KTT ASEAN 2023

3 Urat Nadi Perdagangan Global Ada di ASEAN, Malaka-Mekong

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
05 September 2023 16:40
Pertamina melakukan survei seismik 2D di Perairan Selat Malaka, Aceh sepanjang 1800 km. (dok. Pertamina)
Foto: Pertamina melakukan survei seismik 2D di Perairan Selat Malaka, Aceh sepanjang 1800 km. (dok. Pertamina)

Jakarta, CNBC Indonesia - China memiliki kepentingan besar alam kawasan perairan penting Asia Tenggara, diantaranya Laut China Selatan (LCS), Sungai Mekong, dan Selat Malaka. Namun, persoalan ini mendorong China dalam bertindak dengan membuat klaim semena-mena terhadap tanah yang juga dikuasai negara di kawasan ASEAN.

Ketiga jalur perdagangan dan pelayaran penting tersebut sangat strategis bagi perdagangan banyak negara, terutama China. Tidak heran kemudian jika jalur tersebut kerap menimbulkan perselisihan.

China sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua tentunya memiliki peran penting terhadap perekonomian dunia. Bahkan, kuatnya ekonomi China didukung oleh industri manufakturnya yang merupakan terbesar dunia.

China berperan 28,7% hasil manufaktur dunia berada di peringkat pertama di atas Amerika Serikat dalam satu dekade terakhir, Melansir SafeGuardGlobal. Besarnya kekuatan China menjadikan berbagai negara Asia Tenggara bergantung pada perekonomian China.

Negara eksportir akan banyak bergantung pada tingkat kebutuhan China, seperti komoditas bahan baku manufaktur, energi, dan sebagainya. Demikian pula, kebutuhan produk hilir China juga memasok berbagai produk seperti alat elektronik, mesin, peralatan industri, dan sebagainya.

Ketergantungan negara ASEAN juga tercermin dari China sebagai partner dagang terbesar dengan kontribusi 20% atau US$669,2 miliar pada 2021.

Kekuatan ekonomi Tiongkok menyebabkan negaranya bersikap semena-mena terhadap negara ASEAN. Di sisi lain, China berharap keuntungan maksimal dengan menguasai jalur ekonomi perairan penting untuk meningkatkan efisiensi, kebutuhan air, dan kepastian perjalanan pada Laut China Selatan, Sungai Mekong, dan Selat Malaka.

Laut China Selatan

Laut China Selatan yang berada dalam kawasan beberapa negara Asia Tenggara baru kembali menjadi persoalan. China mengklaim LCS dengan menambah 10 garis putus-putus dalam peta terbarunya.

Kementerian Sumber Daya Alam China merilis peta "standar China" edisi 2023, sebagaimana dimuat Global Times yang dikutip dari CNBC Indonesia (4/9/2023). Bukan hanya wilayah daratan negara lain masuk tapi juga perluasan klaimnya di Laut China Selatan.

This handout photo taken on February 21, 2023 and received from the National Task Force for the West Philippine Sea (NTF-WPS) on February 22 shows suspected Chinese maritime militia vessels anchored off a disputed shoal in the Spratly Island group in the South China Sea. - China claims sovereignty over almost the entire South China Sea, through which trillions of dollars in trade passes annually, and has ignored an international court ruling that its claims have no legal basis. (Photo by Handout / National Task Force for the West Philippine Sea / AFP) / RESTRICTED TO EDITORIAL USE - MANDATORY CREDIT Foto: Kepulauan Spratly di Laut China Selatan. (AFP/HANDOUT)
This handout photo taken on February 21, 2023 and received from the National Task Force for the West Philippine Sea (NTF-WPS) on February 22 shows suspected Chinese maritime militia vessels anchored off a disputed shoal in the Spratly Island group in the South China Sea. - China claims sovereignty over almost the entire South China Sea, through which trillions of dollars in trade passes annually, and has ignored an international court ruling that its claims have no legal basis. (Photo by Handout / National Task Force for the West Philippine Sea / AFP) / RESTRICTED TO EDITORIAL USE - MANDATORY CREDIT "AFP PHOTO / National Task Force for the West Philippine Sea (NTF-WPS)" - NO MARKETING NO ADVERTISING CAMPAIGNS - DISTRIBUTED AS A SERVICE TO CLIENTS

Bahkan, China sempat meminta Indonesia menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di Kepulauan Natuna yang merupakan Zona Ekonomi Eksklusif Negara Asia Tenggara pada Desember lalu. MediaSouth China Morning Post (SCMP)mencatat pengajuan dilakukan, sebab Tiongkok merasa kawasan tersebut merupakan wilayahnya.

Sikap China yang tampak mendambakan LCS didasari dua faktor yaitu ekonomi dan militer.

Secara ekonomi, Laut China Selatan diketahui menjadi salah satu pintu gerbang komersial yang krusial bagi sebagian besar industri logistik dunia, dan menjadi sub-wilayah ekonomi strategis di kawasan Indo-Pasifik.

DilansirCFR Global Conflict Tracker, total nilai perdagangan yang melintasi kawasan ini pada 2016 mencapai US$3,37 triliun. Bahkan perdagangan gas alam cair global yang transit melalui Laut China Selatan pada 2017 sebanyak 40 persen dari total konsumsi dunia.

Impor LNG China 40% melalui Selat MalakaFoto: Source: U.S. Energy Information Administration based on Chinese import statistics from Global Trade Tracker yang dikutip dari EIA
Impor LNG China 40% melalui Selat Malaka

Perairan ini juga kaya akan sumber daya hasil laut. Laut China Selatan dilaporkan memiliki cadangan minyak dan gas yang signifikan. Diperkirakan ada 11 miliar barel minyak yang belum dimanfaatkan, serta 190 triliun kaki kubik cadangan gas alam di perairan ini.

Secara militer, laporan MOD menyatakan penguasaan LCS memungkinkan Tiongkok untuk membangun dan mengembangkan pangkalan militer sebagai persiapan melawan pesaing regional eksternal seperti Amerika Serikat.

Kehadiran militer China di LCS akan mencegah akses musuh dan potensi serangan militer ke Tiongkok di masa depan.

Sungai Mekong

Mekong sebagai sungai terbesar di Asia Tenggara mengalir pada beberapa negara yaitu China, Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja, hingga Vietnam. Sungai ini menjadi daerah kawasan konflik, pasalnya sempat terjadi penghentian arus yang menjadi tuduhan antara China atau Amerika Serikat (AS) yang menjadi dalangnya pada 2020 silam.

China menuding penelitian yang diprakarsai oleh AS di sungai terpanjang Asia Tenggara tersebut telah menahan arus, sedangkan
ika Serikat menuding sebaliknya dan mengatakan China mengatur alur air yang mengalir ke beberapa negara di kawasan Indocina dengan bendungan yang dibuat.

Persoalan yang dihadapi Sungai Mekong juga datang dari sedimentasi yang tidak mengalir rata akibat bendungan yang dibangun China di hulu.

Pada 2007, sumber air beberapa negara ini telah membawa sedimen sebesar 143 juta ton melalui Delta Mekong setiap tahun yang mengalirkan nutrisi sepanjang perairan sungai Mekong.

Sungai MekongFoto: Reuters
Sungai Mekong

Seiring bendungan untuk PLTA China dibangun, sedimentasi terfokus pada jalur hulu sungai, hanya sepertiga dari tanah yang mengalir pada 2020. 

Perkiraan ke depan sedimen yang mengalir hanya akan tersisa kurang dari lima juta ton pada 2040, , berdasarkan analisis data satelit oleh perusahaan penginderaan jauh akuatik yang berbasis di Jerman, EOMAP dan Reuters.

Sedimentasi sungai Mekong dari tahun ke tahunFoto: Reuters
Sedimentasi sungai Mekong dari tahun ke tahun

Selat Penting Indonesia: Malaka, Sunda, dan Lombok

Indonesia menguasai pintu gerbang menuju Laut China Selatan dengan selat pentingnya, yaitu Malaka, Sunda, dan Lombok. Selat Malaka merupakan jalur laut terpendek antara Timur Tengah dan Asia Timur untuk membantu mengurangi waktu dan biaya transportasi laut.

Lokasinya yang strategis menjadikannya jalur air yang penting untuk pengiriman hidrokarbon, kontainer, dan kargo curah. Menurut Badan Informasi Energi AS (EIA), pada tahun 2016, sekitar 16 juta barel minyak mentah dan 3,2 juta barel gas alam cair (LNG) diangkut setiap hari melalui Selat tersebut. Ini merupakan volume terbesar kedua di dunia setelah Selat Hormuz, yang menghubungkan Teluk Persia dan Samudera Hindia.

Selat Malaka merupakan jalur penting transportasi komoditas minyak dan gas.Foto: Source: U.S. Energy Information Administration, 2017 World Oil Transit Chokepoints yang dikutip dari EIA
Selat Malaka merupakan jalur penting transportasi komoditas minyak dan gas.

Kebutuhan pengiriman jalur air Tiongkok yang tinggi menjadikannya bergantung pada Selat Malaka. Lebih dari 70% ekspor minyak bumi dan LNG Tiongkok dikirim melalui Selat Malaka, yang menjadikannya jalur penting untuk keamanan energi Tiongkok.

Menurut perhitungan Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), sekitar 20% perdagangan maritim global dan 60% arus perdagangan Tiongkok dilakukan melalui Selat dan Laut Cina Selatan, menjadikannya jalur komunikasi laut terpenting untuk perekonomian Tiongkok.

Lalu lintas perdagangan di Selat MalakaFoto: Reuters
Lalu lintas perdagangan di Selat Malaka



Hal ini menjadikan China mencoba menguasai jalur ini yang mulai terlihat sejak November 2003 melalui pernyataan Presiden kala itu, Hu Jintao. Kerentanan blokade selat ini menjadikan kekhawatiran mantan presiden tersebut, khususnya dari istilah "kekuatan tertentu" yang mengindikasikan Angkatan Laut AS.

Selama dua dekade terakhir, isu jalur komunikasi laut (SLOCs) menjadi semakin penting dalam wacana strategis yang tertuang dalam dokumen strategi militer Tiongkok pada 2015.

Dokumen tersebut menyebut pentingnya menguasai laut dan samudera untuk menjaga keamanan Tiongkok dari kepungan melalui jalur air. Hal ini menjadikan landasan dasar Tiongkok menguasai Selat Malaka, baik untuk kepastian jalur transportasi pasokan komoditas maupun pertahanan China dari jalur laut.

Selain itu, klaim China atas Laut China Selatan akan mengganggu lalu lintas perairan komersil Indonesia yang berdampak pada gerbang ketiga selat penting Indonesia. Charlie A. Brown, Ahli Maritim Regional yang dikutip dari CNBC International menyatakan bahwa ada banyak lalu lintas komersial yang melintasi perairan Indonesia.

Menurut Pusat Pelaporan Pembajakan Biro Maritim Internasional, upaya pencurian dan pembajakan merupakan ancaman bagi kapal tanker di Selat Malaka.

Jika Selat Malaka diblokir, hampir separuh armada pelayaran dunia harus mengubah rute di sekitar kepulauan Indonesia, seperti melalui Selat Lombok antara pulau Bali dan Lombok di Indonesia atau melalui Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatera. Perubahan rute akan membatasi kapasitas pengiriman global, menambah biaya pengiriman, dan berpotensi mempengaruhi harga energi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

(mza/mza)
Tags


Related Articles

Most Popular
Recommendation