
Harga Minyak Mendidih, Salahkan Saja Kartel OPEC & China!

- Harga minyak mentah sangat volatile dalam dua pekan terakhir
- Kebijakan OPEC membuat harga minyak terus bergejolak
- Kenaikan harga minyak juga ditopang oleh naiknya permintaan
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia bertahan sepanjang tahun ini bertahan di level US$ 80 per barel. Harga minyak terus melonjak karena pemangkasan produksi serta meningkatnya permintaan.
Secara year to date atau dari awal tahun hingga perdagangan 3 Agustus 2023, harga minyak WTI naik 1,61% berada di posisi US$81,55 sedangkan minyak brent turun 0,90% berada di posisi US$85,14.
Pada penutupan perdagangan kemarin, harga minyak baik brent tau WTI melambung 2% lebih. Harga minyak saat ini masih bergerak di kisaran tertinggi sejak April 2203 atau tiga bulan terakhir.
Penyebab utama lonjakan minyak adalah keputusan Arab Saudi memperpanjang pemotongan minyak 1 juta barel per hari.
Arab Saudi akan memperpanjang pengurangan produksi minyak secara sukarela sebesar 1 juta barel per hari untuk bulan Agustus hingga September 2023. Produksi minyak Arab untuk September akan menjadi sekitar 9 juta barel per hari (bph)
Pemotongan sukarela tambahan ini dilakukan untuk memperkuat upaya pencegahan yang dilakukan oleh negara-negara OPEC+ dengan tujuan mendukung stabilitas dan keseimbangan pasar minyak.
Produsen raksasa lain Rusia juga akan memangkas ekspor minyak sebesar 300.000 barel per hari pada bulan September, hal ini diungkapkan oleh Wakil Perdana Menteri Alexander Novak tak lama setelah pengumuman Saudi.
OPEC+ menyetujui kesepakatan untuk membatasi pasokan hingga 2024 pada pertemuan kebijakan terakhirnya pada bulan Juni, dan Arab Saudi menjanjikan pengurangan produksi sukarela untuk bulan Juli yang telah diperpanjang hingga Agustus.
OPEC+ yang mencakup anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia akan bertemu untuk membahas kebijakakan pengurangan produksi lebih lanjut pada hari ini Jumat (4/8/2023).
OPEC+, yang memompa sekitar 40% minyak mentah dunia, telah membatasi pasokan sejak akhir 2022 untuk mendukung harga pasar.
![]() |
Permintaan China
Selain dari sisi penawaran, para pelaku pasar perlu memperhatikan dari sisi permintaan, terutama dari Asia.
Impor minyak mentah Asia naik ke rekor tertinggi pada Juli karena dua pembeli terbesar di kawasan pengimpor utama, China dan India, terus mengambil volume besar minyak Rusia yang didiskon.
Sebanyak 27,92 juta barel per hari (bph) tiba di Asia pada Juli, menurut data yang dikumpulkan oleh Refinitiv Oil Research, melampaui rekor tertinggi sebelumnya pada Mei sebesar 27,35 juta bph dan lebih tinggi dari Juni sebesar 27,53 juta bph.
Sebagian besar kekuatan impor Asia tersalurkan ke China. Refinitiv memperkirakan pembeli minyak mentah terbesar dunia melihat kedatangan 12,04 juta barel per hari pada Juli, bulan ketiga berturut-turut di mana impor berada di atas 12 juta barel per hari.
Rusia tetap menjadi pemasok utama ke China, dengan jalur pipa dan pengiriman via laut sebesar 2,04 juta barel per hari pada Juli. Volume tersebut turun dari 2,56 juta barel per hari pada Juni.
Impor dari Arab Saudi yang diperkirakan Refinitiv sebesar 1,82 juta barel per hari pada Juli, turun dari 1,94 juta barel per hari pada Juni.
China telah meningkatkan pembelian dari produsen lain, terutama Angola. Impor dari negara Afrika bagian selatan mencapai 900.000 bpd pada Juli, naik dari 450.000 bpd pada Juni. Jumlah tersebut hampir dua kali lipat rata-rata 515.000 bpd untuk semester pertama 2023.
China juga meningkatkan impor dari Oman, produsen Timur Tengah di luar OPEC tetapi bagian dari grup OPEC+ yang lebih luas. Impor dari Oman mencapai 910.000 bpd pada Juli, naik dari 760.000 bpd pada Juni.
Ini menjadikan Oman sebagai pemasok terbesar keempat ke China pada bulan Juli, di belakang Rusia, Arab Saudi, dan Irak.
Perlu juga dicatat bahwa sebagian besar impor minyak mentah China akan masuk masuk besar-besaran ke penyimpanan komersial atau strategis. China kemungkinan menyimpan 2,1 juta barel per hari pada Juni dan 950.000 barel per hari selama enam bulan pertama.
China tidak merilis data volume minyak mentah yang mengalir masuk atau keluar dari stok strategis dan komersial. Namun, perkiraan dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah minyak mentah yang diproses dari total minyak mentah yang tersedia dari impor dan hasil domestik.
Pertanyaan untuk pasar adalah apakah harga minyak mentah sekarang telah naik cukup tinggi untuk membuat penyuling China memangkas impor dan menghabiskan sebagian dari stok mereka yang cukup.
Permintaan India
Di luar China, pembeli utama Asia lainnya juga meningkatkan impor pada Juli, termasuk India. Impor India diperkirakan mencapai tertinggi lima bulan sebesar 4,94 juta barel per hari.
Penyuling India terus menikmati minyak mentah Rusia dengan harga diskon. Impor India pada Juli diperkirakan mencapai tertinggi sepanjang masa sebesar 2,08 juta barel per hari.
Namun, produksi Rusia yang lebih rendah ditambah dengan langkah Moskow untuk menaikkan harga ekspor dapat mengurangi selera India untuk minyak mentah Rusia dalam beberapa bulan mendatang.
Impor minyak Jepang Juli diperkirakan mencapai 2,49 juta barel per hari, naik dari Juni 2,11 juta barel per hari. Sementara itu, impor Korea Selatan mencapai 2,76 juta barel per hari, naik dari 2,53 juta barel per hari pada Juni.
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa minyak mentah yang tiba di Asia pada bulan Juli kemungkinan besar diatur dalam jendela antara periode Maret dan Mei, saat harga minyak mentah menurun, dengan Brent tergelincir ke level terendah US$71,28 per barel pada 4 Mei.
Pemulihan harga sejak saat itu akan mengangkat biaya impor dalam beberapa bulan mendatang, yang mungkin mengurangi selera pembeli Asia, terutama India, yang sering dipandang lebih sensitif terhadap harga daripada ekonomi maju di Asia Utara.
Dengan pemangkasan produksi minyak mentah yang akan berlanjut hingga 2024 serta pulihnya permintaan dari importir besar minyak seperti China dan India.
Harga minyak diperkirakan dapat bertahan di atas level US$80 per barel, bahkan dapat menguat hingga US$90 sampai akhir tahun 2023.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(saw/saw)