Menguji Keampuhan 'Obat Kuat' Rupiah, BI Harus Hati-hati!

rev, CNBC Indonesia
25 August 2023 10:15
Ilustrasi Rupiah dan Dolar di Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
  • Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) merupakan senjata terbaru Bank Indonesia (BI)
  • SRBI diharapkan mampu menarik modal asing & perkuat nilai tukar rupiah
  • Sambutan positif dari pasar terhadap SRBI & hal yang perlu dicermati

Jakarta, CNBC Indonesia - Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada Kamis (24/8/2023) mengejutkan pasar. Pasalnya, bank sentral merilis instrumen baru yakni Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Hal ini menjadi perhatian publik karena dapat menarik modal asing dan memperkuat nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah relatif mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak 28 April 2023 hingga mencapai titik tertingginya pada 15 Agustus 2023 yakni di angka Rp 15.335/US$.

Instrumen operasi moneter yang baru diterbitkan oleh BI ini dinilai merupakan instrumen yang pro-market atau pro-pasar.

"Instrumen ini adalah instrumen pro-market dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang, mendukung upaya menarik aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio, serta untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (24/8/2023).

Dia pun menegaskan bahwa instrumen ini bisa memperdalam pasar valas dan bisa mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.

Apalagi dalam situasi sekarang di mana pasar keuangan tengah bergejolak akibat negara maju seperti Amerika Serikat (AS) masih berpeluang menaikkan suku bunga acuan hingga akhir tahun. Seluruh mata uang dunia alami tekanan hebat terhadap dolar AS.

Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI)

Sebelum SRBI, BI sebenarnya sudah memiliki beberapa instrumen. Antara lain Transaksi Reverse Repurchase Agreement (Reverse Repo) Surat Berharga Negara atau RR SBN yang tujuannya adalah untuk menyerap likuiditas.

SRBI dinilai menarik karena memiliki karakteristik yang cukup unik, yaitu SRBI menggunakan underlying asset berupa Surat Berharga Negara (SBN), diterbitkan tanpa warkat, diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto, dapat dipindahtangankan dan dimiliki oleh penduduk atau bukan penduduk di pasar sekunder, serta suku bunga yang ditawarkan SRBI menggunakan variable rate tender.

SRBIFoto: SRBI
Dokumen Bank Indonesia

Dalam pelaksanaannya, SRBI diharapkan dapat diimplementasikan pada 15 September 2023. Pada tahap awal, SRBI akan diterbitkan pada tenor 6, 9, dan 12 bulan dengan jadwal dan hasil lelang yang akan diumumkan di situs BI.

Penerbitan SRBI ini akan dilakukan secara lelang dengan bank umum menjadi operasi peserta pasar terbuka konvensional dan SRBI bisa dipindahtangankan serta ditransaksikan di pasar sekunder.

Perry pun menambahkan bahwa SRBI akan semakin memutarkan likuiditas di pasar uang dan karenanya ini juga kita harapkan kita yakini akan menarik investasi portofolio.

Investasi Portofolio Indonesia

Sejak 2019, investasi portofolio Indonesia relatif mengalami penurunan hingga pada 2022 (secara full year) mengalami defisit sebesar Rp129,58 triliun. Bahkan data terakhir yang dikeluarkan oleh BI pada kuartal-II 2023 tercatat investasi portofolio mengalami defisit US$2,58 miliar (atau Rp39,5 triliun dengan kurs Rp15.300/US$) sementara pada kuartal-I 2023 tercatat surplus US$3,03 miliar (Rp46,35 triliun).

Jika dibandingkan dengan kepemilikan SBN oleh asing, penurunan investasi portofolio cukup berkorelasi positif dengan penurunan kepemilikan SBN oleh asing dari 2019 hingga 2022.

Pada 2019, kepemilikan SBN oleh asing sebesar Rp1.061 triliun sedangkan pada akhir 2022 tercatat hanya Rp762,19 triliun atau berkurang sebesar 28,16% dalam kurun waktu tiga tahun.

Kepemilikan SBN oleh BI

SRBI yang akan diimplementasikan oleh BI memiliki underlying asset yakni SBN meskipun instrumen ini dimungkinkan untuk tidak akan mengurangi jumlah SBN yang dimiliki BI lebih dari Rp 1.000 triliun, hasil dari burden sharing ketika pandemi Covid-19.

Sebagai catatan, kepemilikan SBN oleh BI pada 2019 hanya sejumlah Rp262,49 triliun dan mengalami akselerasi yang sangat signifikan hingga akhir 2022 tercatat sebesar Rp1.020 triliun atau naik sebesar 288% dalam waktu tiga tahun. Bahkan pada April 2023 tercatat kepemilikan SBN oleh BI sedikit mengalami kenaikan menjadi Rp1.112,84 triliun.

Sambutan Positif & Hal yang Perlu Diperhatikan

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro berpandangan SRBI akan memberikan dampak positif terhadap pasar keuangan, khususnya menjaga stabilitas rupiah. Sebelumnya Andry memperkirakan dolar AS bisa di bawah Rp15.000 hingga 2024.

"Kami berpendapat bahwa instrumen deposito valuta asing untuk DHE dan SRBI akan memberikan dukungan yang cukup besar terhadap cadangan devisa sehingga menjamin stabilitas nilai tukar rupiah," jelasnya.

Di tengah sambutan positif, SRBI tetap perlu memperhatikan beberapa hal agar penyerapan likuiditas dapat terlaksana dengan baik dan tidak bentrok dengan instrumen lainnya khususnya Reverse Repurchase Agreement (Reverse Repo) SBN atau RR SBN.

  1. Imbal hasil dengan metode diskonto perlu sekurang-kurangnya setara dengan imbal hasil RR SBN;
  2. Perlu ada koordinasi antara BI dan pemerintah agar tidak terjadi perebutan dana;
  3. BI tetap memperhatikan tingkat suku bunga AS dan Indonesia serta rating surat utangnya agar dapat menentukan angka imbal hasil terbaik.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/mij)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation