Warning Keras Buat RI! 5 Alarm Bahaya China Sudah Menyala

rev, CNBC Indonesia
09 August 2023 16:35
Terungkap, Rahasia Orang China Sukses Bisnis & Kuasai Dunia
Foto: Infografis/ Terungkap, Rahasia Orang China Sukses Bisnis & Kuasai Dunia/ Ilham Restu
  • China mengalami deflasi secara tahunan pada Juli
  • Ekspor-Impor China juga sudah berada di zona negatif yang cukup dalam
  • Rencana Amerika Serikat yang ingin membatasi investasi di China juga membebani Tiongkok

Jakarta, CNBC Indonesia -China terus memberi kabar buruk ke dunia. Setelah data perdagangan ambruk, Tiongkok melaporkan jika Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI) mengalami deflasi pada Juli.

Memburuknya data ekonomi membuat dunia kecewa karena justru terjadi setelah China melonggarkan kebijakan Covid-19 nya serta membuka perbatasan internasional.
Memburuknya ekonomi China bisa terlihat dari indikator ini:

1. Indeks Harga Konsumen

Hari ini China mengumumkan Indeks Harga Konsumen (CPI) turun atau deflasi sebesar 0,3% (year on year/yoy) pada Juli 2023.  Deflasi ini merupakan yang pertama sejak Februari 2021. Angka deflasi juga lebih dalam dari proyeksi ekonom dalam survei Bloomberg yang memperkirakan deflasi 0,4%.

Badan statistik China mengatakan penurunan CPI hanya akan bersifat sementara, dan diproyeksikan akan meningkat secara bertahap karena dampak dari basis tinggi tahun lalu akan memudar.

Deflasi China menjadi alarm bahaya bagi Tiongkok dan dunia. Deflasi bisa menjadi awal perlambatan konsumsi masyarakat China.
Padahal, China adalah salah satu motor penggerak utama pertumbuhan global dan memiliki size ekonomi terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS).

2.Indeks Harga Produsen

Sedangkan Indeks Harga Produsen (PPI) juga mengalami deflasi yakni 4,4% (yoy). Kontraksi ini telah turun selama 10 bulan berturut-turut dan lebih buruk dari perkiraan pasar penurunan 4,1%, setelah penurunan 5,4% pada bulan sebelumnya, yang merupakan penurunan tertajam sejak Desember 2015.

Penurunan bahan produksi melemah (-5,5% vs -6,8% di bulan Juni), bahan baku (-7,6% vs -9,5%), dan ekstraksi (-14,7% vs -16,2%).
Pada saat yang sama, harga turun lebih lanjut untuk barang konsumen (-0,4% vs -0,5%), makanan (-0,9% vs -0,6%), dan barang tahan lama (-1,5% vs -1,5%) di tengah kenaikan yang lebih cepat dalam penggunaan sehari-hari barang (0,8% vs 0,3%) dan pakaian (1,5% vs 1,0%).

 PPI menandai indeks harga di tingkat industri dan produsen sekaligus bisa menjadi sinyal bagi pergerakan IHK ke depan. Bila PPI melambat maka IHK ke depan bisa melandai juga.

"Baik CPI dan PPI berada di wilayah deflasi. Momentum ekonomi terus melemah karena permintaan domestik yang lesu," kata Zhang Zhiwei, Presiden dan Kepala Ekonom di Pinpoint Asset Management.

3. PMI Manufaktur Caixin China

PMI Manufaktur Caixin China turun menjadi 49,2 pada Juli 2023 dari 50,5 pada Juni.  Angka tersebut adalah yang terendah dalam enam bulan terakhir. dan menandai jika aktivitas pabrik China dalam fase kontraksi. PMI lebih rendah dibandingkan proyeksi pasar yakni 50,3.

Kontraksi ini merupakan kontraksi sejak April, karena pesanan baru turun setelah tumbuh dalam dua bulan sebelumnya.

PMI Manufaktur Caixin ini mengukur kinerja sektor manufaktur dan berasal dari survei terhadap 430 perusahaan industri swasta ini terlihat berada di bawah 50 yang berarti terjadinya kontraksi.

4. Penjualan Ritel

Penjualan ritel China melambat tajam menjadi 3,1% yoy pada Juni 2023, menandai kinerja terlemah sejak Desember lalu. Penjualan juga jauh dari konsensus pasar sebesar 3,2%.
Penurunan yang tajam terlihat pada pakaian, topi, dan tekstil (6,9% vs 17,6% di bulan Mei), kosmetik (4,8% vs 11,7%), perhiasan (7,8% vs 24,4%), furnitur ( 1,2% vs 5,0%), dan peralatan komunikasi (6,6% vs 27,4%).

5. Ekspor-Impor China

Ekspor China terkontraksi 14,5% (yoy) pada Juli secara tahunan menjadi US$ 281,76 miliar. Kontraksi lebih dalam jika dibandingkan dengan penurunan pada Juni sebesar 12,4%.

Sementara itu, impor terkontraksi 12,4% (yoy) pada Juli dari tahun sebelumnya menjadi US$ 201,16 miliar. Kontraksi lebih dalam dari 6,8% pada Juni, atau dengan kata lain hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan periode Juni.

Sebagai negara dengan tujuan ekspor terbesar Indonesia dan merupakan negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS), maka hasil rilis data China akan sangat mempengaruhi berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.

Pada tahun 2022, Indonesia merupakan negara ASEAN dengan nilai ekspor tertinggi ke China yakni sebesar US$ 65,84 miliar. Angka ini tumbuh sebesar 28,9% yoy jika dibandingkan2021.

Sedangkan dari sisi impor di tahun 2022, Indonesia merupakan negara ASEAN dengan nilai impor dari China tertinggi kedua setelah Thailand yakni sebesar US$ 67,7 miliar atau melonjak 32,2% yoy jika dibandingkan 2021.

Neraca Perdagangan Indonesia-China bahkan sejak 2013 mengalami defisit yang artinya nilai impor lebih besar daripada ekspor. Meskipun begitu, terdapat perbaikan defisit neraca dagang Indonesia-China khususnya dari periode 2020 hingga 2022.

Pada 2020, defisit neraca dagang Indonesia-China sebesar US$ 7,85 miliar lalu berkurang menjadi US$ 2,46 miliar pada 2021 dan pada 2022 kembali berkurang menjadi US$ 1,88 miliar.

Kementerian Perdagangan mencatat bahwa pada periode Januari-Juni 2023, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan dengan China yakni sebesar US$ 838,7 juta. Hal ini berkebalikan dengan periode yang sama pada 2022 yang mengalami defisit sebesar US$ 3,38 miliar.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation