Macro Insight

Data Tenaga Kerja AS di Luar Dugaan, Ini Efeknya ke The Fed

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
02 June 2023 21:00
U.S. Federal Reserve Chairman Jerome Powell holds a news conference following the two-day Federal Open Market Committee (FOMC) policy meeting in Washington, U.S., March 20, 2019. REUTERS/Jonathan Ernst
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell
  • Data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) tampaknya masih menunjukkan kekuatannya untuk periode Mei ini.
  • Tingkat pengangguran berada di 3,7% dibandingkan perkiraan 3,5%, tepat di atas level terendah sejak 1969.
  • Data tenaga kerja yang rilis hari ini bakal menjadi pertimbangan besar The Fed untuk mengambil arah kebijakan suku bunganya ke depan.

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian AS terus menghasilkan pekerjaan untuk periode Mei ini dengan angka nonfarm payrolls melonjak lebih dari yang diharapkan meskipun ada beberapa kendala.

Departemen Tenaga Kerja pada Jumat (2/6/2023) melaporkan daftar gaji di sektor publik dan swasta meningkat sebesar 339.000 pekerjaan untuk bulan tersebut, lebih baik dari perkiraan Dow Jones yakni sebesar 190.000 pekerjaan dan mencatatkan pertumbuhan pekerjaan positif selama 29 bulan berturut-turut.

Sementara itu, tingkat pengangguran berada di 3,7% dibandingkan perkiraan 3,5%, tepat di atas level terendah sejak 1969.

Data ini tentu saja menjadi hal yang penting untuk menjadi pertimbangan The Fed terkait kebijakan suku bunganya ke depan.

Pada bulan sebelumnya, tingkat pengangguran di Amerika Serikat turun tipis menjadi 3,4% pada April 2023, menyamai level terendah 50 tahun sebesar 3,4% yang terlihat pada Januari 2023. Jumlah pengangguran turun 182 ribu menjadi 5,657 juta dan tingkat lapangan kerja naik 139 ribu menjadi 161,031 juta.

Sementara itu, tingkat partisipasi angkatan kerja tidak berubah sebesar 62,6%

Angka klaim awal pengangguran yang turun itu menjadi indikasi bahwa ekonomi Amerika Serikat masih solid. Selain itu juga menunjukkan bahwa daya beli masyarakat masih akan baik ke depan, sehingga akan mempengaruhi laju inflasi.

Di sisi lain hasil ini tidak membuat para pelaku pasar meyakini Bank Sentral AS (Federal Reserves/The Fed) akan menaikkan suku bunga pada pertemuan 14 Juni nanti.

Berdasarkan perangkat Fedwatch sebesar 72,7 investor optimis The Fed akan menahan suku bunga di 5,00%-5,25%.

Kalau ini terjadi, maka menjadi kenaikan suku bunga The Fed selama 11 bulan berturut-turut dan menjadi yang tertinggi sejak 2007.

Keputusan ini dilakukan the Fed sebagai langkah menjinakkan inflasi yang tinggi di tengah kondisi pasar tenaga kerja yang ketat dan sektor perbankan yang bergejolak.

Suku bunga acuan yang tinggi menjadi satu tantangan prospek ekonomi AS yang potensi mengalami resesi tahun ini. Secara kuartalan, perlambatan ekonomi sudah mulai terlihat dari GDP AS per kuartal 1-2023 yang melemah ke 1,1% dibandingkan kuartal IV-2022 di 2,6%.

Ancaman resesi AS bisa mengimplikasi perekonomian secara global karena prospek demand barang dan jasa bisa potensi turun. Hal ini seharusnya menjadi pertimbangkan the Fed di pertemuan mendatang supaya tidak terlalu agresif menaikkan suku bunga walaupun inflasi masih tinggi.

Dalam menghadapi tekanan resesi di tengah tingginya inflasi, diperlukan "hawkish pause" atau suku bunga perlu ditahan selama beberapa periode karena krisis bank saat ini masih dalam tahap awal yang mungkin bisa memburuk jika the Fed masih melanjutkan kebijakan yang agresif.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation