
Letak Tutut di Keributan Utang Jusuf Hamka & Sri Mulyani

- Persoalan tagihan utang Jusuf Hamka kian mencuat ke publik bahkan 'lempar-lemparan; hingga kini.
- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut nama Siti Hardianti Rukmana alias Tutut saat menanggapi perkara utang yang ditagihkan Jusuf Hamka.
- Permasalahan tagihan ke pemerintah ini muncul setelah beredarnya berita acara kesepakatan jumlah pembayaran berkop surat Kementerian Keuangan antara pemerintah dan emiten tol Jusuf Hamka.
Jakarta, CNBC Indonesia - Kompleksnya masalah utang ratusan miliar pemerintah kepada Jusuf Hamka melalui perusahaan miliknya yakni PT Citra Marga Nusaphala Persaga Tbk (CMNP) semakin ramai mencuat ke pubik.
Permasalahan tagihan ke pemerintah ini muncul, setelah beredarnya berita acara kesepakatan jumlah pembayaran berkop surat Kementerian Keuangan antara pemerintah dan emiten tol Jusuf Hamka.
Mengutip dokumen yang diterima CNBC Indonesia, di sana tertulis bahwa Mahkamah Agung telah memutuskan pada 15 Januari 2010, pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan harus membayar deposito berjangka senilai Rp 78,84 miliar dan giro Rp 76,09 juta.
Putusan hukum itu juga meminta pemerintah membayar denda 2% setiap bulan dari seluruh dana yang diminta CMNP, hingga pemerintah membayar lunas tagihan tersebut.
Kemudian CMNP juga sempat mengajukan permohonan teguran ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar pemerintah melaksanakan putusan yang telah inkracht tersebut. Kemudian perwakilan pemerintah bertemu dengan CMNP dan meminta pembayaran dilakukan hanya pokok saja alias tanpa denda.
CMNP keberatan atas permintaan tersebut dan meminta pemerintah tetap membayar denda. Akhirnya kedua pihak sepakat untuk membayar pokok dan denda dengan total nilai Rp 179,5 miliar. Pembayaran itu akan dilakukan dua tahap, yakni pada semester pertama tahun anggaran 2016 dan semester pertama 2017, dengan masing-masing nilai Rp 89,7 miliar.
Persoalan ini sudah direspons oleh pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan belum mau mencairkan utang negara ke perusahaan jalan tol tersebut karena pihaknya berpandangan perusahaan tersebut terafiliasi dengan Bank Yama.
Sebab itulah persoalan ini memiliki kompleksitas yang tinggi karena saling berkaitan satu dengan lainnya. Maka pengambilan langkah pemerintah juga hari-hati karena takut nantinya malah merugikan negara.
Ketakutannya jangan sampai nanti negara yang sudah membiayai bailout dari bank-bank yang ditutup dan sekarang masih dituntut lagi untuk membayar berbagai pihak yang mungkin masih terafiliasi waktu itu.
Sri Mulyani juga menyebut kasus ini harus dilihat secara keseluruhan dari perspektif persoalan masa lalu. Hal ini terkait dengan persoalan bank yang diambil alih oleh pemerintah saat memberikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), di mana di situ ada berbagai prinsip-prinsip mengenai afiliasi dan kewajiban dari mereka yang terafiliasi.
Sebagai informasi, utang negara ke Jusuf Hamka berkaitan dengan deposito CMNP di Bank Yama. Pada tahun 1997 hingga 1998 kondisi perbankan termasuk Bank Yama mengalami kesulitan likuiditas hingga bangkrut.
Sebab itu, hadirlah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) agar bank bisa membayar kewajiban kepada deposan-deposan.
CMNP sampai saat ini belum mendapatkan gantinya karena dianggap saat itu terafiliasi dengan Bank Yama milik Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut. Di sinilah letak keterlibatan Tutut dalam kasus ini.
Siti Hardianti Rukmana atau yang lebih dikenal sebagai Tutut merupakan putri presiden ke-2 Indonesia, Soeharto. Ia merupakan pendiri Bank Yama yang kini terdengar asing tapi perlu diketahui bahwa bank ini sudah lenyak imbas likuidasi imbas krisis moneter 1997/1998.
Belum ditemukan kapan waktu pasti Bank Yama berdiri. Jika menilik pada sejarah perbankan, bank swasta muncul setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan liberalisasi perbankan pada Oktober 1988 lewat Paket Oktober 1988.
Kendati demikian, Bank Yamadi masa Orde Baru memiliki perkembangan dinamis sebelum akhirnya carut marut ketika memasuki tahun 1995.
Diketahui pada Oktober 1995 Bank Indonesia memberi sinyal ada masalah di tubuh bank tersebut. BI menyatakan bahwa Bank Yama membutuhkan bantuan teknis dan manajemen dari bank lain guna membenahi manajemen dan operasional. Saat itu, tidak dibocorkan apa masalahnya.
Namun, setelah kejatuhan Soeharto terungkap bahwa Bank Yama memberikan pinjaman besar kepada stasiun TV milik Tutut sendiri, yakni TPI. Pinjaman cukup besar juga diberikan kepada Chandra Asri, perusahaan petrokimia kontoversial yang melibatkan adiknya, Bambang Trihatmodjo dan dipimpin oleh temannya, pengusaha Prajogo Pangestu.
Entah berapa nominalnya, yang pasti setelah terjadi peminjaman itu, Bank Yamadirundung masalah. Kemudian BI menunjuk Bank Negara Indonesia sebagai penuntun pembenahan di tubuh Bank Yama. Sayangnya, upaya pertolongan ini sia-sia. Bank Yama tetap terbelit jeratan masalah.
Serangkaian usaha dari bank lainnya juga turut membantu bank milik Tutut ini salah satunya melalui bank BCA untuk menghindari 'rasa malu' Tutut karena bank sentral bakal turun tangan.
Awalnya langkah penyelamatan oleh Salim ini cukup berhasil karena tidak terjadi penarikan uang besar-besaran (rush money)oleh nasabah Bank Yama selama periode krisis. Namun, seiring waktu dan krisis yang kian parah, seluruh upaya itu tidak berhasil. Dana yang dikeluarkan BCA seperti hanya untuk menutupi lubang-lubang saja.
Hingga akhirnya, 10 bulan setelah kejatuhan Soeharto, tepat pada 13 Maret 1999, pemerintah memutuskan menutup Bank Yama, satu dari 37 bank swasta nasional yang juga bernasib sama karena dianggap berkinerja buruk.
Penutupan inilah yang kemudian menjadi polemik di masa kini oleh Jusuf Hamka.
Sementara dari sisi Yusuf Hamka menyebut bahwa tudingan adanya afiliasi antara Bank Yama yang gagal dan di-bailout pemerintah dengan CMNP miliknya seperti yang disebut Kementerian Keuangan sama sekali tidak benar.
Menurut pengakuan Jusuf, sejak tahun 1997 CMNP sudah tidak lagi dimiliki oleh Tutut dan telah dimiliki oleh publik dan konsorsium milik Jusuf Hamka. Sebagai informasi, CMNP yang didirikan oleh Tutut telah melantai di bursa sebagai perusahaan terbuka sejak tahun 1995.
Jusuf juga menyebut terkait CMNP yang menurutnya tidak terafiliasi dengan Bank Yama telah berkekuatan hukum yang diputuskan oleh pengadilan.
Namun tidak bisa dibuktikan secara pasti karena laporan keuangan di CMNP hanya bisa diakses tahun 2007
Hingga kini persoalan ini terus bergulir. Belum ada informasi lebih lanjut dari pendiri Bank Yama apakah Ia terlibat dengan utang ini atau tidak. Mengingat kasus ini sudah lama dan begitu kompleks, maka penting bahwa masalah utang Jusuf Hamka bisa dibahas lebih detail dalam Satgas BLBI.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)