
Malah Loyo Jelang Pemilu, Ada Harapan Saham Unilever CS Naik?

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten consumer goods utama sempat mengalami momentum kenaikan setidaknya selama Maret-Juli 2023. Namun, daya gedornya mulai surut akhir-akhir ini jelang tahun politik 2024, dimana biasanya daya beli masyarakat akan naik karena rembesan uang politik. Bagaimana nasibnya ke depan?
Saham emiten produsen mie instan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), misalnya, sempat melonjak 30% selama tengah Maret hingga Juli lalu. Namun, sejak saham ICBP merosot 4 persen sejak menembus Rp11.925/saham pada 13 Juli 2023 hingga 23 Agustus 2023.
Demikian pula, saham induk ICBP, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), juga melejit 29% dalam periode yang relatif sama. Kini, saham INDF terkoreksi 1,05% dalam sepekan. Diperdagangkan di Rp7.125/saham, INDF masih belum mampu kembali mendekati level Rp7.525/saham yang sempat disentuh pada 13 Juli 2023.
Contoh lainnya, saham produsen susu cair segar dan minuman ringan PT Ultra Jaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ) melesat 58% dalam periode 4 April 2023 hingga 27 Juli 2023. Namun, semenjak akhir Juli hingga 23 Agustus, saham ULTJ mengalami aksi ambil untung (profit taking) hingga minus 12%.
Sejatinya kinerja keuangan emiten-emiten consumer terbilang solid.
ICBP telah mencatatkan pendapatan sebesar Rp 34,47 triliun pada paruh pertama tahun ini. Jumlah tersebut naik 5,78% dari periode yang sama setahun sebelumnya sebesar Rp 32,59 triliun.
Torehan pendapatan tersebut berkat peningkatan pendapatan di seluruh segmen bisnis sepanjang enam bulan pertama tahun ini. Bisnis mi instan tercatat sebesar Rp 24,67 triliun, bisnis dairy Rp 4,75 triliun, makanan ringan Rp 2,01 triliun, penyedap makanan Rp 1,63 triliun, nutrisi dan makanan khusus juga Rp 609,88 miliar, dan minuman sebesar Rp 782,65 miliar.
Sementara itu, beban penjualan neto pada paruh pertama tahun 2023 dapat ditekan menjadi Rp 21,94 triliun dari yang setahun sebelumnya sebesar Rp 22,19 triliun.
ICBP pun meraup laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 5,72 triliun pada semester I-2023. Jumlah tersebut terbang 196,60% dari setahun sebelumnya sebesar Rp 1,93 triliun.
Sementara itu, induk ICBP PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF) juga mencatatkan kinerja yang positif.juga mencatat kinerja yang cemerlang. Sepanjang paruh pertama tahun 2023, INDF meraup penjualan neto sebesar Rp 56,08 triliun, naik 6,24% dari setahun sebelumnya sebesar 52,78 triliun.
Seiring dengan peningkatan tersebut, beban pokok penjualan turut naik menjadi Rp 38,78 triliun kali ini, dari yang setahun sebelumnya sebesar Rp 36,48 triliun. Berbagai beban pun tercatat telah naik sepanjang enam bulan pertama tahun ini. Di antaranya, beban penjualan dan distribusi menjadi Rp 5,51 triliun, beban umum dan administrasi menjadi Rp 2,51 triliun, serta beban keuangan menjadi Rp 1,64 triliun.
Tetapi, perusahaan telah berhasil mencetak penghasilan keuangan sebesar Rp 2,57 triliun sepanjang enam bulan pertama tahun ini. Jumlah itu terbang dari yang sebelumnya sebesar Rp 251,33 miliar.
Sehingga, INDF mencatatkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk juga sebesar Rp 5,56 triliun pada semester I-2023. Jumlah tersebut melambung 91,93% dari sebelumnya Rp 2,9 triliun.
Kemudian, emiten produsen Beng-Beng PT Mayora Indah Tbk (MYOR) mencatatkan laba bersih sebesar Rp 1,21 triliun pada semester I-2023. Jumlah ini naik 52,29% dari periode yang sama setahun sebelumnya sebesar Rp 653,22 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan pada semester I-2023, perusahaan berhasil mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp 14,81 triliun. Ini naik dari yang setahun sebelumnya sebesar Rp 14,37 triliun. Beban pokok penjualan pun turun menjadi Rp 10,87 triliun dari yang sebelumnya Rp 11,39 triliun.
Sementara, Ultra Jaya mencatatkan laba yang dapat diatribusikan kepada ke entitas induk sebesar Rp 610,85 miliar pada semester I/2023, kendati hanya naik tipis 0,44%yoy.
Perolehan ini tidak terlepas dari penjualan dan pendapatan usaha yang tercatat sebesar Rp 4,13 triliun sepanjang paruh pertama tahun ini. Jumlah ini naik 12,16% dari periode yang sama setahun sebelumnya sebesar Rp 3,69 triliun.
Berbeda dengan nama besar lainnya, PT Unilever Indonesia, Tbk. (UNVR) pada semester I - 2023 mencatat laba bersih Rp 2,8 triliun atau anjlok 19,5% dibanding periode sama tahun 2022 yang sebesar Rp 3,42 triliun.
Penurunan laba tersebut karena penjualan perseroan sepanjang paruh pertama tahun ini turun 5,4% dibandingkan tahun sebelumnya menjadi Rp 20,3 triliun.
Namun, sejumlah analisis menyebut, adanya penurunan daya beli selama kuartal II 2023 yang turut menekan penjualan. Perusahaan juga mengambil langkah dengan memotong harga atau menambah portofolio produk.
Sektor consumer juga tengah menghadapi tantangan biaya, termasuk tekanan inflasi bahan baku di tengah fenomena El-Nino, hingga kompetisi yang semakin ketat. Efek dana bantuan kampenye di tahun politik mungkin baru akan terasa pada kuartal IV 2023.
Ini artinya, sektor consumer mungkin akan kekurangan katalis jangka pendek, di kuartal III ini.
Melihat analisis industri di atas, investor bisa jadi menunggu pendorong lanjutan untuk sektor tersebut. Di samping, memang, koreksi yang dialami emiten-emiten utama secara umum masih wajar, belum menghapus kenaikan sejak awal tahun (ytd).
CNBC INDONESIA RESEARCH
(trp/ras)