Siaga 1! Badai Ekonomi Bisa Datang dari AS dan Eropa Hari Ini
- Pasar keuangan Tanah Air bergerak mixed, IHSG ditutup hijau tipis, Rupiah masih melemah, sementara Surat Berharga Negara (SBN) makin dilepas investor.
- Wall Street ditutup beragam setelah pengumuman inflasi AS yang naik tajam pada Agustus
- Kenaikan inflasi AS akan menjadi fokus utama pelaku pasar hari ini dan dikhawatirkan membuat pasar goyang
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas pasar keuangan Tanah Air masih di zona merah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat tipis tetapi rupiah merana melawan dolar AS. Begitu pula pada Surat Berharga Negara (SBN) yang terpantau masih dibuang asing.
Pasar keuangan hari ini nampaknya akan bergejolak. Selengkapnya mengenai proyeksi pasar keuangan bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini
IHSG pada perdagangan kemarin, Rabu (13/9/2023) IHSG bergerak cukup volatile, pada awal sesi sempat terjadi penguatan ke titik tertinggi di 6944,92 sekitar 20 menit tetapi setelah itu terjerembab cukup lama dalam zona merah hingga ke titik terendah 6903,25.
Menjelang closing hanya dalam beberapa menit IHSG menguat kembali ke posisi akhir di 6935,47. Dengan begitu jika dibandingkan dari opening IHSG hanya naik 0,02% saja dalam sehari.
Penguatan IHSG kemarin kontras dengan pelemahan yang terjadi hari sebelumnya sebesarnya 0,42% di posisi 6933,96. Akan tetapi, secara teknikal IHSG masih sulit untuk menguat ke level psikologis 7000.
Sepanjang perdagangan kemarin nilai transaksi yang tercatat pada IHSG sebesar Rp10,95 triliun, dengan volume sebesar 19.10 miliar lembar yang setara dengan frekuensi 1,21 juta kali. Ada sekitar 234 saham yang menguat, kemudian 298 melemah, sementara sisanya 221 saham bergerak stagnan. Investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 1,76 triliun rupiah kemarin.
Sementara itu, bursa Asia ditutup beragam di mana indeks Hang Seng Hong Kong melemah 0,09%, Shanghai Composite Index terjun 0,45%, indeks KOSPI melandai 0,07% tetapi indeks Straits Times Singapura menguat 0,14%.
Beralih ke pergerakan rupiah yang berbanding terbalik dengan laju IHSG, mata uang Garuda terpantau melemah tipis 0,20% ke posisi Rp15.365/US$ pada akhir perdagangan Rabu (13/9/2023). Posisi ini memperpanjang tren pelemahan rupiah sejak 1 September 2023 dan merupakan posisi terlemah sejak 16 Maret 2023 atau hampir enam bulan terakhir.
Pelemahan rupiah terjadi karena ditekan indeks dolar Amerika Serikat (AS) yang masih perkasa. Hingga perdagangan kemarin, Indeks dolar AS menguat tajam ke 104,71, posisi tersebut merupakan yang tertinggi dalam tiga hari terakhir.
Penguatan indeks dolar AS sejalan dengan sikap pelaku pasar yang berhati-hari akan rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan naik kembali.
Kemudian pada pergerakan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar masih terpantau di lepas investor. Nilainya pada akhir perdagangan Rabu (13/9/2023) naik 3 basis poin (bps) ke posisi 6,68%. Kenaikan yield obligasi tersebut menunjukkan SBN seakan makin murah, pasalnya kenaikan yield hubungannya dengan harga berbanding terbalik, dampaknya harga obligasi jadi turun yang membuatnya semakin dibuang asing.
Pasar obligasi sebenarnya pada dua hari lalu sempat mendapat sentimen positif dari Surat Berharga Negara Syariah (SBNS) yang diluar dugaan mendapat permintaan tinggi dengan serapan pemerintah di atas target.
Nilai permintaan SBNS yang masuk pada lelang 12 September 2023 lalu mencapai Rp31,33 triliun, lebih besar dari lelang sukuk terakhir sebesar Rp21,28 triliun. Serapan pemerintah pada lelang kali ini mencapai Rp9 triliun, melampaui target indikatif yang ditentukan sebelumnya yaitu Rp6 triliun.
Hanya saja, hasil positif dari lelang tersebut tak menjadi sentimen yang menular ke SBN acuan 10 tahun karena sikap pasar yang berhati-hati pada ketidakpastian eksternal yang meningkat akhir-akhir ini.
(tsn/tsn)