Punya Cadev Rp 9.200 T, India Santai Meski Rupee Jeblok

rev, CNBC Indonesia
23 August 2023 12:20
Mata uang Rupee India. (REUTERS / Thomas White / Illustration / File Photo)
Foto: Mata uang Rupee India. (REUTERS / Thomas White / Illustration / File Photo)
  • Rupee India mengalami pelemahan terhadap dolar AS dan menyentuh titik terdalam sepanjang sejarah
  • Cadangan devisa India relatif mengalami kenaikan sejak 2019
  • Beberapa investor masih menilai rupee India mempunyai daya tarik tersendiri karena faktor fundamental negaranya

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupee India kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan mencetak rekor terlemah sepanjang sejarah. Namun begitu, rupee India tetap diminati oleh investor.

Dilansir dari Refinitiv, pekan lalu rupee India terhadap dolar AS sempat menyentuh titik terlemah sepanjang sejarah di INR 83,44/US$. Sebelumnya pada 20 Oktober 2022, rupee India pernah menyentuh posisi INR 83,26/US$.

Sepanjang tahun ini, rupee India memang melemah 0,39% tetapi relatif kecil dibandingkan negara perekonomian besar lain seperti yen dan yuan.

Pelemahan rupee India dipicu peningkatan arus keluar modal (capital outflow) karena Consumer Price Index (CPI) India naik dan potensi dampaknya terhadap prospek kebijakan Bank Sentral India (RBI).

Inflasi India melonjak ke level tertinggi sebesar 7,4% (year on year/yoy) pada  Juli, jauh di atas perkiraan pasar sebesar 6,4%, dan jauh melampaui ambang batas atas RBI sebesar 6%. Inflasi melonjak di tengah biaya makanan yang lebih tinggi, khususnya sayur-mayur yang merupakan penyumbang tertinggi kenaikan inflasi.

Kenaikan harga juga terjadi untuk energi yang sangat membebani mata uang domestik karena melonjaknya harga minyak global. India adalah salah satu importir terbesar untuk sejumlah komoditas energi mulai dari minyak mentah, batu bara, dan Crude Palm Oil (CPO). Lonjakan harga energi membuat penjualan rupee dan pembelian dolar untuk impor naik.

Sementara itu, pasar mencari tanda-tanda intervensi valas oleh RBI untuk membatasi aksi jual rupee lebih lanjut, konsisten dengan tindakan serupa sejak kuartal-III tahun 2022. Intervensi RBI yang aktif akan terus mengekang volatilitas pada saat yang bersamaan.

Kemungkinan intervensi penjualan dolar oleh RBI di Non-Deliverable Forward (NDF) dan pasar Over The Counter (OTC) dapat dilakukan agar mencegah pelemahan rupee ke depannya.

Meskipun di tengah gempuran sentimen negatif yang ada, bagi sebagian investor menganggap rupee menjadi mata uang yang cukup menarik.

Mengapa Rupee Masih Menarik?

Investor menganggapnya menarik karena India memiliki banyak simpanan uang sekitar US$600 miliar atau sekitar Rp 9.192 triliun (US$ 1= Rp 15.320) . Selain itu, lebih dari US$16 miliar telah masuk ke India tahun ini dari investor asing melalui pembelian saham.

Pada 4 Agustus 2023, data terbaru cadangan devisa (cadev) India memperkirakannya mencapai US$601,453 miliar. Khususnya, pada 14 Juli 2023, cadangan devisa India mencapai US$609,02 miliar, menandai level tertinggi dalam 15 bulan.

Sejak 2019, cadangan devisa India mencapai US$454 miliar dan relatif mengalami peningkatan hingga Agustus 2023 menjadi US$601,453 miliar atau naik sekitar 32% dalam sekitar lima tahun terakhir.

"Jumlah cadangan devisa sangat memadai saat ini," kata Prashant Singh, manajer portofolio senior untuk utang pasar negara berkembang (EM) di Neuberger Berman Singapore.

 

Sebanyak 88,6% atau tepatnya US$533,4 miliar didominasi oleh foreign currency asset dan sisanya terdiri dari gold, Special Drawing Rights (SDR), serta reserve position di International Monetary Fund (IMF).

Para ahli dari Neuberger Berman Singapore dan Columbia Threadneedle Investments berpendapat positif terhadap rupee karena mereka yakin perekonomian negara akan tumbuh sebesar 6,5%.

Selain itu, David Forrester, senior FX strategist di Credit Agricole CIB di Singapore yang mengatakan bahwa ketergantungannya yang minim terhadap China membuat India cukup diuntungkan karena dampaknya relatif lebih kecil dibandingkan negara lainnya, mengingat saat ini China sedang mengalami perlambatan ekonomi.

Merujuk dari Trading Economics, pada 2022, mayoritas ekspor India didominasi ke Amerika Serikat sekitar 18% (US$ 80,23 miliar), disusul oleh United Arab Emirates sekitar 7% (US$31,32 miliar), dan Belanda sekitar 4,1% (US$ 18,5 miliar). Sedangkan China hanya 3,4% atau sebesar US$ 15,08 miliar.

Namun yang perlu diperhatikan yakni impor India dari China mendominasi sebesar 14% dari total impor pada tahun 2022, diikuti oleh United Arab Emirates sekitar 7,5%, dan Amerika Serikat sebesar 7,2%.

Alhasil meskipun ekspor India secara umum didominasi bukan ke China, namun perlambatan ekonomi China dapat berdampak pada jumlah impor India dari China.

Lain India, Lain Indonesia

Kondisi rupee dan India berbanding terbalik dengan rupiah dan Indonesia. Sepanjang tahun ini, rupiah masih menguat 1,59% tetapi capital outflow justru sangat deras. 

Cadev Indonesia juga nyaris tidak bergerak dari US$ 137,2 miliar pada Desember 2022 menjadi US$ 137,7 miliar (Rp 2.109 triliun) pada Juli 2023. Padahal, Indonesia termasuk net eksportir untuk energi dan menjadi eksportir terbesar untuk batu bara dan CPO.

Berbeda dengan India, Indonesia juga sangat menggantungkan ekspor ke China. Sekitar 30% ekspor Indonesia mengalir ke China sehingga perlambatan Tiongkok menjadi ancaman besar bagi Indonesia.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation