KTT ASEAN 2023

Ini Alasan Mengapa ASEAN Harus Netral Ke China & AS

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
05 September 2023 10:05
Thousands of police and soldiers watch the unveiling of the summit logo during a send off ceremony and deployment to provide security for next week's ASEAN Summit and other related summits which the country is hosting in Manila, Philippines Sunday, Nov. 5, 2017. ASEAN leaders and its Dialogue Partners such as the United States, Russia, China, Japan, South Korea, India, Turkey, Australia, Canada, New Zealand, the European Council and U.N. Secretary General Antonio Guterres are attending the summit. (AP Photo/Bullit Marquez)
Foto: Filipina ASEAN Summit (AP/Bullit Marquez)

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat dan China adalah kekuatan dagang besar yang memiliki pengaruh terhadap ekonomi dunia. Kedua negara tersebut dapat berdampak pada perubahan luar biasa dalam perdagangan, harga, dan insentif investasi negara lain, salah satunya terhadap ASEAN.

Perselisihan dagang antara China dan AS pun perlu disorot terutama dampaknya terhadap kondisi perdagangan dunia, terutama ASEAN. ASEAN saat ini rentan terhadap dampak perselisihan bilateral yang mengancam berkurangnya aktivitas Global Value Chains (GVC), sehingga melemahkan pilar penting pertumbuhan ekonomi regional. Lantas bagaimana konflik AS dan China dapat berpengaruh terhadap ASEAN?

Pertama, China dan AS bersama-sama menyumbang lebih dari 35% PDB global, sehingga jika terjadi gesekan perdagangan dan investasi akan mengurangi pertumbuhan masing-masing negara, maka akan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat.

International Monetary Fund (IMF) mencatat Produk Domestik Bruto (PDB) global mencapai US$101.56 triliun per 2 November 2022. IMF mengungkap hanya 18 negara dengan Produk Domestik Bruto di atas US$1 triliun. Amerika Serikat (AS) masih menjadi negara dengan ekonomi terkuat di dunia dengan jumlah PDB mencapai US$25,04 triliun. China terus mengejar dengan berada di posisi kedua dengan PDB US$18,32 triliun. Sedangkan Indonesia masuk dalam urutan ke 17 dengan jumlah PDB sebesar US$1,29 triliun.

Kedua, China dan Amerika Serikat merupakan tujuan ekspor terbesar bagi sebagian besar negara ASEAN. Sebagian besar produk yang diekspor ke China kemudian memasuki perdagangan China dan AS setelah diproses atau dirakit lebih lanjut. Oleh karena itu, pengurangan perdagangan bilateral mengalir kembali ke Asia Tenggara melalui rantai pasokan regional.

Impor Amerika Serikat dari ASEAN meningkat menjadi US$ 25.405,63 juta pada bulan Juni dari US$ 25.203,27 juta pada Mei 2023.

asean

Sedangkan China dari ASEAN menurun menjadi US$ 29.990.318,14 ribu pada bulan Juli 2023 dari US$ 34.084.335,34 ribu pada bulan Juni 2023.

asean

Ketiga, telah terjadi perpindahan produksi dan investasi dari China, dengan dampak terbesar dirasakan oleh mitra dagang regional. Pada tahun 2018-2020, pangsa ASEAN dalam nilai impor AS meningkat sebesar 2,6%, yang secara kebetulan sama terdapat penurunan pangsa China. Masing-masing negara ASEAN yang besar dan bergantung pada perdagangan, kecuali Filipina, mencatat peningkatan pangsa impor AS selama tahun 2018-2020.

asean

ASEAN Bergantung Pada AS dan China

Perekonomian ASEAN bergantung pada Amerika Serikat, Uni Eropa, China, dan Asia Timur, blok tersebut harus menjaga netralitas, tidak memihak, dan memperkuat kerja sama.

Dengan memanfaatkan pengaruh ekonomi dan politik mereka yang semakin besar, negara-negara anggota dapat mendorong perdamaian, memupuk kerja sama, dan meningkatkan keterlibatan dengan komunitas internasional.

Di tengah meningkatnya persaingan geopolitik antara AS dan China, negara-negara ASEAN juga harus memperdalam integrasi ekonomi regional. Selama dua dekade terakhir, perdagangan intra-ASEAN terhadap total perdagangan anggota mengalami stagnasi pada kisaran 22% hingga 23%. Ekspor para anggota ke seluruh dunia telah meningkat selama periode ini. Namun pangsa perdagangan global negara-negara ASEAN hampir tidak meningkat antara tahun 2000 dan 2022, tumbuh dari 6,4% menjadi 7,8%.

Ada tiga kemungkinan penjelasan atas stagnasi perdagangan intra-ASEAN sejak pergantian abad ini.

Pertama adalah model integrasi dangkal di kawasan ini. Karena sebagian besar produk buatan ASEAN bersifat substitusi dan bukan pelengkap, ruang lingkup peningkatan perdagangan antar anggota pada dasarnya terbatas.

Kedua, peraturan asal barang yang lebih ketat dan kebijakan non-tarif dapat menjadi hambatan perdagangan. Meskipun peraturan dan prosedur ini bertujuan untuk memastikan kesehatan, keselamatan, dan perlindungan lingkungan, rancangan dan penerapannya dapat menghambat perdagangan dan investasi secara tidak sengaja.

Ketiga, penting untuk menyadari bahwa ASEAN bukanlah kawasan yang berdiri sendiri. Negara-negara anggota sangat bergantung pada investasi dan teknologi dari negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan China. Meskipun blok tersebut berfungsi sebagai sebuah kelompok yang bersatu, namun blok tersebut bukanlah sebuah kesatuan pabean, yang berarti bahwa negara-negara anggota dapat terlibat dengan negara atau blok lain secara mandiri. Fleksibilitas ini memungkinkan anggota untuk mengejar kepentingan mereka sendiri dan mencari kemitraan dan kesepakatan yang beragam sambil menjaga kohesi dan vitalitas komunitas ASEAN.

Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional, yang mencakup sepuluh negara ASEAN, China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru, adalah contohnya. Mewakili sekitar sepertiga PDB global dan seperempat total perdagangan dan investasi dunia, RCEP adalah kawasan perdagangan bebas terbesar di dunia, dan tujuannya adalah untuk mendorong integrasi perdagangan yang lebih besar dengan mengurangi tarif pada 90% lini produk.

Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (sebelumnya dikenal sebagai Kemitraan Trans-Pasifik) adalah contoh lainnya. Sejak tahun 2018, empat negara ASEAN yakni Singapura, Vietnam, Brunei, dan Malaysia, telah bergabung dengan CPTPP, yang telah menyumbang sekitar 13% PDB global dan bertujuan untuk mengurangi tarif pada 98% lini produk.

Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik untuk Kemakmuran (IPEF), sebuah kelompok yang baru dibentuk yang diluncurkan oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden pada Mei 2022, berupaya untuk mendorong kemitraan regional. Namun perjanjian tersebut mendapat kritik karena dianggap eksklusif dan memecah belah. Selain Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan Selandia Baru, tujuh negara ASEAN - Singapura, Thailand, Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Brunei, telah bergabung dalam IPEF. Namun Kamboja, Laos, dan Myanmar tidak dimasukkan dalam kerangka baru ini.

Pengecualian tersebut dapat memperburuk kesenjangan ekonomi antar anggota ASEAN dan meningkatkan ketegangan regional, sehingga mengimbangi manfaat perjanjian perdagangan mega regional yang sudah ada, seperti RCEP.

Namun, mengingat bahwa ASEAN tidak mampu memisahkan diri dari kedua belah pihak, meningkatnya persaingan antara China dan Barat menempatkan negara-negara ASEAN dalam posisi yang sulit.

Perdagangan antara negara-negara anggota blok tersebut dan Eropa meningkat lebih dari tiga kali lipat antara tahun 2000 dan 2022, dari US$110,5 miliar menjadi US$342,3 miliar. Demikian pula perdagangan ASEAN dengan AS melonjak dari US$135,1 miliar menjadi US$452,2 miliar. Ekspor ASEAN ke AS meningkat hampir empat kali lipat dari US$87,9 miliar menjadi US$356,7 miliar pada periode yang sama.

Pada saat yang sama, perdagangan antara ASEAN dan China mencapai US$975,3 miliar pada tahun 2022, peningkatan luar biasa sebesar 24 kali lipat dibandingkan tahun 2000. Ekspor negara-negara ASEAN ke China meningkat sebesar 18 kali lipat selama periode ini, dari US$22,2 miliar menjadi US$408,1 miliar.

Selain itu, Asia Timur, AS, dan Uni Eropa (UE) merupakan sumber investasi asing langsung yang signifikan di negara-negara ASEAN. Pada tahun 2021, negara-negara Asia Timur menyumbang 33% dari total FDI di kawasan ini, sementara AS menyumbang 22% dan UE menyumbang 15%.

Mengingat kuatnya hubungan ekonomi antara negara ASEAN dengan AS maupun China, maka ASEAN harus dapat bersikap netral terhadap gejolak geopolitik yang terjadi antara AS dan China. Karena dengan memisahkan diri antar blok maka dapat berimbas pada pelemahan perdagangan dan pembangunan ekonomi di dalam blok tersebut, sehingga memicu ketidakstabilan politik di seluruh kawasan.

Foreign Direct Investment (FDI) ASEAN

Penanaman Modal Asing (FDI) ke ASEAN mencapai US$ 224,2 miliar pada tahun 2022, menunjukkan moderasi dari tingkat pertumbuhan tinggi sebesar 77,4% pada tahun 2021 menjadi 5,5% pada tahun 2022.

Sektor primer mengalami penurunan paling besar, anjlok. sebesar 61,6% karena gangguan pada pasar komoditas global. Sementara itu sektor manufaktur dan jasa menunjukkan ketahanan, mencatat tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 12,8% dan 6 %. Dalam hal mitra, Amerika Serikat tetap mempertahankan posisinya sebagai negara terbesar dengan total aliran masuk sebesar US$ 36,6 miliar, yang menyumbang 16,3% dari total aliran masuk ASEAN.

Jepang mengambil alih posisi kedua dengan pangsa sebesar 11,9% (naik dari 9,8% pada tahun 2021) menyusul pertumbuhan substansial sebesar 27,7%. Di sisi lain, pangsa Uni Eropa justru menurun hingga 10,7% sehingga menempatkan mereka di posisi ketiga. Meskipun demikian, investasi intraASEAN tetap memainkan peran penting dalam lanskap investasi di kawasan ini, yaitu sebesar 12,3% (meningkat dari 12% pada tahun 2021). Hal ini menyoroti pentingnya arus investasi di kawasan ASEAN itu sendiri.

asean


CNBC Indonesia Research

[email protected]

(saw/ras)
Tags


Related Articles

Most Popular
Recommendation