
Inggris di Jurang Resesi! Pangan Mahal, Pengangguran Melonjak

- Tekanan ekonomi Inggris masih berlanjut. Momok resesi kembali menghantui salah satu negara terbesar Eropa ini.
- Hal ini mencuat setelah rilis data produk domestik bruto Inggris turun 0,5% pada Juli.
- Ini adalah tanda terbaru dari tekanan ekonomi akibat tingginya tingkat suku bunga.
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Inggris lagi-lagi menjadi perhatian pasalnya 'hantu' resesi kini menghantui negara tersebut. Hal ini mencuat setelah data terbaru menunjukkan produk domestik bruto Inggris terkontraksi 0,5% pada Juli 2023. Angka tersebut lebih buruk dibandingkan perkiraan kontraksi 0,2% dalam jajak pendapat para ekonom Reuters.
Menurut Kantor Statistik Nasional, Output jasa menjadi hambatan utama pertumbuhan ekonomi Inggris. Perekonomian menunjukkan kinerja yang lebih baik dari perkiraan untuk kuartal kedua secara keseluruhan, dengan ONS menegaskan kembali perkiraan pertumbuhan sebesar 0,2%. Penurunan mengejutkan pada bulan Juli berarti perekonomian menyusut pada laju tercepat sejak Desember, menurut angka ONS.
Kontraksi ekonomi adalah tanda terbaru dan bukti nyata besarnya tekanan ekonomi akibat tingginya tingkat suku bunga. Pada hari Selasa, angka menunjukkan tunggakan hipotek Inggris melonjak ke level tertinggi dalam tujuh tahun dalam tiga bulan hingga Juni.
Seperti diketahui, bank sentral Inggris telah mengerek suku bunga sebesar 515 bps dari 0,1% pada akhir 2021 menjadi 5,25% seperti saat ini. Kenaikan suku bunga ini membuat ongkos pinjaman naik, ekonomi lesu, belanja turun, hingga pengangguran meningkat.
Para ekonom juga mengatakan bahwa Inggris berada dalam kondisi yang sulit setelah mengalami kemunduran yang mengejutkan dan beberapa orang mengatakan bahwa resesi mungkin telah dimulai.
Dengan kondisi ini, bank-bank investasi besar memangkas ekspektasi pertumbuhan Inggris setelah pembacaan tersebut. Goldman Sachs merevisi perkiraan pertumbuhan tahunannya menjadi 0,3% dari 0,5%, sementara JP Morgan menurunkan perkiraan tahun 2023 menjadi 0,4% dari 0,6%, dan perkiraan tahun 2024 menjadi 0,2% dari 0,4%.
James Smith, ekonom pasar maju di ING, mengatakan dalam sebuah catatan bahwa "dengan menghilangkan kebisingan, perekonomian tampaknya masih tumbuh, meskipun hanya sedikit."
"Kami pikir perekonomian akan cenderung datar pada kuartal-kuartal mendatang - dan resesi ringan tidak dapat dikesampingkan," katanya dalam laporan tersebut yang dikutip dari CNBC International.
Selain itu, Paul Dales, kepala ekonom Inggris di Capital Economics, mengatakan angka PDB mungkin mengindikasikan resesi ringan telah dimulai dan pertumbuhan yang mendasarinya telah kehilangan momentum sejak awal tahun ini.
Dales menyoroti pemogokan dan cuaca basah yang tidak biasa yang membebani sektor-sektor tertentu, namun mengatakan output menurun lebih luas, menunjukkan pelemahan yang meluas.
"Meski begitu, dengan pertumbuhan upah yang masih kuat, kami menduga Bank of England masih akan menaikkan suku bunga untuk terakhir kalinya pada minggu depan, dari 5,25% menjadi 5,50%," kata Dales.
Potensi kekhawatiran bagi bank sentral muncul pada Selasa (12/9/2023), ketika data menunjukkan pertumbuhan tahunan dalam gaji tidak termasuk bonus tetap stabil di 7,8%, rekor tertinggi.
Hal ini dikombinasikan dengan tanda-tanda sedikit melemahnya pasar tenaga kerja, karena pengangguran meningkat 0,5 poin persentase.
Untuk diketahui, tingkat pengangguran di Inggris adalah 4,3%, dan 1,46 juta orang berusia 16 tahun ke atas tercatat menganggur. Tingkat pengangguran meningkat pada kuartal terakhir dan tahun lalu dan mencapai 89.000 di atas tingkat sebelum pandemi. 8,78 juta orang berusia 16-64 tahun tidak aktif secara ekonomi, dan tingkat ketidakaktifan sebesar 21,1%.
Para ekonom menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB yang lemah pada kuartal ketiga kini kemungkinan tidak mencapai perkiraan Bank of England sebesar 0,4%.
Namun sebagian besar masih memperkirakan dorongan untuk mengendalikan inflasi dan meramalkan komite kebijakan moneter di bank sentral akan menaikkan suku bunga untuk terakhir kalinya dari 5,25 menjadi 5,5% pada minggu depan.
Per Agustus 2023, Bank of England (BoE) menaikkan suku bunga utamanya sebesar 25 Basis Poin sebagai tingkat tertinggi dalam 15 tahun terakhir sebesar 5,25%. BoE adalah salah satu bank sentral yang paling awal menaikkan suku bunga yakni pada akhir 2021.
Bank sentral Inggris mengerek suku bunga secara agresif karena lonjakan inflasi yang sangat tinggi. Inflasi melambung dari hanya 2% pada Juli 2021 menembus level 10,7% pada November 2020, tertinggi 40 tahun pada setelah Perang rusia-Ukraina meletus.
Inggris sangat menggantungkan pasokan energi dan bahan pangan ke Rusia-Ukraina sehingga mau tak mau harga makanan dan energi Inggris pun melambung akibat perang.
Kabar bahwa Inggris menghadapi masalah serius sudah berhembus lama, tidak sekedar resesi tetapi diperkirakan akan "menghilang 10 tahun". Berbagai ramalan suram menghantui Inggris belakangan ini, bahkan Bank of England (BoE) sudah menyatakan jika Inggris akan mengalami resesi yang panjang.
Lebih buruk lagi, Confederation of British Industri (CBI) memperingatkan Inggris bisa mengalami "dasawarsa yang hilang" atau "lost decade". Jepang pernah mengalaminya, di mana pertumbuhan ekonominya sangat rendah hingga negatif pada periode 1991 - 2000.
"Inggris dalam stagflasi - dengan inflasi yang sangat tinggi, pertumbuhan ekonomi negatif, penurunan produktivitas dan investasi bisnis," kata Tony Danker, Direktur Jenderal CBI sebagaimana dilansir CNN Business.
Inflasi yang tinggi mencekik daya beli masyarakat, kemudian suku bunga tinggi membuat ekspansi dunia usaha melambat, begitu juga dengan konsumsi. Alhasil, bayang-bayang resesi tidak terelakkan lagi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)