CNBC Indonesia Research

Netizen Bilang Pak Jokowi Kurang Cerdas Urus Pangan

Muhammad Maruf, CNBC Indonesia
06 July 2023 18:49
Jokowi Happy! RI Masuk ke Daftar Negara Kelas Menengah Atas
Foto: Infografis/ Jokowi Happy! RI Masuk ke Daftar Negara Kelas Menengah Atas /Aristya Rahadian

Jakarta CNBC Indonesia - Para netizen bereaksi cukup keras terhadap sejumlah fakta tentang betapa besarnya ketergantungan pangan Indonesia terhadap impor. Mereka mengomentari tayangan rekaman ulang program Talk-Show Politik-Ekonomi Your Money Your Vote Rabu malam (5/7) tentang paparan fakta dan data situasi pangan nasional yang dikemukakan tim CNBC Indonesia Research.

Dari seratus lebih suara di kolom komentar terhadap rekaman program itu di kanal Youtube CNBC Indonesia semuanya bertone negatif. Menyesalkan mengapa hal ini terjadi, dan terutama menuduh pemerintah saat ini di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak kompeten menangani masalah krusial bangsa ini, yakni sektor pangan dan kemudian sektor pertanian sebagai biang keladi dari ketergantungan impor.

Faktanya, enam dari sembilan kebutuhan sembako harus dicukupi dari impor dan ini sudah berjalan puluh berpuluh tahun. Akun @daridari3038 misalnya mengatakan "Kalau menurut saya itu pemerintah tuh mengatur perdagangan petani kurang cerdas. Padahal tuh kalo di desa desa buah tuh banyak pepaya kadang singkong jambu air tuh kalo di desa desa nggak laku terutama yang di pedalaman di Riau tuh desa desa banyak yang berkebun buah pepaya pisang buah jambu tuh enggak laku pada jadi sampah mangga," tulisnya.

Sementara akun @miftakhululum9986 menilai ini semua terjadi akibat pemerintah abai terhadap petani. "Pemerintah gak peduli petani sih. Aku anak petani saja gak mau jadi petani. Karena jadi petani usaha yang diperlukan dan hasil yang didapat tuh nggak sebanding sama sekali. Lalu pemerintah juga nggak ada regulasi tanah produktif, sekarang semua jadi perumahan karena petani pada jualin tanahnya ke developer," ujarnya.

Adapun @kokoputra630 menjelaskan mengapa petani malas bertani akibat masalah pupuk. "Yang bikin petani kapok bercocok tanam itu karena harga pupuk mahal dan sulit didapatkan serta tenaga manusia juga mahal bayaran nya. Di saat panen raya harga nya murah. Pemerintah harus pikirkan petani supaya sejahtera pasti bahan pangan akan tercukupi dan tidak perlu impor-impor,"

Akun @wijayapurnachandralie1791 menyoroti kapasitas para politisi mengurus negeri ini. "Praduga Tidak Bersalah : Sangat miris ya, yang katanya "Negara Besar" yang adalah Negara Agraris yang teritorialnya sangat luas justru mengimpor begitu banyak jenis pangan (bahan makanan). Entah Bagaimana Caranya? Para Politikus = Tikus2 Politik negeri ini bagaimana mengurus negara ini?? Sampai2 harus terus-menerus mengimpor bahan makanan berbagai jenis?,"

Tidak Ada Itikad Baik Pemerintah

Apa yang disuarakan oleh netizen ini cocok dengan ungkapan dari Profesor Dwi Andreas Santosa, Guru Besar IPB dan Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI). Bahwa masalah fundamental pangan Indonesia yang merujuk pada sektor pertanian disebabkan oleh ketidakseimbangan keberpihakan pemerintah kepada konsumen atau pembeli dan produsen atau petani.

Pemerintah menurut Dwi lebih berpihak kepada konsumen, sehingga bila ada lonjakan harga pangan langsung impor. Padahal, hal ini membuat disinsentif kepada petani untuk bercocok tanam. "Para politisi harus berhenti mengkampanyekan pangan murah. Ini membuat sengsara sedulur-sedulur (saudara) petani," katanya. Hal ini adalah salah satu bentuk tidak adanya good will atau niat baik pemerintah kepada petani.

Dwi adalah salah satu dari panelis diskusi Your Money Your Vote. Selan dia ada  Ukay Karyadi - Komisioner KPPU, I Gusti Ketut Astawa - Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas, Dwi Andreas Santosa - Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI), Muhammad Ma'ruf - Head of CNBC Indonesia Research dan Bayu Krisnamurthi Wakil Menteri Pertanian 2009-2011 (Zoom).

Semua sepakat bahwa masalah pangan ini harus diselesaikan. Sebab pangan itu terkait dengan hajat dapur 277 juta rakyat, dan 30% pekerja yang mencari hidup disana. Rumit memang, masalahnya, mulai dari lahan pertanian menciut, petani tak bahagia, teknologi kuno yang menyebabkan produksi bahan pangan tak maksimal. Di luar itu masih ada masalah tataniaga yang kompleks, mulai dari rantai pasokan yang panjang, sampai mafia dimana mana.

Data Pangan CNBC Indonesia Research

[Gambas:Youtube]

  • Kebutuhan bahan pangan Indonesia sangat tergantung pada pasar impor. Enam dari dari sembilan barang kebutuhan pokok harus dicukupi dari negara lain.
  • Buah dan sayuran dan komoditas bahan pangan utama lainnya, seperti gandum, kedelai, jagung sangat bergantung pada impor. Negara sesubur Indonesia bahkan mengalami defisit perdagangan buah dan sayuran rata-rata Rp 19 triliun per tahun.
  • Indonesia menempati posisi ke sepuluh di Asia dan Pasifik, dan ke 60 di dunia dalam hal ketahanan pangan pada The Global Food Security Index 2022.

Dalam 11 tahun terakhir, rakyat Indonesia telah menghabiskan US$84,8 miliar atau setara Rp1,272 triliun untuk hanya berbelanja enam dari sembilan barang kebutuhan pokok/sembako-beras, susu, bawang, garam, daging dan gula dari pasar internasional. Jumlah uang belanja dapur rakyat yang jumbo ini menyedihkan bila disandingkan dengan sejumlah data betapa Indonesia adalah negara Gemah Ripah Loh Jinawi Toto Tentrem Kerto Raharjo- kondisi masyarakat dan wilayah yang subur makmur, tertib, tentram, sejahtera, serta berkecukupan segala sesuatunya.

Indonesia adalah negara ke 14 untuk luas daratan (1,811,569 km), negara dengan panjang garis pantai ketiga atas dunia (54,716 km), sebanyak 53% penduduknya adalah usia produktif, buruh murah dan empat musim yang aman dari cuaca ekstrim. Namun, berbagai potensi alam dan manusia itu masih gagal dimanfaatkan untuk tujuan Toto Tentrem Kerto Raharjo.

Selama ini yang banyak diributkan adalah beras. Padahal ada sembilan bahan pokok hidup yakni beras, gula pasir, minyak goreng dan mentega, daging sapi dan ayam, telur ayam, susu, bawang merah & putih, ikan dan garam beryodium. Produksi produk pertanian dalam negeri tidak cukup, memenuhi kenaikan pesat konsumsi makanan, sehingga mendorong impor terus menerus. Enam dari sembilan bahan pokok itu kecukupannya harus dipenuhi dari luar negeri. Yang mengejutkan adalah ketergantungan tinggi pada impor selain beras, dimana rata-rata impor daging selama 11 tahun terakhir mendominasi (35%), gula (28%), garam (14%) dan susu (13%)--ini adalah rasio jumlah impor barang terhadap total nilai impor enam barang itu.

Buah dan sayuran mengandung vitamin, mineral, dan bahan kimia tanaman yang amat penting bagi tubuh manusia, karena mengandung serat. Pola makan yang kaya sayur dan buah dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke, mencegah beberapa jenis kanker, menurunkan risiko masalah mata dan pencernaan, serta berdampak positif pada gula darah. Sayangnya, dengan luas lahan yang ada Indonesia belum bisa memproduksi buah dan sayur-mayur untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Indonesia mencatat defisit perdagangan internasional untuk buah dan sayur mayur rata-rata US$1,3 miliar atau sekitar Rp19 triliun per tahun dalam 11 tahun terakhir, yang terjadi akibat jumlah impor lebih banyak dari ekspor. Tampak kebutuhan akan sayur dan buah meningkat pesat, sementara kemampuan produksi lokal untuk mencukupinya rendah, sehingga neraca ekspor pun tak berkembang dalam kurun waktu itu.

Ketidakmampuan bangsa ini memanfaatkan potensi sumber daya alam, baik lahan luas dan pekerja murah juga tampak pada penyediaan kebutuhan sekunder pangan lain. Misalnya, gandum yang merupakan ingredient pokok bagi produk turunan makanan. Survei Departemen Pertanian Amerika Serikat menyebut lebih dari dua pertiga gandum diperuntukan untuk makanan manusia, sementara 20% sisanya untuk hewan. Ada pertumbuhan konsumsi gandum sebesar 25% dalam 15 tahun, menunjukkan betapa pentingnya gandum bagi manusia. Sayangnya keterbatasan kualitas lahan Indonesia karena diduga tidak memadai untuk menanam gandum membuat Indonesia sangat bergantung pada negara lain. Penikmat roti dan segala macamnya sangat tergantung pada produksi gandum di Negeri Paman Sam dan Kanada.

Tempe dan tahu sebagai makanan paling populer di masyarakat menengah ke bawah, dan bahkan di endorse oleh Presiden Soekarno dan juga kini Presiden Joko Widodo-yakni sebagai penganan favorit-rupanya membutuhkan negara lain untuk mencukupi kebutuhannya di dalam negeri. Kedua panganan itu berbahan baku kedelai, dimana Kementerian Pertanian menyatakan produksi kedelai dalam negeri hanya mampu menutupi tak sampai 10% dari total kebutuhan nasional pada 2022. Estimasi tahun lalu produksi lokal hanya 200.315 ton, sementara kebutuhan 2.983.511 ton .

Beras adalah komoditas pangan utama, sekaligus komoditas politis. Ketersediaannya selalu bikin gaduh ruang publik, meskipun hal ini memang wajar karena banyak yang tidak terima dengan luas daratan, yang cocok untuk pertanian padi, dan buruh murah namun produksi padi loyo. Produktivitas tanaman padi Indonesia masih jauh dari ideal, akibatnya cadangan stok beras nasional sangat bergantung pada produksi di empat negara, India, Thailand, Vietnam dan Pakistan.

Hal yang sama juga terjadi pada jagung. Sebagai bahan baku industri, jagung dapat diolah menghasilkan pakan ternak, minyak, tepung jagung, gula dan turunannya. Perkembangan energi hijau juga menempatkan jagung sebagai bahan baku produksi etanol untuk bahan bakar (biofuel). Situasinya, Indonesia sudah bertahun-tahun defisit jagung. Analisis kinerja perdagangan jagung Indonesia tahun 2020 dari Kementerian Pertanian menunjukkan, Indonesia hanya bergantung pada impor jagung pipilan kering sebesar 2,90% (IDR) dan nilai SSR sebesar 97,31%. Ini menunjukkan, Indonesia sudah bisa mencukupi kebutuhan jagung dalam negeri dengan proporsi yang cukup besar dari produksi sendiri. Tapi, jagung bentuk pipilan kering Indonesia belum memiliki keunggulan komparatif.

Ketergantungan tinggi kebutuhan barang pokok, serta komoditas penunjang lainnya membuat fundamental ekonomi Indonesia rentan terhadap gejolak apapun yang terjadi di luar negeri, khususnya pada indikator inflasi. Kejadian perang Rusia-Ukraina misalnya telah membuat harga gandum melonjak, sementara cuaca buruk di India dan dan Thailand akan berdampak pada kenaikan harga beras. Merujuk pada data inflasi makanan dalam 41 bulan terakhir, Indonesia mengalami rata-rata kenaikan inflasi harga makanan 2,39% (inflasi kalender/year to date) per bulan dengan lonjakan tertinggi pada Juli 2022 mencapai 8%, di atas inflasi umum. Pergerakan inflasi 2022 juga membuktikan bagaimana krisis global, seperti keamanan yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina langsung memberikan dampak signifikan pada inflasi di Indonesia.

Kerentanan ketahanan pangan Indonesia dari gejolak krisis pangan dunia cukup besar, tampak pada besaran impor mayoritas sembako. Juga tampak dalam empat komoditas utama seperti beras, gandum, jagung dan kedelai yang dipublikasikan oleh The Food Security Portal. Semakin mahalnya harga-harga kebutuhan pangan di pasar internasional membuat ada konsekuensi serius terhadap fundamental ekonomi nasional. Salah satunya adalah beban berat bagi pengeluaran rumah tangga di Indonesia, yang semakin kesini semakin terbebani oleh inflasi harga pangan.

Berdasarkan data BPS 2022, rata-rata pengeluaran per kapita penduduk Indonesia sebesar Rp1,33 juta, dimana porsi untuk makanan mendominasi diantara pengeluaran lainnya, yakin makanan Rp666 ribu (50,1%) dan non makanan Rp662 ribu (49,9%). Tahun lalu untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, porsi pengeluaran makanan melampaui non makanan setiap bulannya, membuat tekanan terhadap inflasi makin besar.

Level Ketahanan Pangan Indonesia

Economist Impact, lembaga riset think-tank di Eropa yang memberi nasehat ekonomi Komisi Eropa menerbitkan sebuah indikator yang cukup baik untuk mengukur ketahanan pangan sebuah negara. Mereka sudah bercokol sejak 75 tahun lalu dan menganalisis 205 negara untuk menelurkan The Global Food Security Index. Index ini mengukur ketahanan pangan setiap negara dan membandingkannya secara relatif berdasarkan empat kategori penilaian yang dirangkum menjadi skor dan rating.

Pertama Affordability, yakni ukuran yang menggambarkan kemampuan masyarakat membeli makanan dan kerentanan terhadap kenaikan harga. Kedua Availability, mengukur produksi dan kapasitas pertanian, risiko gangguan rantai pasokan, dan upaya penelitian di bidang pertanian. Ketiga, Quality and Safety, mengukur variasi dan kualitas rata-rata gizi serta keamanan makanan. Keempat, Sustainability and Adaptationyaitu menilai keterpaparan suatu negara akibat dampak perubahan iklim; kerentanannya terhadap risiko sumber daya alam; dan bagaimana negara mampu beradaptasi dengan risiko-risiko ini.

Di Asia dan Pasifik, Indonesia menempati urutan ke-10 dengan skor total 67.9-cara membaca indeks ini semakin besar dalam 100 semakin bagus ketahanannya. Dari empat indikator, tampak ada tiga indikator yang masih kurang memuaskan, yakni Availabilityatau akses pangan (50.9), Quality and Safety atau level kualitas dan keamanan pangan (56.2) dan Sustainability and Adaptationatau isu keberlanjutan dan adaptasi perubahan iklim (46.3). Artinya, titik paling lemah bagi Indonesia dalam hal pangan adalah mengantisipasi perubahan iklim terhadap ketahanan pangan nasional. DI level dunia, Indonesia menempati posisi 63 dari 113 negara.

Rekomendasi dan Saran

Persoalan pangan Indonesia semakin kronis dari tahun ke tahun. Bila dibedah, hal ini terjadi akibat masalah struktural-fundamental sehingga gejolak harga pangan di pasar internasional langsung berdampak pada ketahanan pangan nasional. Kondisi buruk sektor pertanian misalnya dapat digambarkan oleh kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang semakin menurun. Saat ini, porsi pertanian terhadap PDB hanya 11,77% pada kuartal I 2023, terendah dalam satu dekade terakhir, dan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi hanya 0,04% pada kuartal pertama tahun ini.

Pembenahan sektor pertanian cukup kompleks, diantaranya masalah luas lahan yang semakin menciut, politik anggaran terhadap sektor pemangku pertanian, yakni Kementerian Pertanian yang rendah, hingga pendekatan teknologi yang minim dan kualitas sumberdaya manusia yang rendah. Dua institusi penting yakni Kementan dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tampak kurang maksimal memainkan perannya terhadap sektor pertanian. Padahal serapan sektor pertanian bagi lapangan pekerjaan paling tinggi, mencapai sekitar 30%.

Analisis ini akan menjadi bahan pemantik diskusi dalam program talkshow mingguan politik-ekonomi Your Money Your Votedi CNBC Indonesia TV pada Rabu 5 Juli 2023 pukul 19.30 WIB. Akan menghadirkan narasumber yang berkompeten untuk mengulas dan menemukan solusi, diantaranya Ukay Karyadi (Komisioner KPPU), I Gusti Ketut Astawa (Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas), Bayu Krisnamurthi (Wakil Menteri Pertanian 2009-2011), Dwi Andreas Santosa (Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia/AB2TI), dan Muhammad Ma'ruf (Head of CNBC Indonesia Research). Saksikan hanya di CNBC Indonesia TV channel UHF 40 atau live streaming di www.cnbcindonesia.com/tv.

CNBC Indonesia Research

[email protected]

(mum/mum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation