
Pasar Tenaga Kerja Kuat Masalah Bagi Amerika dan Dunia!

- Pasar tenaga kerja AS masih kuat dimana tingkat pengangguran cenderung rendah dan gaji yang kompetitif.
- Kondisi pasar tenaga kerja yang ketat membuat inflasi sulit turun, pelaku pasar mewaspadai sikap the Fed yang potensi masih hawkish.
- Akan tetapi potensi jeda akan datang dalam kenaikan suku bunga karena risiko resesi dan gejolak perbankan yang terjadi.
Jakarta, CNBC Indonesia - Data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) yang dirilis pada Jumat lalu (2/6/2023) waktu setempat kembali menunjukkan hasil yang positif. Nampak dari data penggajian non pertanian atau Non-Farm Payrolls (NFP) yang tidak terduga malah naik ke 339.000 pada periode Mei 2023 dibandingkan bulan sebelumnya di 294.000 dan berbanding terbalik dengan konsensus yang memprediksi bisa turun ke 190.000 pekerjaan.
Sementara itu, tingkat pengangguran berada di 3,7% dibandingkan perkiraan 3,5%, tepat di atas level terendah sejak 1969. Tak hanya itu, klaim pengangguran yang berakhir pada 27 Mei 2023 sebanyak 232.000. Nilai ini juga masih di bawah konsensus yang proyeksi bisa naik ke 235.000.
Data klaim pengangguran ini diperbarui tiap minggu artinya masih ada satu periode lagi pada 3 Juni 2023, pelaku pasar bisa menanti data klaim pengangguran AS.yang terbaru. Konsensus market untuk data ini belum berubah dari minggu sebelumnya sebesar 235.000.
Menilai dari data pengangguran yang rendah dengan jumlah tenaga kerja selain pertanian yang tinggi memang hal positif bagi pasar tenaga kerja. Ini menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja AS yang masih kuat dengan prospek gaji yang kompetitif.
Gaji yang kompetitif tentu berhubungan dengan daya beli masyarakat yang akan tetap terjaga, ini juga menjadi indikasi bahwa ekonomi AS masih cukup bertahan di tengah risiko resesi yang tinggi.
Namun, hal ini berbeda cerita bagi inflasi yang nasibnya masih tinggi, dengan gaji yang kompetitif tentu inflasi akan jadi sulit turun. Padahal target the Fed inflasi bisa melandai ke 2%, sepertinya akan jauh lebih sulit dicapai saat ini .
Data ketenagakerjaan yang kini dinanti pelaku bakal menjadi data terakhir sebelum rapat FOMC the Fed pada pertengahan Juni ini. Apabila data yang keluar memang masih tetap kuat tentu akan menjadi pemicu the Fed masih melanjutkan kebijakan ketat dengan menaikkan suku bunga.
Sebagai informasi, kenaikan suku bunga telah terjadi selama 10 kali beruntun sejak paruh pertama 2022 lalu. Jadi, jika the Fed kembali menaikkan suku bunga maka menjadi yang ke-11 kali dan merupakan yang tertinggi sejak 2007.
Walaupun begitu, peluang the Fed melakukan jeda kenaikan suku bunga masih bisa terjadi. Melansir dari pemeringkat CME FedWatch probabilitas menahan suku bunga sudah dominan mencapai 74,8%, sementara sisanya masih berpeluang naik lagi.
![]() Probabilitas suku bunga the Fed |
Probabilitas suku bunga sudah mulai ditahan karena mengantisipasi risiko resesi yang potensi terjadi di AS di tengah gejolak perbankan yang masih berlangsung. Akan lebih baik jika the Fed memang harus menyelamatkan sektor perbankan-nya agar ekonom bisa lebih terakselerasi dengan baik.
CNBCÂ INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)