (AS)
Laporan Status Minyak (EIA) menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik 3,954 juta barel dalam pekan yang berakhir 8 September 2023, dibandingkan dengan ekspektasi pasar yang turun 1,912 juta barel.
Selain itu, stok bensin meningkat 5,56 juta, terbesar sejak Juli tahun lalu dan lebih dari perkiraan injeksi 237 ribu, dan stok sulingan, termasuk solar dan minyak pemanas, naik sebesar 3,931 juta barel, lebih besar dari konsensus kenaikan sebesar 1,303 juta barel.
Kendati demikian, stok minyak mentah di pusat pengiriman Cushing, Oklahoma, turun 2,45 juta barel, menyusul penurunan 1,75 juta barel pada minggu sebelumnya.
![]() |
4. Permintaan minyak mentah di dunia
OPEC memperkirakan pertumbuhan permintaan minyak dunia pada 2023 tetap tidak berubah pada angka 2,4 juta bph. Revisi ke atas yang dilakukan semuanya berdasarkan data aktual yang diterima untuk China, AS, dan OECD Eropa, sedangkan Asia Lainnya direvisi ke bawah.
Di kawasan OECD, permintaan minyak pada 2023 diperkirakan meningkat sebesar 0,1 juta bph, sedangkan di kawasan non-OECD, permintaan minyak diperkirakan meningkat sekitar 2,3 juta b/h.
![]() |
Sedangkan pada 2024, permintaan minyak dunia diperkirakan akan tumbuh sebesar 2,2 juta juta bph, tidak berubah dari perkiraan bulan sebelumnya.
Permintaan dari negara OECD diperkirakan akan tumbuh sekitar 0,3 juta bph dengan OECD Amerika memberikan kontribusi peningkatan terbesar. Negara-negara non-OECD diperkirakan akan mendorong pertumbuhan, meningkat sekitar 2,0 juta bph, dengan Tiongkok, India, Timur Tengah, dan Asia Lainnya yang memberikan kontribusi terbesar.
![]() |
5. Keseimbangan permintaan dan penawaran minyak mentah 2023
Berdasarkan laporan OPEC, permintaan minyak mentah negara OPEC pada 2023 direvisi turun sebesar 0,1 juta barel per hari (bph) dari penilaian sebelumnya menjadi 29,2 bph. Angka ini sekitar 0,8 bph lebih tinggi dibandingkan 2022.
Dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya, baik kuartal II-2023 maupun kuartal IV-2023 tetap tidak berubah, sementara kuartal I-2023 direvisi naik sebesar 0,1 juta bph Sementara itu, kuartal III-2023 direvisi turun sebesar 0,3 mb/h jika dibandingkan dengan sebelumnya
Dibandingkan dengan kuartal yang sama pada 2022, permintaan minyak mentah OPEC pada kuartal II-2023, kuartal III-2023, dan kuartal IV-2023 diperkirakan lebih tinggi masing-masing sebesar 0,3 juta bph, 0,9 juta bph, dan 2,0 juta bph. Sementara itu, minyak mentah OPEC pada kuartal I-2023 diperkirakan masih sama seperti pada kuartal I-2022.
6. Keseimbangan permintaan dan penawaran minyak mentah 2024
Berdasarkan laporan OPEC, permintaan minyak mentah OPEC pada 2024 direvisi turun sebesar 0,1 juta bph dari proyeksi sebelumnya menjadi 30,0 juta bph, 0,8 juta bph lebih tinggi dari tingkat perkiraan pada 2023.
Dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya, baik kuartal I-2024 maupun kuartal III-2024 tetap tidak berubah, sedangkan kuartal II-2024 dan kuartal IV-2024 direvisi turun masing-masing sebesar 0,1 juta bph dan 0,2 juta bph.
Dibandingkan dengan kuartal yang sama pada tahun 2023, permintaan minyak mentah OPEC pada kuartal I-2024, kuartal II-2024, dan kuartal III-2024 masing-masing diperkirakan lebih tinggi sebesar 1,4 juta bph, 1,2 juta bph, dan 1,1 juta bph, sedangkan pada kuartal IV-2024 diperkirakan akan lebih rendah sebesar 0,5 juta bph.
Berikut diagram keseimbangan permintaan dan penawaran minyak mentah 2023-2024.
![]() |
7. Dampak dolar AS dan inflasi terhadap minyak
Minyak mentah merupakan input perekonomian yang utama, sehingga kenaikan harga minyak berkontribusi terhadap inflasi, yang mengukur tingkat kenaikan harga secara keseluruhan di seluruh perekonomian.
Selain dampak langsung terhadap inflasi, kenaikan harga minyak juga meningkatkan inflasi secara tidak langsung karena minyak mentah merupakan bahan utama petrokimia yang digunakan untuk membuat plastik. Jadi, harga minyak yang lebih mahal akan cenderung meningkatkan harga banyak produk berbahan plastik.
Demikian pula, harga konsumen juga mempengaruhi biaya transportasi, termasuk harga bahan bakar, dan harga minyak menyumbang sekitar setengah dari harga eceran bensin.
Kontribusi tidak langsung harga minyak mentah terhadap inflasi tercermin dalam indeks CPI inti, yang tidak mencakup harga energi atau pangan karena cenderung lebih fluktuatif.
Dalam jangka pendek. inflasi yang lebih tinggi cenderung menyebabkan harga minyak lebih tinggi. Dalam jangka panjang, jika The Federal Reserve menaikkan suku bunga dan memperlambat pertumbuhan ekonomi untuk mengendalikan inflasi, akibatnya harga minyak bisa turun.
![]() |
Dampak Kenaikan Minyak ke Indonesia
Indonesia merupakan negara net importir minyak. Kenaikan harga minyak akan berdampak negatif kepada beberapa hal, mulai dari pembengkakan impor hingga beban subsidi.
Pembengkakan impor bisa mengakibatkan surplus neraca dagang tergerus sehingga transaksi berjalan bisa terus berada di zona defisit. Harga minyak yang naik juga akan membebani anggaran negara karena beban subsidi membengkak.
Sebagai catatan, pemerintah menetapkan harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada angka US$ 90 per barel. Artinya harga minyak saat ini sudah di atas target ICP yang ada di APBN 2023. Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi BBM dan kompensasi senilai Rp 339 triliun pada 2023. Jika ICP terus membengkak maka tidak mungkin anggaran membengkak seperti pada 2022.
Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan harga rata-rata minyak global pada 2023 akan mencapai US$86,1/barel dan menurun ke US$ 70,0/barel pada 2024 karena peningkatan target produksi OPEC+ pada tahun 2024 dan ekspektasi permintaan yang masih lemah.
"Dampak terhadap pasar keuangan Indonesia terlihat dari meningkatnya volatilitas dan aliran modal keluar," tutur Andry, kepada CNBC Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)