Soal Ekspor ke China, RI Gak Ada Lawan di ASEAN
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia merupakan negara ASEAN dengan nilai ekspor ke Republik Rakyat China (RRC) tertinggi pada 2022 dengan nilai ekspor sebesar US$ 65,9 miliar. Posisi Indonesia diikuti oleh Singapura (US$ 64,0 miliar), Malaysia (US$ 47,9 miliar), dan Thailand (US$ 34,0 miliar).
Pada tahun hanya Indonesia, Malaysia, dan Kamboja yang mengalami peningkatan nilai ekspor ke China dimana Indonesia memiliki pertumbuhan sebesar 22,6% (year on year/yoy) jika dibandingkan dengan tahun 2021.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun memberikan arahan kepada jajarannya agar pertumbuhan nilai ekspor yang positif juga diikuti dengan peningkatan cadangan devisa.
Presiden juga meminta agar Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam dapat diperbaiki.
Berikut grafik ekspor negara ASEAN ke Tiongkok berdasarkan negara eksportir 2021-2022. Data ini berdasarkan sumber ITC calculations based on UN COMTRADE statistics ( yang telah diolah PDSI Kementerian Perdagangan).
 |
Sebelum implementasi ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), pada 2013-2018, realisasi ekspor negara-negara ASEAN ke China berada pada rentang nilai US$ 141,3 miliar hingga US$ 200,0 miliar, dengan rata-rata nilai ekspor per tahun sebesar US$ 162,8 miliar.
Setelah implementasi ACFTA per 1 Januari 2019, yaitu pada 2020 dan 2021, realisasi ekspor ASEAN ke Tiongkok meningkat menjadi US$ 218,0 miliar dan US$ 282,0 miliar, atau rata-rata per tahun sebesar US$ 250,0 miliar.
Setelah implementasi ACFTA, rata-rata ekspor per tahun dari ASEAN ke China naik 53,6%.
Pada 2022, nilai ekspor negara-negara ASEAN ke China tercatat sebesar US$ 213,0 miliar, turun 24,5% (YoY). Penurunan ekspor disebabkan ada 3 negara yaitu Vietnam, Philipina, dan Laos yang belum melaporkan data ekspor tahun 2022.
Berikut grafik ekspor ASEAN ke China berdasarkan sumber ITC calculations based on UN COMTRADE statistics ( yang telah diolah PDSI Kementerian Perdagangan). Sebagai catatan, data tahun 2022 belum lengkap karena ada beberapa negara ASEAN yang belum melaporkan data ekspor tahun 2022.
 |
Namun, ekspor dari negara-negara berkembang di Asia melemah pada kuartal pertama pada 2023 karena melambatnya permintaan global.
Konsumsi dan investasi diperkirakan akan meningkatkan pertumbuhan regional agregat menjadi 4,8% pada 2023, seperti perkiraan sebelumnya, dengan proyeksi untuk tahun 2024 hanya direvisi sedikit menjadi 4,7%.
 |
Kemudian, ekspor ASEAN-5 mungkin akan terus mengalami penurunan pada kuartal kedua tahun 2023.
Data kuartal kedua sudah tersedia untuk dua negara, Indonesia dan Singapura. Di Singapura, ekspor yang diukur dalam dolar AS mengalami penurunan sebesar 17,2% year-on-year, sedangkan di Indonesia, penurunannya bahkan lebih parah lagi yaitu sebesar 21,2% year-on-year.
 |
Ekspor dan aktivitas industri di negara-negara berkembang di Asia terus melambat seiring dengan melambatnya permintaan global.
Dari tahun ke tahun hingga saat ini, ekspor dari negara-negara eksportir teknologi utama menurun tajam, sementara melemahnya permintaan juga menghambat ekspor dari negara-negara lain di kawasan ini.
 |
Setelah lonjakan karena pemasok memenuhi tumpukan pesanan akibat Covid-19 dan gangguan rantai pasokan, ekspor dari Republik Rakyat Tiongkok kembali melemah.
Indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur di negara-negara regional utama menunjukkan perbedaan namun juga terdapat kelemahan umum di negara-negara yang berorientasi ekspor.
Berikut tabel pembelian manufaktur yang disesuaikan secara musiman indeks manajer. Indikator-indikator utama ini terus berbeda di kawasan ini karena sektor manufaktur masih lemah di negara-negara eksportir teknologi utama.
 |
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)
