Rupiah Melemah Dibayangi 'Hantu' Twin Deficit

mae, CNBC Indonesia
23 August 2023 09:12
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah penantian pelaku pasar menunggu hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI).
Pelemahan rupiah juga terjadi setelah rilis data transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mengecewakan pasar serta menguatnya dolar AS.

Merujuk data Refinitiv, rupiah ada di posisi Rp 15. 320 di awal perdagangan hari ini, Rabu (22/8/2023). Posisi tersebut melemah 0,07% dibandingkan perdagangan kemarin.

Sebagai catatan, mata uang Garuda menguat tipis 0,07% ke posisi Rp 15.310/US$1 pada perdagangan Selasa (22/8/2023).

Rupiah tertekan setelah dolar AS kembali perkasa. Indeks dolar pada hari ini bergerak di kisaran 103,56, lebih tinggi dibandingkan pada perdagangan kemarin di kisaran 103,3.
Rupiah juga tak berdaya karena kuatnya sentimen dari dalam negeri berupa rilis data transaksi berjalan dan NPI.

Hari ini fokus pelaku pasar rupiah akan tertuju pada RDG. BI akan memulai RDG hari ini dan akan mengumumkan hasil keputusan besok, Kamis (24/8/2023).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksi bank sentral RI akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%.

Kubu MH Thamrin diperkirakan masih akan menahan suku bunga meskipun inflasi jauh melandai. BI belum bisa memangkas suku bunga karena masih besarnya tekanan eksternal, terutama dari Amerika Serikat (AS).

Pelaku pasar keuangan global kini memperkirakan ada potensi bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) mengerek suku bunga pada pertemuan September mendatang.

Inflasi Indonesia sendiri melandai dengan cepat dari 5,95% (year on year/yoy) pada September 2022 menjadi 3,08% (yoy) pada Juli 2023. Inflasi inti juga sudah melandai dari 3,36% (yoy) pada Desember 2022 menjadi 2,43% (yoy) pada Juli 2023.
Padahal, BI sebelumnya memproyeksi inflasi baru akan bergerak di angka 3% pada September 2023.

Namun, fokus BI saat ini bukan inflasi melainkan rupiah. Terlebih, mata uang Garuda ambruk 1,6% sepanjang bulan ini.

BI juga memiliki kekhawatiran baru dalam bentuk defisitnya transaksi berjalan dan transaksi finansial.

BI melaporkan transaksi berjalan Indonesia membukukan defisit sebesar US$1,9 miliar atau 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II-2023. Defisit ini adalah yang pertama sejak kuartal II-2021
Sementara itu, neraca transaksi finansial mencatat defisit US$ 4,97 miliar.

Kondisi ini membuat Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat defisit sebesar US$ 7,37 miliar pada kuartal II-2023. Defisit ini adalah yang pertama sejak kuartal III-2022.Defisit pada April-Juni 2023 juga berbanding terbalik dengan surplus sebesar US$ 6,52 miliar pada Januari-Maret 2022.

Defisit pada transaksi berjalan, transaksi finansial, dan NPI bisa semakin menekan rupiah.

Selain BI, pelaku pasar juga menunggu pidato Chairman bank sentral AS The Federal reserve (The FedO Jerome Powell akhir pekan ini. Powell, akan menghadiri Simposium Ekonomi Jackson Hole, di Wyoming, selama tiga hari, yang diselenggarakan setiap tahun oleh The Fed wilayah Kansas City sejak 1981.

Powell akan menyampaikan pidato tentang prospek ekonomi pada Jumat (25/8) di Jackson Hole.
Dia akan memberikan pandangan terbarunya tentang apakah diperlukan lebih banyak pengetatan kebijakan untuk menurunkan inflasi di tengah pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat, atau mulai mempertimbangkan untuk mempertahankan suku bunga.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 


(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Segini Harga Jual Beli Kurs Rupiah di Money Changer

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular