
Rupiah Jeblok, Ringgit Malaysia & Rubel Rusia Lebih Buruk

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Asia dan Rusia berguguran pada hari ini. Kebijakan moneter global serta kondisi politik membuat mata uang banyak negara berguguran. Mata uang ringgit Malaysia dan rubel Rusia adalah salah satu yang paling ambruk.
Ambruknya mata uang Asia dan sejumlah negara terutama disebabkan oleh kebijakan hawkish bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).
Chairman The Fed Jerome Powell pekan lalu mengisyaratkan The Fed akan mengerek suku bunga acuan kembali. Artinya, dolar AS berpotensi terus menguat ke depan.
Seperti diketahui, The Fed menahan suku bunga acuan sebesar 5,0-5,25% pada bulan ini.
Ringgit Malaysia jeblok 1,03% pekan lalu dan ambruk 5,8% sepanjang tahun ini. Pada hari ini, Senin (26/6/2023), ringgit Malaysia memang menguat tipis 0,02% ke MYR 4,67/US$.
Namun, posisi tersebut adalah yang terendah sejak awal November 2022 atau hampir tujuh bulan.
Selain karena The Fed, ringgit Malaysia jua melemah karena tingginya ketidakpastian menjelang pemilu negara bagian yang akan berlangsung pada Juli mendatang.
"Ada begitu banyak pertanyaan mengenai keberlangsungan koalisi pemerintah karena pemilu negara bagian akan segera berlangsung dalam waktu dekat," tutur Alvin Tan, head of Asia foreign exchange strategy di RBC Capital Markets, dikutip dari Reuters.
Ringgit juga jeblok karena bank sentral Malaysia Bank Negara Malaysia (BNM) tidak terlalu mengkhawatirkan depresiasi ringgit sehingga investor "menghukum"nya dengan menjual ringgit.
Won Korea melemah 1,94% sepekan dan ambruk 3,6% sepanjang tahun ini. Baht Thailand ambruk 1,3% pada pekan lalu dan ambruk 1,6% sepanjang tahun ini.
Mata uang Rusia rubel juga tak kalah mengenaskan. Sepanjang tahun ini, rubel sudah terjun 13,5%. Posisi rubel saat ini yang berada di terendah sejak Maret 2022 atau 15 bulan terakhir.
Nilai tukar rupiah juga melemah dalam dua hari terakhir. Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS bahkan ditutup di bawah level psikologis Rp 15.000/US$1 pada hari ini.
Merujuk data Refinitiv, rupiah di pasar spot ada di posisi Rp 15.010 atau melemah 0,13%. Ini adalah kali pertama rupiah ditutup di bawah Rp 15.000 sejak 30 Maret 2023 atau terendah sejak 2,5 bulan terakhir.
Pelemahan ini semakin memper[anjang derita rupiah. Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (23/6/2023), rupiah ditutup melemah 0,37% ke posisi Rp 14.990/US$1.
Dalam sepekan, rupiah sudah melemah 0,13% tetapi mata uang Garuda terbang 3,7% sepanjang tahun ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)