
Bak Gadis Cantik, Surat Utang RI Lagi Jual Mahal

- Minat investor dalam membeli surat utang Indonesia sangat tinggi
- Pendapatan pajak yang besar membuat pemerintah mengurangi penerbitan di tengah tingginya permintaan surat utang
- Keputusan The Fed bisa membuat SBN kembali tertekan
Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah membatasi penerbitan utang baru di tengah derasnya minat investor. Kas yang memadai serta banyaknya pilihan pinjaman membuat pemerintah "jual mahal" dalam menentukan besaran utang.
Pemerintah bahkan terus menurunkan target indikatif penerbitan utang Surat Berharga Negara (SBN). Pada awal tahun target indikatif ditetapkan sebesar Rp 23-34,5 triliun.
Angkanya terus menurun menjadi Rp 20-30 triliun pada Maret, diturunkan menjadi Rp 17-25,5 triliun pada Mei dan menjadi Rp 15-22,5 triliun.
Bukti lain dari "jual mahalnya" pemerintah adalah jumlah utang yang diserap. Dalam tiga lelang Surat Utang Negara (SUN) terakhir, penawaran yang datang selalu di atas Rp 55 triliun tetapi yang diambil hanya Rp 15 triliun atau di bawah 26%.
Pada lelang terakhir, Selasa (13/6/2023), total penawaran yang diterima pemerintah mencapai Rp 76,24 triliun. Penawaran yang datang pada lelang kemarin menjadi yang terbesar sejak Februari 2022 atau 16 bulan terakhir.
Pemerintah menyerap utang senilai Rp 15 triliun. Artinya, pemerintah memenuhi target indikatif yang ditetapkan sebesar Rp 15-22,5 triliun.
Tingginya minat investor disebabkan oleh prospek ekonomi dalam negeri serta ekspektasi melandainya suku bunga global.
Dengan penawaran yang tinggi, pemerintah juga lebih memilih untuk tidak menyerap penawaran dengan yield terlalu jauh dari pasar sekunder.
"(Pemerintah) Jual mahal, iya betul. Kalau kita lihat kondisi kas pemerintah saat ini cukup tinggi sehingga itu cukup confidance untuk bisa mengurangi target penerbitan SBN selama 2023 ini," tutur Direktur SUN Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Deni Ridwan, dalam acara CNBC Indonesia Money Talks On Location 2023, Jakarta, Rabu (14/6/2023).
Sebagai catatan, APBN masih mencatatkan surplus sebesar Rp 234,7 triliun atau 1,12% terhadap produk domestik bruto (PDB) per April 2023. Tingginya surplus ditopang oleh besarnya penerimaan pajak, Hingga akhir April tahun ini, penerimaan pajak melonjak 21,3% menjadi Rp 688,1 triliun rupiah.
"Ternyata dengan perkembangan sejauh ini ternyata pendapatan pajak kita tumbuh masih cukup bagus, belanja masih terkendali, sehingga kita bisa mencatatkan surplus sampai sekarang ini," imbuhnya.
Deni menjelaskan defisit anggaran ditetapkan sebesar 2,84% dari PDB. Realisasi defisit kemungkinan lebih kecil karena pendapatan negara yang memadai.
Penerbitan utang pun bisa dikurangi.
Berdasarkan data DJPPR, penerbitan utang melalui lelang SUN hingga pertengahan Juni 2023 tercatat Rp 206,7 triliun rupiah. Jumlah tersebut turun 8,5% dibandingkan pertengahan Juni 2022 sebesar Rp 226 triliun.
Dengan tingginya minat investor asing. Deni berharap yield atau imbal hasil seri benchmark 10 tahun bisa ditekan ke bawah 6%.
Merujuk data Refinitiv, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun turun ke 6,26% kemarin. Posisi tersebut adalah yang terendah sejak November 2021.
Namun, perkembangan terbaru di AS bisa membuat SBN kembali dijual asing.
Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 5,0-5,25%. Namun, The Fed mengisyaratkan masih akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak dua kali pada tahun ini.
Ditahannya suku bunga acuan The Fed ini sudah sesuai ekspektasi pasar. Namun, harapan pasar untuk melihat peluang pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat harus dikubur dalam-dalam.
The Fed juga mengisyaratkan untuk menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi ke depan. Hal ini berdasarkan median proyeksi The Fed yang memperkirakan suku bunga ada di kisaran 5,5-5,75% pada 2023 dari 5-5,25% sebelumnya.
The Fed juga menegaskan jika keputusan suku bunga ke depan sangat "hidup" dan akan ditentukan oleh perkembangan data ekonomi.
The Fed juga mengisyaratkan jika pemangkasan suku bunga masih jauh.
Dengan suku bunga yang masih bisa naik maka ketidakpastian global masih akan meningkat. Investor juga bisa balik arah dari pasar SBN ke Indonesia kembali ke AS karena tingginya yield surat utang pemerintah AS.
Secara historis, SBN sangat rentan terhadap perkembangan kebijakan The Fed. Kondisi ini tercermin pada tahun lalu di mana yield melonjak dari
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)