Sudah Rugi Rp17 T Karena Polusi, RI Bisa Boncos Lagi Oleh Fed
- IHSG, rupiah dan SBN berbeda arah dalam merespons keputusan Bank Indonesia (BI) yang kembali menahan suku bunga acuan
- Wall Street kompak berakhir di zona merah
- Investor menantikan pidato ketua bank sentral Amerika Serikat (AS) Jerome Powell di simposium Jackson Hole. Polusi ibu kota turut juga menjadi isu yang tidak bisa diabaikan akhir-akhir ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada perdagangan Kamis (24/8/2023), sedangkan rupiah perkasa di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) seiring Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuan di level 5,75%. Surat Berharga Negara (SBN) juga kembali diburu investor dan membuat yield turun.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih bergerak beragam hari ini di tengah kencangnya isu pemberitaan polusi dan dampaknya ke ekonomi serta penantian hasil pertemuan Jackson Hole. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3 artikel ini.
IHSG ditutup terkoreksi 0,32% ke posisi 6.899,392. IHSG , terlempar dari level 6.900 dan kembali menyentuh level psikologis 6.800 pada perdagangan Kamis.
Beberapa sektor menjadi pemberat IHSG pada Kamis, yakni sektor infrastruktur yang mencapai 1,97%, sektor energi sebesar 1,26%, dan sektor teknologi sebesar 0,8%.
Selain itu, beberapa saham juga menjadi pemberat IHSG.
Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi pemberat IHSG terbesar pada Kamis, yakni mencapai 6,7 indeks poin.
IHSG ditutup melemah setelah pada perdagangan sesi I Kamis bergerak cukup volatil. Selain itu, IHSG melemah setelah selama tiga hari beruntun mengalami penguatan.
IHSG terkoreksi setelah Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,75%. Hal ini sesuai dengan konsensus CNBC Indonesia yang memproyeksikan BI akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Sementara untuk suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.
"Keputusan mempertahankan BI Rate ini konsisten dengan stand kebijakan moneter untuk memastikan inflasi tetap terkendali di 3% plus minus 1% dan 2% plus minus 1% pada 2024," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (24/8/2023).
Perry menegaskan fokus kebijakan moneter BI akan diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.
Selain itu, tekanan dari eksternal masih terjadi mengingat pada akhir pekan ini akan ada Simposium Jackson Hole di Wyoming, tempat para gubernur bank sentral terkemuka akan berkumpul untuk simposium tahunan bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) tersebut.
Chairman The Fed Jerome Powell akan berpidato pada hari ini.
Sementara, rupiah menguat terhadap dolar AS pasca hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI serta optimisme pihak BI terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Paman Sam.
Merujuk dari Refinitiv, rupiah ditutup menguat 0,33% terhadap dolar AS di angka Rp15.240/US$ pada Kamis (24/8/2023).
Meskipun pada perdagangan Kamis rupiah sempat menyentuh titik terlemah Rp15.269/US$ namun akhirnya ditutup menguat dan semakin menjauhi level Rp15.300/US$. Penguatan Kamis juga memperpanjang tren positif mata uang Garuda menjadi tiga hari beruntun. Posisi penutupan Kamis juga menjadi yang terkuat sejak 11 Agustus 2023 atau dalam delapan hari perdagangan terakhir.
Penguatan rupiah Kamis ditopang keputusan BI untuk kembali memutuskan untuk menahan suku bunganya tetap di 5,75%.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan fokus kebijakan moneter BI akan diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.
Sementara itu, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik, Perry mengatakan kebijakan makroprudensial longgar terus diarahkan untuk memperkuat efektivitas pemberian insentif likuiditas kepada perbankan guna mendorong kredit/pembiayaan dengan fokus hilirisasi, perumahan, pariwisata dan pembiayaan inklusif dan hijau.
Perry meyakini bahwa stabilitas nilai tukar rupiah tetap terjaga sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian Indonesia, inflasi yang rendah, dan imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik.
Selain itu, menurutnya, BI terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas, efektivitas implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor (DHE) SDA sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023, serta penerbitan instrumen operasi moneter (OM) yang pro-market untuk mendukung pendalaman pasar uang dan mendorong masuknya aliran portofolio asing.
Pada Kamis, BI juga mengumumkan akan menerbitkan instrumen operasi moneter kontraksi, yakni Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Instrumen ini adalah instrumen pro-market dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang, mendukung upaya menarik aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio, serta untuk optimalisasi aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying.
Perry mengungkapkan instrumen ini disebut sekuritas karena ini sekuritisasi dari SBN yang dimiliki BI.
"BI punya SBN lebih dari Rp 1.000 triliun, kita sekuritisasi kita jadikan underlying, kita terbitkan SRBI ini dengan tenor jangka pendek sampai dengan 12 bulan. Yang mau kita terbitkan yang mana 6, 9 dan 12," kata Perry dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (24/8/2023).
Kabar baik juga datang dari pasar SBN. Imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun melandai ke 6,57% pada Kamis dari hari sebelumnya yang tercatat di 6,61%. Imbal hasil berkebalikan dengan harga.
Imbal hasil yang turun menandai harga SBN tengah naik karena banyak yang ingin membelinya.
(trp/trp)