Fundamental Pundit

Saham Kapal LEAD di Harga Gocap, Kuat Balik Arah Ga Nih?

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
07 August 2023 17:40
Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • PT Logindo Samduramakmur Tbk (LEAD) berpotensi mengalami turn around seiring prospek harga minyak tinggi dalam jangka waktu panjang.

  • Supply shortage dari minyak berpotensi mengalami kenaikan harga minyak pasca suku bunga dipangkas, sehingga saham LEAD yang berada di harga bottom (Rp 50) memiliki downrisk rendah.

  • Akumulasi kerugian atau saldo defisit LEAD akan menjadikan keuntungan dalam siklus boom harga minyak hanya di atas kertas dan tidak tertuang dalam dividen. 

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Logindo Samduramakmur Tbk (LEAD) merupakan perusahaan sektor perkapalan pengangkut minyak berpotensi mengalami turnaround kinerja yang akan mendorong harga sahamnya seiring shortage industri perminyakan saat ini.

Berdasarkan data historis, saham LEAD pernah menyentuh titik tertinggi di puncak siklusnya pada September 2014 (fase awal setelah IPO), April dan Juni 2016, Februari 2018, dan November 2022.

Pada perdagangan Senin (7/8/2023), saham LEAD ada di posisi Rp 50/lembar.

Harga saham LEAD yang sedang berada di 'gocap' memiliki downrisk atau risiko penurunan harga yang rendah di tengah prospek perbaikan kinerja ke depan.
Meski demikian, risiko tidak adanya perbaikan kinerja masih menjadi kekhawatiran investor. Pasalnya, LEAD masih rugi dalam tujuh tahun terakhir dan rasio perbandingan utang dan modal
(Debt to Equity Ratio/DER) dengan rasio cukup tinggi yaitu 4,04x.

 

Saham LEAD pernah berada di harga tertinggi sepanjang masa yakni pada fase awal IPO pada September 2014 yang menembus harga Rp 1.200 per saham atau setara kapitalisasi pasar Rp 3,3 triliun.

Harga saham LEAD yang ada di posisi Rp 50 per saham pada hari ini, Senin (7/8/2023), telah anjlok 93% bila dibandingkan harga IPO di Rp 2.800/saham. Perusahaan diketahui pernah melakukan aksi korporasi pemecahan saham dengan rasio 1:4 tahun 2015 silam.

Pasca lonjakan harga tinggi periode 2013-2014, saham LEAD ambles setelah pasar menyesuaikan kembali ke harga wajarnya seiring anjloknya harga minyak dunia.

Kenaikan tinggi pada medio tersebut juga mengikuti kinerja positif yang mana kala itu LEAD mampu membukukan pertumbuhan laba bersih pada periode 2012-2014. Tahun 2015, laba bersih anjlok menjadi hanya Rp1 miliar dan tahun selanjutnya terus membukukan kerugian.

Apakah mungkin LEAD kembali membukukan laba bersih seperti tahun 2014?

Laba bersih pada 2014 merupakan yang tertinggi sejak perusahaan melantai di bursa, mencapai Rp249 miliar. Apabila LEAD kembali membukukan kinerja setinggi 2014, valuasi perbandingan harga dan laba bersih (PER) akan berada di nilai 0,8x. Artinya, pemilik saham dapat memperoleh imbal hasil (laba bersih) dari harga pembelian hanya dalam 10 bulan.

Kinerja luar biasa LEAD tahun 2014 sudah tercermin dari sisi topline atau pendapatan yang juga tertinggi sejak melantai berada di Rp859 miliar. Hal ini dibarengi dengan harga minyak WTI yang berada di bentang US$70-113 pada tahun 2010-2014.

Harga minyak tetap ada peluang di harga tinggi dalam jangka waktu panjang meski ada peralihan ke renewable energy atau Energi Baru Terbarukan (EBT). Pasalnya, kebutuhan energi tetap besar dengan meningkatnya populasi.

Harga minyak juga akan bergantung pada kebijakan negara eksportir minyak yang tergabung dalam OPEC. OPEC dan negara-negara produsen minyak juga turut memangkas produksinya pada tahun lalu dan tahun ini. Hal ini menyebabkan pasokan global menjadi terbatas sehingga harga minyak mendidih.

Faktor penguatan harga juga berasal dari sisi permintaan, terutama dari China. Bila ekonomi Tiongkok melesat maka permintaan minyak bisa kembali naik sehingga harganya tetap tinggi.  

Selain itu, suku bunga bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) juga berpeluang melunak ke depan karena level saat ini sudah sangat tinggi. Siklus kenaikan suku bunga diperkirakan akan segera berakhir sehingga ada pelonggaran ke depan.

Hal ini juga akan turut mendorong bank sentral banyak negara ikut dovish, sehingga ekonomi diperkirakan bisa tumbuh lebih cepat. Hal ini bisa mengerek permintaan minyak global dan harga akan bertahan tinggi.

Lonjakan harga minyak bisa berdampak besar terhadap bisnis LEAD. Hal ini akan selaras dengan data historis perseroan yang diasumsikan siklus perkapalan pengangkutan minyak akan terjadi jika harga komoditasnya berada di harga tinggi dalam waktu panjang.

Peningkatan permintaan minyak bisa meningkatkan permintaan kapal pendukung lepas pantai (Offshore Support Vessel/OSV), sehingga harga sewa meningkat.

Kinerja LEAD 2014 vs 2022

LEAD membukukan puncak kinerja pada 2014 ditopang pendapatan dari segmen kapal tipe AHTSDP dan AHTS yang berkontribusi 59% terhadap total pendapatan perseroan.

Namun, LEAD pada 2022 belum mampu membukukan laba bersih. Kondisi ini disebabkan pendapatan kapal tipe AHTS dan AHTSDP2 masih jauh lebih rendah dibanding  2014 saat membukukan kinerja tertinggi sepanjang masa.

Secara kinerja operasional, LEAD belum memiliki perubahan kinerja operasional. Hal ini terlihat dari jumlah kapal antara tahun 2014 dan 2022 secara keseluruhan masih belum terlihat perubahan signifikan. Hanya kapal LCT yang berkurang satu dan kapal tipe lain-lain yang menurun 17.

Berdasarkan perhitungan tersebut, masih ada potensi saham LEAD membukukan revenue setinggi 2014. Syaratnya, harga minyak mampu bertahan di atas US$70 per barel untuk waktu panjang.

Namun, pendapatan akan sedikit terkoreksi akibat adanya pengurangan pendapatan kapal lain-lain yang tidak signifikan, mengingat kinerja secara kontribusinya yang rendah.

Layakkah Investasi?

Perbedaan negatif yang masih terlihat antara kinerja 2014 dan 2022 terletak pada saldo laba LEAD yang menunjukkan nilai negatif. Hal ini berpotensi menyebabkan perusahaan menahan pembagian dividen saat laba bersih mengalami lonjakan. Pasalnya, perusahaan perlu membalikkan saldo defisitnya terlebih dahulu menjadi positif.

Namun, saldo defisit sudah mencapai Rp780 miliar sementara potensi laba hanya Rp249 miliar. Artinya, LEAD butuh waktu 3,1 tahun untuk mengubah saldo defisit menjadi positif.

Hal ini akan relatif sulit terjadi mengingat harga minyak tinggi harus berada di harga tinggi dalam waktu yang sangat lama untuk menutup saldo defisit LEAD.

Seluruh tesis turnaround saham LEAD akan jadi tidak ada artinya jika perusahaan secara fundamental tidak mampu membuat saldo modal berubah dari defisit menjadi laba.

Dengan melihat kondisi di atas, potensi LEAD untuk mengulang siklus 2014 hanya akan menjadi keuntungan dalam kertas.

Pasalnya, hal tersebut tidak dapat tertuang dalam dividen yang merupakan cerminan kinerja riil perusahaan. Potensi kenaikan saham LEAD dalam puncak siklus kali ini jika terjadi merupakan euforia pasar, saat melihat lonjakan laba dan valuasi PER yang berada di bawah 1x.

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation