CNBC Indonesia Research

Saham Batu Bara Seksi Lagi, Euforia Sesaat atau Tahan Lama?

Riset, CNBC Indonesia
25 August 2023 08:15
Labourers load coal on trucks at Bari Brahamina in Jammu May 20, 2010. REUTERS/Mukesh Gupta/Files
Foto: REUTERS/Mukesh Gupta/Files

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten batu bara sedang mengalami tren kenaikan lagi setidaknya sejak awal Juni lalu. Apa yang menjadi pendorong kenaikan ini?

Tentu jawabannya adalah harga kontrak berjangka (futures) batu bara yang kembali memanas akhir-akhir ini. Sebelum membahas lebih lanjut, mari kita lihat kinerja sejumlah saham emiten batu bara utama di bawah ini.

Saham PT ABM Investama Tbk (ABMM), misalnya, melompat 10,27% selama sebulan terakhir, saham PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) melejit 22,73% pada periode yang sama.

Kemudian, saham PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) yang menjulang tinggi hingga 67,35% dalam sebulan. Saham emiten Prajogo Pangestu ini memang fenomenal sejak awal melantai pada 8 maret 2023. Kenaikan sejak listing mencapai 1.014%, menjadikan saham ini top gainers di antara yang lainnya di 2023.

Kenaikan tersebut menjadi angin segar untuk para pemegang sahamnya. Ini lantaran saham batu bara mengawali 2023 dengan penurunan tajam.

Sebenarnya, hal tersebut wajar karena saham batu bara berpesta pora selama 2022 di tengah boom komoditas kala itu.

Kini, dengan harga batu bara mulai menggeliat lagi, dan setelah penurunan tajam di paruh pertama tahun ini, investor kembali ke saham perusahaan batu hitam tersebut.

Batu Bara Membara

Harga batu bara tengah dalam tren kenaikan yang solid. Harga batu bara bahkan sempat menguat selama 12 hari perdagangan beruntun ke level psikologis US$ 160 per saham (23 Agustus),terbanyak sejak 13 tahun yang lalu atau Desember 2009.

Ini sebelum pada 24 Agustus 2023, harga batu bara mengalami koreksi 3,34% ke US$159,25 per ton.

Melesatnya harga terjadi seiring dengan permintaan global terutama Asia yang diperkirakan melampaui rekor sebelumnya. Selain itu, adanya kekeringan di terusan Panama menyebabkan gangguan rute pengiriman batu bara AS dengan tujuan pasar global.

Tingginya impor China dari Australia yang tertinggi dalam tiga tahun, kemungkinan permintaan India yang kembali membaik, dan potensi pemogokan serikat kerja gas alam cair (LNG/Liquified Natural Gas) di Australia turut menjadi faktor penguatan harga batu bara.

Lonjakan harga batu bara dipicu masih tingginya permintaan. Menurut Badan Energi Internasional (IEA), produksi, konsumsi, dan volume batu bara global semuanya tertinggi sepanjang masa pada tahun 2023.

Kendati negara barat seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa mulai menunjukkan perlambatan ekonomi, negara-negara Asia, khususnya China, malah mencatatkan kebutuhan batu bara yang semakin tinggi, sehingga akan ada potensi harga semakin menguat.

Hal ini menjadi peluang AS untuk meningkatkan pengirimannya ke China, namun kekeringan di Panama menyebabkan penundaan dan pengubahan rute pengiriman sehingga berdampak pada tarif pengangkutan.

BRS melaporkan awal bulan ini bahwa "kapal bermuatan batu bara keluar dari Atlantik menyimpang dari rute Terusan Panama pilihan mereka karena meningkatnya waktu transit. Setiap perubahan pada rute perdagangan fronthaul akan meningkatkan hari pelayaran dari sekitar 35 hari melalui Terusan Panama menjadi 50 hari melalui Terusan Suez untuk batubara yang dimuat di pelabuhan AS di Burnside [Louisiana] untuk dibuang di Rizhao, Tiongkok."

Volume batu bara lintas laut diperkirakan mencapai 1.335.000 juta metrik ton tahun ini, melampaui rekor tahun 2019 sebesar 1.331.000 ton, kata IEA dalam prospek tengah tahun yang baru dirilis.

IEA juga memperkirakan bahwa permintaan batubara global akan lebih tinggi 8,39 juta ton tahun ini, dibanding tahun lalu yang tertinggi sepanjang masa.

Sebagai informasi, 3 dari 4 batu bara dunia akan dikonsumsi China, India, dan Asia Tenggara. Kontribusi China sendiri mencapai 56% dari konsumsi global.

Berfokus ke China, impor batu bara China dari Australia meningkat pada bulan Juli. Hal ini disebabkan batu bara berkualitas tinggi Australia (5.500 kilokalori) masih lebih murah hingga 70 yuan (US$9,62) per ton dibanding harga dalam negeri Tiongkok.Tingginya permintaan berasal dari kebutuhan pembangkit listrik tetap kuat di tengah cuaca panas yang menggigit.

Data dari Administrasi Umum Kepabeanan China yang dirilis pada Minggu menunjukkan bahwa China mengimpor sebanyak 6,31 juta metrik ton batu bara Australia bulan lalu, naik dari 4,83 juta ton pada bulan Juni, dan mencapai angka tertinggi dalam tiga tahun.

Batu bara termal Australia berkualitas tinggi sangat diperlukan untuk pembangkit listrik China untuk memenuhi konsumsi listrik yang melonjak selama musim panas, ketika rumah tangga meningkatkan permintaan pendingin udara.

Para analis dan pelaku pasar memperkirakan impor batu bara China dari Australia akan tetap tinggi sepanjang tahun, didukung oleh besarnya keuntungan impor dan produksi yang lebih rendah akibat inspeksi keselamatan tambang yang lebih ketat.

Data kepabeanan juga menunjukkan bahwa China mengimpor batu bara sebanyak 15,83 juta ton dari Indonesia pada Juli, di mana mayoritas relatif memiliki kalori lebih rendah dibanding Australia.

Beralih ke pasar India, permintaan kembali terlihat. MelansirIndia TV News, Menteri Kelistrikan India RK Singh akan mengadakan pertemuan hari ini, Selasa (22/8/2023) guna meninjau ketersediaan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga panas.

Kementerian Batubara India mengatakan bahwa saat ini tersedia 77 juta ton bahan bakar kering yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sektor ketenagalistrikan.

Berbagai sumber menginformasikan bahwa persediaan bahan bakar dapat memenuhi 40 hari musim hujan India. Menurut perkiraan, penggunaan intensif akan menyisakan batu bara sebanyak 1,5 juta ton.

Namun, tanpa adanya tambahan produksi yang signifikan, India perlu melakukan impor kembali untuk mengamankan kebutuhan. Hal ini akan mengurangi pasokan global. Peningkatan kembali permintaan India sebagai konsumen terbesar kedua akan berpengaruh signifikan untuk turut mendorong harga batu bara menguat.

Dari Eropa, wilayah yang sumber energi utamanya dari gas menunjukkan adanya kekhawatiran akibat potensi pemogokan serikat pekerja LNG dari Australia.

Kabar terbaru serikat pekerja dalam sektor minyak dan gas mengambil langkah-langkah dramatis sebagai respons atas ketidakpuasan terhadap tingkat gaji dan kondisi kerja.

Pada Minggu (20/8/2023), salah satu aliansi pekerja dari produsen LNG terbesar Australia, Woodside Energy Group, mengumumkan keputusan mereka untuk melakukan pemogokan serikat pekerja gas lepas pantai di Barat Laut.

Sementara itu, grup Chevron juga tengah menghadapi situasi serupa dan tengah menggelar pemungutan suara mengenai potensi pemogokan di fasilitas Wheatstone dan Gorgon LNG, dengan hasil yang dijadwalkan akan diumumkan pada Kamis (24/8/2023).

Pemogokan yang diumumkan oleh Woodside direncanakan akan dimulai pada 2 September 2023, dengan serikat kerja Chevron diharapkan untuk mengikuti jejak rekannya di Woodside.

Penerapan pemogokan ini dijadwalkan akan dilakukan tujuh hari setelah keputusan terbentuk. Situasi ini memiliki potensi untuk menciptakan gangguan dalam pasokan energi global. Pasalnya, ketiga kilang LNG di Australia Barat berkontribusi sekitar 10% dari total pasokan dunia.

Gangguan pasokan gas turut berpartisipasi terhadap kenaikan batu bara, sebab ini akan mendorong spekulasi terhadap sumber energi substitusinya. Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) tembus level psikologis EUR 40 per MWh. Harga melesat 5,22% ke 42,91 euro per mega-watt hour (MWh).

Tren kenaikan harga saham batu bara mungkin memberikan sedikit kelegaan saat ini. Namun, perjalanan masih panjang. Secara tren, indeks energi (IDXENERGY) juga masih berusaha kembali ke level tertinggi terakhir yakni di 2.407. Kini IDXENERGY berada di posisi 2.054.

Selain itu, walaupun harga batu bara berada di posisi tinggi dibandingkan sebelum Juli 2021, masih belum mampu mendekati level tertinggi terakhir US$460-an per ton yang sempat disentuh pada September 2022.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(trp/ras)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation