Sakti! IHSG Jadi Raja Asia di Agustus! Hong Kong Pecundang

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
31 August 2023 09:35
A man walks past an electronic stock board showing Japan's Nikkei 225 index at a securities firm in Tokyo Wednesday, Dec. 11, 2019. (AP Photo/Eugene Hoshiko)
Foto: Bursa Jepang (Nikkei). (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia-Pasifik terpantau bergerak beragam sepanjang Agustus dengan mayoritas berada di zona merah. Di tengah koreksi yang terjadi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu berada di zona hijau, bahkan menjadi pemenang dengan imbal hasil tertinggi.

Melansir data Refinitiv hari Rabu (30/8/2023) pukul 15.50 WIB, imbal hasil IHSG menjadi yang terbesar yaitu 1,44% sepanjang bulan Agustus. Posisi kedua di duduki oleh SET Thailand yang naik 1,25%.

Sisa pergerakan bursa Asia lainnya terpantau di zona merah. Kinerja terburuk dialami oleh pasar HIS Hong Kong yang menjadi pecundang, ambles 7,43%. Bursa China SSEC ambruk 4,67%, PSI Filipina terperosok 4,53%, KS11 Korea Selatan terseok-seok turun 3,97%, dan Taiwan TWII jatuh 2,49%.

Walau mayoritas terkoreksi, namun tanggal 21 Agustus mayoritas indeks terpantau mengalami rebound. Penguatan mayoritas indeks pada tanggal tersebut terjadi seiring dengan kebijakan China yang memangkas suku bunga 10 basis poin, menurut Trading Economics.

Sentimen ini mendorong bursa Asia menggeliat, pasalnya pemangkasan ini memberi harapan ekonomi China mampu kembali melesat akibat lambatnya perbaikan setelah lockdown.

Keputusan ini diharapkan dapat mendorong ekonomi China, sehingga terdapat harapan pemimpin ekonomi Asia mengalami perbaikan. Negara-negara Asia yang menargetkan ekspor ke China juga diharapkan mampu terdampak positif sentimen ini. Suramnya pasar Asia sepanjang Agustus pun membaik akibat kebijakan tersebut.

Di sisi lain, IHSG mampu menjadi bursa paling 'sakti' Asia disebabkan oleh data perekonomian yang kuat, tingkat inflasi yang rendah, dan kinerja keuangan kuartal-II 2023 tercatat baik. Kenaikan terjadi pada emiten Adaro (ADRO), Bukit Asam (PTBA), dan Indotambangraya Megah (ITMG). 

Trading Economics mencatat PDB Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan di atas 5% selama tujuh kuartal. Inflasi Indonesia terus menurun, berada di 3,08% untuk  Juli secara tahunan (year on year/yoy) dan inflasi inti lebih rendah di 2,43% (yoy).

Sentimen positif IHSG juga datang dari perbankan dengan kapitalisasi pasar terbesar yang menjadi penopang. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mencatat laba bersih tertinggi sepanjang masa pada kuartal-II 2023. Bank Mandiri (BMRI), Bank BRI (BBRI), dan Bank BNI (BBNI) juga mencatat laba paruh pertama tahun ini juga.

Selain itu, sektor batu bara mengalami kenaikan pada bulan Agustus ini seiring dengan harga batu bara ICE Newcastle kontrak Oktober yang melesat 14% bulan ini.

Faktor penggerak bursa Asia tentunya juga bergantung dengan raksasa ekonomi global, Amerika Serikat (AS). Kebijakan suku bunga AS tentunya akan menjadi panutan untuk bank sentral seluruh dunia, dalam rangka menjaga stabilitas mata uangnya.

Rilis data penting pada akhir bulan Agustus ini akan menjadi sentimen pendukung keputusan suku bunga AS. Keputusan ini akan turut menjadi penggerak bursa Asia ke depan.

Data JOLTs Openings pada periode Juli 2023 turun menjadi 8,83 juta lapangan kerja, dari sebelumnya sebanyak 9,16 juta lapangan kerja pada Juni lalu. Angka ini merupakan level terendah dalam lebih dari dua tahun terakhir.

Sedangkan data JOLTs Quits periode Juli 2023 juga turun menjadi 3,55 juta lapangan kerja, lebih rendah dari periode Juni lalu yang sebanyak 3,8 juta lapangan kerja. Tingkat berhenti bekerja menurun ke level terendah dalam 30 bulan, sebuah indikasi bahwa pekerja melihat semakin sedikit peluang menarik di pasar kerja.

Sementara itu, indeks kepercayaan konsumen (IKK) The Conference Board turun lebih besar dari perkiraan pada periode Agustus. IKK CB AS periode bulan ini turun menjadi 106, dari sebelumnya pada Juli lalu di angka 117.

Hal ini menandakan bahwa masyarakat di Negeri Paman Sam mulai menahan belanjanya, meski secara pengukuran mereka masih cenderung optimis. IKK menggunakan angka 100 sebagai titik mula. Skor di atas 100 menandakan konsumen optimistis melihat situasi ekonomi.

"Laporan ini mendukung perkiraan kami bahwa The Fed telah mencapai tingkat kebijakan terminal, dan kami memperkirakan laporan ketenagakerjaan pada hari Jumat akan memberikan bukti lebih lanjut mengenai pelonggaran di pasar tenaga kerja," menurut Matthew Martin dari Oxford Economics, dilansir Financial Times (28/8/2023).

Namun ketika ditanya oleh The Conference Board tentang kemungkinan AS akan jatuh ke dalam resesi pada tahun depan, responden melaporkan tingkat kekhawatiran terendah sejauh ini pada tahun 2023. Hal ini sejalan dengan skenario perekonomian yang mengalami resesi yang sangat besar atau dapat disebut pendaratan lunak.

Saat ini, investor menanti rilis data tenaga kerja AS lainnya, yakni data Laporan upah non-pertanian (non-farm payrolls/NFP) AS, di mana data ini akan diawasi ketat oleh investor dan tentunya bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed). Ini akan menjadi kemungkinan siklus pengetatan moneter bersejarah yang mendekati akhir.

China Bayangi Pergerakan Bursa Asia
Selain sentimen dari AS, kinerja bursa Asia juga dibayangi pelemahan ekonomi China. Kabar tak sedap terus berdatangan dari Tiongkok mengenai perkembangan ekonominya sehingga membuat investor khawatir.

Awal Agustus lalu, China mengumumkan 
Indeks Harga Konsumen (CPI) turun atau deflasi sebesar 0,3% (year on year/yoy) pada Juli 2023. Deflasi ini merupakan yang pertama sejak Februari 2021. Angka deflasi juga lebih dalam dari proyeksi ekonom dalam survei Bloomberg yang memperkirakan deflasi 0,4%.

Indeks Harga Produsen (PPI) juga mengalami deflasi yakni 4,4% (yoy). Kontraksi ini telah turun selama 10 bulan berturut-turut dan lebih buruk dari perkiraan pasar penurunan 4,1%, setelah penurunan 5,4% pada bulan sebelumnya, yang merupakan penurunan tertajam sejak Desember 2015.

Deflasi China menjadi alarm bahaya bagi Tiongkok dan dunia. Deflasi bisa menjadi awal perlambatan konsumsi masyarakat China.
Padahal, China adalah salah satu motor penggerak utama pertumbuhan global dan memiliki size ekonomi terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS).

PMI Manufaktur Caixin China turun menjadi 49,2 pada Juli 2023 dari 50,5 pada Juni. Angka tersebut adalah yang terendah dalam enam bulan terakhir. dan menandai jika aktivitas pabrik China dalam fase kontraksi. PMI lebih rendah dibandingkan proyeksi pasar yakni 50,3.

Kontraksi ini merupakan kontraksi sejak April, karena pesanan baru turun setelah tumbuh dalam dua bulan sebelumnya.

Ekspor China terkontraksi 14,5% (yoy) pada Juli secara tahunan menjadi US$ 281,76 miliar. Kontraksi lebih dalam jika dibandingkan dengan penurunan pada Juni sebesar 12,4%.

Sementara itu, impor terkontraksi 12,4% (yoy) pada Juli dari tahun sebelumnya menjadi US$ 201,16 miliar. Kontraksi lebih dalam dari 6,8% pada Juni, atau dengan kata lain hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan periode Juni.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation