Minyak Bisa Tembus US$ 100/Barel, Awas Harga BBM Naik Lagi

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
07 June 2023 09:55
Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di SPBU kawasan Jakarta, Rabu (1/3/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Sejumlah kendaraan antre untuk mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi di SPBU kawasan Jakarta, Rabu (1/3/2023). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Arab Saudi menyatakan akan kembali memangkas produksi minyak sebanyak 1 juta barel per hari. Analis minyak menyatakan setelah pasca pertemuan OPEC+ bahwa keputusan tersebut berpotensi mendorong harga minyak Brent ke US$ 100 per barel. Hal ini tentunya bisa berpengaruh besar ke Indonesia, harga bahan bakar minyak (BBM) bisa naik, khususnya non-subsidi. Kemudian beban impor akan membengkak. 

Komitmen Arab Saudi akan terus dipertahankan hingga akhir 2024. Arab Saudi, sebagai pengekspor minyak terbesar dunia, mengatakan akan secara sukarela mengurangi produksinya sebesar 1 juta barel per hari pada Juli, menjadi sekitar 9 juta barel per hari.

Pemotongan produksi minyak Saudi dapat diperpanjang melampaui Juli, kata Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz pada hari Minggu. Abdul Aziz menggambarkan pengurangan tersebut layaknya "lollipop Saudi". Arab Saudi sebagai negara kartel minyak dapat mengatur harga minyak dan menikmati potensi kenaikannya ke depan.

 

"Dengan Arab Saudi melindungi harga minyak agar tidak merosot terlalu rendah dengan memangkas produksi, kami pikir pasar minyak sekarang lebih rentan terhadap penurunan akhir tahun ini," kata analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar dalam sebuah catatan yang dibawa oleh Reuters.

Bahkan jika permintaan minyak China tidak sekuat yang diperkirakan pada semester kedua tahun ini, minyak mentah Brent akan naik menjadi US$85 per barel pada kuartal keempat tahun 2023, tambah Dhar.

Harga minyak Brent Crude melesat 1%, menjadi US$77 per barel, sehari selang pengumuman pemangkasan produksi.

Melansir OilPrice, Analis ANZ Daniel Hynes dan Soni Kumari menegaskan kembali target Brent US$100 per barel untuk akhir tahun.

"Investor cenderung menambahkan taruhan bullish, nyaman bahwa Arab Saudi dan OPEC akan memberikan penahan jika pasar mencapai rintangan apa pun (kekurangan minyak)," katanya.

"Pasar minyak sekarang terlihat akan semakin ketat di paruh kedua tahun ini," catat ANZ.

Goldman Sachs, memprediksi harga minyak Brent di US$95 per barel pada bulan Desember mendatang. Prediksinya menggambarkan pertemuan OPEC+ sebagai tanda bullish komoditas minyak.

Di sisi lain, kebijakan ini akan mengimbangi risiko penurunan harga minyak yang diakibatkan sanksi Rusia, Iran, dan Venezuela sehingga pasokannya tinggi dan permintaan China yang diperkirakan akan melemah.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation